Jessica Adams harus mengalami hukuman selama enam tahun lamanya di dalam penjara karena dianggap lalai dalam mengemudi mobil, hingga menyebabkan seorang model bernama Natasha Linzky meninggal dunia.
Kekasih Natasha, Axel Ray Smith, menaruh dendam luar biasa hingga memaksakan sebuah pernikahan dengannya yang saat itu dalam keadaan lumpuh. Siksaan tubuh dan jiwa menyebabkan Jessica akhirnya mengalami trauma dan depresi, bahkan Axel menceraikannya dan membuangnya begitu saja tanpa mempedulikannya.
Namun yang tidak diketahui oleh Axel adalah bahwa ia telah menitipkan benihnya pada seorang wanita yang ia anggap sebagai musuhnya. Apakah masih ada benang merah yang mengikat keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pansy Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
VANILLA INGIN DADDY!
Dengan bantuan Michael, Axel menyamarkan kepergiannya. Ia menggunakan paspor dan tanda pengenal dengan nama yang lain untuk berangkat. Hal itu agar kedua orang tuanya tak bisa melacak kepergiannya, apalagi mengetahui kesalahannya yang belum sempat ia perbaiki.
Kepala Axel terasa sedikit sakit. Perjalanan panjang dengan pesawat komersil ini ia habiskan dengan memejamkan mata setelah minum obat sakit kepala.
Perjalanan panjang sekitar tiga puluh jam lebih, membuat Axel merasa lelah. Meskipun ia hanya duduk, tapi perasaannya begitu gelisah hingga ia tak bisa tenang.
Biasanya ia mudah tertidur, tapi kali ini Axel justru tak bisa tidur. Ingin memanfaatkan waktu di pesawat untuk beristirahat, tapi tetap tak bisa. Ia memanggil salah seorang pramugari.
“Ada yang bisa saya bantu, Tuan?” tanya pramugari itu.
“Apa anda memiliki obat tidur? Berikan satu padaku,” pinta Axel.
“Maaf, Tuan. Kami tak memilikinya.”
“Aku tak bisa tidur sama sekali,” ujar Axel.
“Saya buatkan teh hangat saja ya, Tuan.”
Axel akhirnya menganggukkan kepalanya, mudah-mudahan dengan minum sesuatu yang hangat, tubuhnya lebih relaks dan ia bisa tidur.
**
“Axel pergi?” tanya Gia.
“Ya, putramu itu pergi tanpa berkata apapun pada kita. Aku tahu ia sudah dewasa, bahkan terlampau dewasa hingga bisa menikah dan memiliki seorang putri. Namun, ia sedang kurang sehat.”
“Kamu mengkuatirkannya?”
“Tentu saja aku kuatir padanya. Ia putraku,” ujar Lexy. Meskipun usianya sudah tak muda lagi, tapi Lexy tetap gagah karena ia selalu menjaga kesehatan tubuhnya dengan makan makanan sehat dan juga berolahraga. Ia harus mengimbangi usia istrinya yang jauh di bawahnya.
“Bukankah kamu bisa melacaknya?” tanya Gia.
“Ia pergi dengan menggunakan identitas palsu. Sepertinya ada seseorang yang membantunya dan ku rasa aku tahu siapa yang melakukannya,” jawab Lexy.
Ia langsung menghubungi putra dari sahabatnya yang ia tahu ahli dalam IT, bahkan Lexy juga tahu kalau Michael mencoba mencari tahu keberadaan Jessica beberapa tahun lalu.
“Siapa?” tanya Gia ingin tahu.
“Siapa lagi kalau bukan putra dari sahabatmu,” jawab Lexy.
Gia tampak berpikir kemudian menatap suaminya, “Michael?”
Sementara itu di sebuah rumah di New Zealand,
“Pergilah, Jim,” ujar Jessica.
“Aku akan pergi setelah Tuan Lexy dan Nyonya Gia datang ke sini,” kata Jimmy.
“Jangan menunda sesuatu hal yang membahagiakan,” kata Jessica, “Bukankah Uncle dan Aunty akan segera berangkat? Sebaiknya kamu juga berangkat. Tak masalah aku sendiri, aku bisa menjaga diriku dan Vanilla.”
“Aku tak akan meninggalkanmu, Jess.”
“Kamu sepertinya masih terua menganggapku anak kecil. Bisakah sekali saja kamu mempercayaiku?” Kata Jessica.
“Aku percaya padamu, Jess. Namun aku tak bisa meninggalkanmu. Aku tak ingin terjadi apapun padamu. Bagaimana kalau nanti Tuan dan Nyonya menganggapku teledor menjagamu dan Vanilla?”
“Apa kamu tak kasihan pada Verlin?” tanya Jessica.
“Verlin adalah wanita yang pengertian. Ia sangat tahu apa tugasku di sini dan ia juga pasti tak akan mau meninggalkanmu sendiri bersama Vanilla,” jawab Jimmy.
“Terserah padamu saja kalau begitu,” kata Jessica.
**
Axel yang telah tiba di bandara New Zealand, langsung menuju hotel tempatnya menginap dengan menggunakan sebuah taksi online. Setelah check-in dan meletakkan kopernya, ia pergi lagi.
Ia menuju ke sebuah rumah yang merupakan tempat tinggal Jessica. Axel melihat rumah tersebut dalam keadaan sepi, meskipun pintu depannya terbuka.
“Aunty, ayo kejar aku!” Vanilla berlari dengan tawa, membuat Axel ikut tersenyum.
Ingin sekaili Axel masuk saat ini dan bertamu. Namun yang ia perlukan saat ini adalah berbicara empat mata dengan Jessica.
“Vanilla! Ayo masuk. Mommy sudah membuatkan kue kesukaanmu,” Jessica keluar dengan menggunakan apron yang berwarna putih di beberapa bagian dengan bentuk jari-jarinya. Ia membuat kue bolu dengan rasa vanilla, kesukaan putrinya.
Tak bekerja dan hidup dari uang yang diberikan oleh Keluarga Smith, sebenarnya membuat Jessica tak enak hati. Namun, Gia telah mengatakan agar Jessica fokus saja pada Vanilla. Mereka tak ingin Jessica bekerja.
Tanpa sepengetahuan keluarga Smith, Jessica ternyata bekerja secara online dan diam-diam. Ia menerima pekerjaan sebagai penerjemah di mana klien-nya akan mengirimkan naskah melalui e-mail dan Jessica akan mengetik ulang sesuai bahasa yang ia kuasai dan sesuai dengan keinginan klien-nya.
“Kue Vanilla?” tanya Vanilla antusias.
“Hmm … kue kesukaanmu. Makanlah yang banyak.”
Vanilla masuk ke dalam rumah sambil sedikit melompat-lompat. Dari seberang rumah itu, seseorang menatap keduanya.
“Kamu sudah bahagia, Jess?” gumamnya pelan.
Tak lama, terdengar suara deru mobil yang memasuki halaman. Vanilla yang tadi masuk untuk menikmati kue-nya, kembali keluar dan berlari menyambut seseorang yang datang.
“Uncle! Apa membawa permen kapasku?” tanya Vanilla.
“Maaf sayang, Uncle tak melihat ada penjual permen kapas.”
“Apa Uncle melihat Uncle Ax? Dia biasa ada di dekat penjual permen kapas,” Jimmy menghela nafasnya pelan ketika mendengar Vanilla kembali menyebut Axel.
Vanilla kembali memanyunkan bibirnya dan menggembungkan pipinya. Permen kapas tak ada, Uncle Ax pun tak ada, membuat mood-nya memburuk.
Ia pun turun dari gendongan Jimmy dan berlari masuk. Lalu ia melewati ruang makan dan masuk ke dalam kamar tidurnya.
“Vanilla!” Jessica yang melihat itu pun menautkan kedua alisnya, hingga ia melihat Jimmy masuk ke dalam rumah bersama Verlin.
“Di mana Vanilla?” tanya Jimmy.
“Di kamarnya. Ia berlari dengan cepat, bahkan tak lagi menyentuh kue kesukaannya. Ada apa?” tanya Jessica.
“Tak ada, ini hanya masalah antara Uncle dengan keponakannya saja,” jawab Jimmy yang tak ingin menyinggung nama Axel di hadapan Jessica.
Jimmy membuka pintu kamar tidur Vanilla dan mendapati gadis kecil itu berada di bawah selimut. Ia berjalan mendekat dan duduk di samping Vanilla.
“Bukankah kamu ingin menanyakan Uncle Ax pada Grandma dan Grandpa?” tanya Jimmy.
Vanilla membuka selimut yang menutupinya dan melihat ke arah Axel.
“Apa Grandpa dan Grandma mengetahuinya? Aku cuma melihat fotonya di rumah Grandma. Apa Uncle Ax tinggal di sana? Bawa aku ke rumah Grandma, Uncle. Aku ingin memeluk Uncle Ax,” kata Vanilla.
“Peluk Uncle saja, bukankah sama?” tanya Jimmy.
Bukan memeluk Jimmy, Vanilla justru tiba-tiba menangis, “Lain! Vanilla mau Uncle Ax. Mau peluk Uncle, kiss kiss Uncle, gendong Uncle.”
“Uncle Jimmy bisa melakukannya untukmu. Ayo Uncle peluk, Uncle kiss, Uncle gendong,” kata Jimmy.
“Uncle Jimmy bukan Daddy! Vanilla ingin Daddy! Uncle Ax wangi Daddy!” teriak Vanilla sambil terus menangis, hingga Jessica dan Verlin mendatangi kamar tidur Vanilla.
“Mommy!” Vanilla langsung berlari dan melompat dari tempat tidur. Ia memeluk Jesaica dengan erat.
“Mommy, Vanilla mau Uncle Ax. Vanilla mau wangi Daddy!”
🌹🌹🌹
terimakasih ya kak, 👍👍👍👍👍😍😍😍😍
kalo mau nggak enak. mending skip wae... terus ngorok atw ngrumpi...
kasian othor, nggak gampang lho🤭