Alena adalah seorang gadis ceria yang selalu berbicara keras dan mencari cinta di setiap sudut kehidupan. Dia tidak memiliki teman di sekolah karena semua orang menganggapnya berisik. Alena bertekad untuk menemukan cinta sejati, meski sering kali menjadi sasaran cemoohan karena sering terlibat dalam hubungan singkat dengan pacar orang lain.
Kael adalah ketua geng yang dikenal badboy. Tapi siapa sangka pentolan sekolah ini termasuk dari jajaran orang terpintar disekolah. Kael adalah tipe orang yang jarang menunjukkan perasaan, bahkan kepada mereka yang dekat dengannya. Dia selalu berpura-pura tidak peduli dan terlihat tidak tertarik pada masalah orang lain. Namun, dalam hati, Kael sebenarnya sangat melindungi orang yang dia pedulikan, termasuk gadis itu.
Pertemuan tak terduga itu membuatnya penasaran dengan gadis berisik yang hampir dia tabrak itu.
"cewek imut kayak lo, ga cocok marah-marah."
"minggir lo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addinia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kael Peka Santoso
Siswa kelas 12 IPA 4 berkumpul di tengah lapangan, mengenakan pakaian olahraga. Pak Santo berdiri di depan mereka dengan peluit di lehernya, menjelaskan kegiatan pagi ini.
"Pagi ini kita akan latihan lari jarak pendek. Lari akan dilakukan berpasangan, dan kita akan lihat siapa yang lebih cepat. Tapi sebelum itu, pemanasan dulu. Jangan sampai ada yang cedera." Jelas Pak Santo.
Siswa-siswa mulai melakukan pemanasan, mengikuti instruksi Pak Santo. Beberapa terlihat antusias, sementara yang lain melakukannya setengah hati. Setelah pemanasan selesai, Pak Santo mulai memanggil nama-nama untuk berpasangan.
"Baik, sekarang giliran Alena dan Siska. Siapkan diri kalian!"
Alena dan Siska maju ke garis start. Alena mengencangkan tali sepatunya dengan tenang, sementara Siska terlihat sedikit gugup. Pak Santo meniup peluit tanda mulai, dan mereka berdua langsung melesat.
Alena berlari dengan kecepatan dan kelincahan yang membuat semua orang terpukau. Gerakannya terlihat ringan, seolah ia sudah terbiasa. Siska mencoba mengejar, tapi tertinggal jauh.
"Woah, gokil Alena. Atlet kah dia?" Teriak Bayu heboh.
"Apa pas kecil dia sering di kejer anjing, makanya bisa hebat gitu." Ucap dika.
Mereka yang mendengar tertawa.
Kael berdiri di sisi lapangan, menyilangkan tangan di dadanya. Ia tidak terlihat terkejut, hanya tersenyum tipis, seolah sudah menduga kemampuan Alena.
Kael jadi mengingat pertemuan pertamanya dengan Alena. Saat itu, ia sedang mengendarai motornya di jalanan sore hari. Dari kejauhan, ia melihat seseorang berlari kencang, terlihat sambil menangis. Ketika ia semakin dekat, gadis itu tiba-tiba berbelok ke jalan, hampir tertabrak olehnya.
Kael langsung menge-klakson gadis itu.
"Minggir, woy!"
Bisa Kael lihat Alena terkejut saat itu, gadis itu mendongak, dan langsung berhenti ditengah jalan. Motor Kael berhenti mendadak hanya beberapa meter dari Alena. Kael menurunkan kaca helmnya dan menatap Alena dengan tatapan kesal saat itu.
"Lo gila ya?! mau bunuh gue?! kalo gabisa bawa motor, jangan naik motor!"
Kael terdiam sesaat, menyadari gadis itu sedang menangis meski berusaha menyembunyikannya di balik kemarahannya.
Kemudian dia berpura-pura menatap tajam kearah Alena, yang sekarang terlihat sangat menantangnya. "Lo yang salah, lari-lari di tengah jalan kaya orang lupa minum obat! kalo gue ga ngerem, lo udah masuk rumah sakit sekarang."
Alena mendekatinya dengan penuh emosi, menunjuk motor pria itu. "Lo bilang apa barusan? lo nyalahin gue?! gue cuma lari, lo yang bawak motor kayak orang kesetanan!"
Padahal saat itu Alena lah yang salah.
Kael kembali melihat ke depan. Alena melintasi garis finish dengan napas terengah, tapi ia masih terlihat tenang. Pak Santo mengumumkan bahwa Alena menang. Ia tersenyum kecil lalu berjalan ke pinggir lapangan, mengambil botol airnya, dan mulai meminumnya.
Kael mendekat, menatapnya dengan senyum yang penuh ledekan.
"Hebat juga lari lo, sama cepetnya kayak waktu di jalanan, pas gue hampir nabrak lo."
Alena menoleh dengan ekspresi datar, tapi ada sedikit kejengkelan di matanya.
"Berisik."
Kael tertawa kecil. "Mau lomba sama gue nggak?"
Alena mendengus, meletakkan botol airnya, lalu menatap Kael dengan tajam.
"Lo ngeledek gue, ya?!"
Kael tersenyum lebih lebar, merasa senang meski Alena tetap bersikap dingin. Sebelum ia sempat membalas, Pak Santo memanggil nama pasangan berikutnya untuk lari.
Kael yang kembali ke barisan siswa, sementara Alena mengambil botolnya lagi, mencoba menenangkan dirinya setelah interaksi tadi.
...----------------...
Setelah kegiatan olahraga selesai, siswa 12 IPA 4 dibebaskan untuk melakukan kegiatan lain. Sebagian besar masih bermain di lapangan, termasuk Ghost Riders dan beberapa teman kelas, yang sedang bermain basket.
Alena berjalan ke arah kantin, sendirian seperti biasa. Ia menunduk sedikit, menikmati ketenangan setelah kegiatan yang melelahkan. Tiba-tiba, sebuah bola basket melesat dari arah lapangan dan mengenai kepalanya.
"Ah!"
Tubuhnya terhuyung ke samping, hampir terjatuh. Suasana di lapangan langsung terdiam, semua menoleh ke arahnya. Dika, yang tadi melempar bola, terlihat panik.
"Alena, sumpah gue nggak sengaja!"
Kael yang berdiri di dekat kerumunan Ghost Riders langsung refleks hendak berlari ke arah Alena. Namun, sebelum ia sempat bergerak, Bintang muncul dari arah yang tidak diduga dan lebih dulu menolong Alena.
"Alena, lo nggak papa?''
Bintang memegang bahu Alena, menatapnya khawatir. Sementara itu, Alena hanya memegang kepalanya yang terasa sedikit nyeri, berusaha menjaga wajahnya tetap tenang.
"Gue nggak papa, tadi cuma kaget."
Dika mendekat dengan wajah penuh penyesalan, sementara Bintang masih berdiri di samping Alena.
"Maaf ya, Len. Sumpah gue beneran nggak sengaja."
"Iya, gue nggak apa-apa."
Meski Alena berkata begitu, sebenarnya ada benjolan kecil di kepalanya. Namun, itu tertutup oleh poni yang menutupi dahinya, sehingga tidak terlihat oleh siapa pun, termasuk Bintang.
"Lo harus ke Uks. Ayo, gue anter."
"Bintang, gue nggak apa-apa. Lo mending balik ke kelas."
"Gue anter."
Alena ingin menolak lagi, tapi melihat ekspresi Bintang yang khawatir, ia akhirnya mengangguk pelan.
Bintang membantu Alena berjalan pelan menuju UKS. Sementara itu, Kael berdiri diam di tengah lapangan, memperhatikan dari jauh dengan ekspresi sulit ditebak. Ghost Riders yang lain melirik ke arahnya, tapi tidak ada yang berkomentar.
Alena duduk di salah satu ranjang kecil di UKS. Bintang berdiri di depannya, masih memastikan bahwa ia baik-baik saja.
"Bintang. Serius gue nggak kenapa-napa. Lo balik aja ke kelas. Guru lo pasti nyariin."
"Alen—"
Belum sempat melanjutkan, Alena langsung memotongnya. "Gue mau istirahat, mau tiduran sebentar."
Bintang terdiam beberapa detik, lalu akhirnya mengangguk meski masih terlihat ragu.
"Yaudah, kalo gitu gue balik. Kalo ada apa-apa bilang sama gue ya."
Alena mengangguk. Setelah Bintang pergi. Alena menghela napas panjang, menyandarkan kepalanya ke tembok, mencoba mengabaikan rasa nyeri yang masih terasa di kepalanya.
...----------------...
Kael masih berdiri di tengah lapangan, memperhatikan arah Alena pergi bersama Bintang. Ghost Riders yang lain mendekat, mencoba menghibur Kael yang tampak termenung.
Luka menepuk bahu Kael. "Udah ada tuh cowok. Nggak perlu khawatir."
"Gue tau ini namanya apa?" Ucap Bayu membuat temannya penasaran.
"Apa?"
"Cemburu dan rasa khawatir." Lanjutnya dengan nada lirih.
Mereka tertawa kecil. Sedangkan Kael tetap diam. Matanya masih tertuju ke arah UKS. Ia tidak mendengarkan candaan teman-temannya. Ada sesuatu dalam dirinya yang mendorongnya untuk bergerak. Akhirnya, tanpa berkata apa-apa, ia mulai berlari menuju UKS, meninggalkan Ghost Riders yang saling bertukar pandang heran.
"Dia beneran suka sama Alena." Ujar Leo.
"Ya, itu juga yang gue liat." Tambah Ezra.
Di UKS. Alena berbaring di ranjang kecil UKS, mencoba memejamkan mata. Namun, suara pintu yang mendadak terbuka dengan keras membuatnya terkejut. Ia langsung bangun dan refleks mengambil bantal, melemparkannya ke arah orang yang masuk.
"Astaga! Sia—"
Bantal itu mengenai Kael yang baru saja masuk. Ia berhenti di ambang pintu, terdiam sesaat sebelum tersenyum kecil, lalu mendekat ke Alena.
"Nggak sopan lo.. lempar-lempar bantal. Coba aja kalo Pak Mamat yang dateng, habis lo." Ucap Kael sambil menyingkirkan bantal itu.
Alena mendengus kesal. "Makanya ketuk pintu dulu."
"Ngapain lo kesini?!" Tanya Alena ketus.
Kael tidak menjawab. Ia menatap Alena sejenak, lalu tanpa berkata apa-apa, tangannya bergerak perlahan menyingkirkan poni Alena. Alena menegang, tidak sempat menghindar. Ketika Kael melihat benjolan di kepala Alena, ekspresinya berubah kaget.
"Ini yang lo bilang nggak apa-apa?"
Kael langsung melirik ke arah meja di UKS, mencari seseorang yang bertugas di sana. Ia pun menghampiri siswa yang bertugas disana.
"Tolong ambilin air dingin sama kain buat ngompres bayi yang disana." Ucap Kael sambil menunjuk ke arah Alena.
"Oke!"
Kael kembali mendekati Alena. Alena hanya terdiam, bingung melihat sikap, ia merasa seperti terhipnotis oleh cara Kael memperhatikannya, seolah-olah pria itu tahu segalanya tentang dirinya.
"Iya tau gue ganteng." Ujar Kael dengan santai.
Alena menatapnya tajam, seolah ingin menerkam Kael.
Tak lama kemudian, air dingin dan kain datang. Kael mengambilnya dan kembali ke sisi Alena, menyuruhnya berbaring.
"Tiduran, hari ini nggak usah marah-marah dulu."
Alena menghela napas pelan, akhirnya menurut. Kael mulai mengompres benjolan di kepalanya dengan hati-hati. Tangannya lembut, meski wajahnya masih tampak serius.
"Kalo sakit, bilang. Nggak usah sok kuat."
Alena menatap Kael dari bawah, masih bingung dengan kepekaan pria itu. Ia hampir ingin bertanya, tapi tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat. Jadi, ia hanya berbaring diam, membiarkan Kael melakukan apa yang ia mau.
Hening mengisi ruangan untuk beberapa saat, hanya terdengar suara lembut Kael saat memeras kain untuk mengganti kompres. Alena merasa aneh—mungkin untuk pertama kalinya, ia merasa ada seseorang yang benar-benar peduli.