Transmigrasi Dokter Terkenal

Zendra memperhatikan punggung gadis itu saat ia melompat pergi dengan gembira menuju matahari terbenam dan perlahan mengepalkan telapak tangannya yang kosong, di mana kehangatan yang dibawanya masih tersisa.

"Zen, apakah kamu mengingatnya?"

Wanita itu bertanya dengan kepala tertunduk, tatapannya agak tak terduga.

Karena mengalami hal tersebut, ia menjadi pribadi yang tidak suka berada di keramaian dan tidak suka jika ada yang mendekatinya.

Namun saat itu, Zen nya berdiri di tengah-tengah sekelompok anak-anak dan memegang tangan gadis kecil itu.

Perubahan yang mendadak ini membuat hatinya. merasa senang sekaligus getir.

Zendra tidak menjawab, hanya menoleh dan mengangkat keranjang sayur di tanah, "Ibu, ayo kembali."

"Kamu keluar lagi untuk mencari tanaman herbal, Ibu bilang Ibu akan melakukan hal-hal ini, kamu masih muda, jangan selalu terlalu khawatir......"

Dinginnya hutan tampaknya telah sedikit mereda dengan latar belakang seorang muda dan seorang dewasa, menggumamkan kata-kata cinta dan menyatu dengan hangatnya matahari terbenam.

"Nenek!" Di sisi lain, Eliza melihat sosok yang menunggu di bawah pohon elm kuno di pintu masuk desa, jadi dia berlari seperti burung layang-layang dari hutan dan menerkam ke pelukan Nenek Santoso.

"Oh, aiyo, pelan-pelan, pelan-pelan, hati-hati jangan sampai jatuh!" Nenek Santoso memeluk bayi itu, lalu tertawa, "Gadis bodoh, kau bermain-main dengan saudara-saudaramu lagi? Siapa bilang dia akan kembali bersama Nenek sebentar lagi?"

Eliza balas menatap dengan mata bulatnya yang besar, "Nenek, aku sudah lama ingin kembali untuk menemanimu.

Kakak-kakaklah yang bermain gila-gilaan dan lupa waktu, kamu harus memukul mereka!"

Dua saudara di pinggir lapangan: "...."

Eliza sang ksatria pengembara eksklusif.

Nenek Santoso terhibur, "Dasar peri pintar!"

Di rumah, semua anggota keluarga sudah duduk, tinggal menunggu waktu untuk mulai makan.

Tak dapat dihindari, kedua saudara itu berulang kali dikritik, sementara Eliza bersembunyi di belakang orang dewasa dan menjulurkan lidahnya ke arah

saudara-saudaranya, menutupi mulutnya dan terkikik.

"Tanaman tahun ini tumbuh subur, kurasa kita akan mendapatkan panen yang baik." Kakek Santoso tampak berseri-seri. Setahun telah berlalu, tetapi energinya lebih dari sebelumnya.

Erwin mengangguk, "Dan saya menemukan bahwa semua orang menanam tanaman yang sama, tetapi keluarga kami tumbuh lebih baik daripada yang lain."

"Semua orang di desa membicarakannya karena keluarga kita memiliki bayi yang diberkati ." Juanita dan Wulan saling memandang dan tersenyum tipis.

Bagaimana masalah ini menyebar adalah misteri. Untungnya, semua orang menganggap ini berkat bayi yang diberkahi, jadi mereka iri dan cemburu pada keluarga mereka.

Sambil menyinggung janggut tipis itu, Nenek mendengus, "Beberapa orang di desa datang

kepadaku dan berbicara dengan masam, mengatakan bahwa mereka ingin membawa Eliza untuk tinggal bersama mereka untuk sementara waktu, sehingga mereka juga akan diberkati. Aku mengusir mereka dengan sapu!"

Keluarga itu tidak dapat menahan tawa melihat gambar ini.

Sambil menahan tawa, Dika berkata, " Ayah, Ibu, tidak banyak pekerjaan di ladang saat ini. Erwin dan aku ingin segera berangkat dan bekerja di pagi hari, lalu pergi ke kota di sore hari untuk melihat apakah ada pekerjaan paruh waktu."

Kakek Santoso mengangguk dalam diam sejenak, "Baiklah, ladang ini hanya perlu disiram dan disiangi. Masih ada dua atau tiga bulan lagi sampai panen. Aku akan pergi bersamamu."

"Ayah, tidak perlu bergabung dengan kami lagi, di usiamu."

"Apa? Meremehkan ayahmu? Aku bisa menghajar kalian berdua sekarang tanpa terengah-engah!"

"......"

Eliza memutar matanya dan diam-diam

menyelinap ke kamarnya, menggoyangkan pantat kecilnya dan meraba-raba ke bagian bawah tempat tidur. Dia kemudian mengeluarkan toples anggur yang dia sembunyikan di sana tahun lalu.

Dengan anggur musim semi spiritualnya, saatnya naik panggung.

Dengan ini, ayah dan paman akan sedikit

lebih Fleksibel.

Mereka tidak perlu pergi ke kota untuk bekerja keras pada pekerjaan paruh waktu.

Bahkan jika itu adalah pendapatan musiman, gaji mereka pasti lebih rendah dari kerja keras mereka!

..........

Anggur di kebun anggur belum matang, tetapi ketika persiapan telah selesai, maka inilah saatnya.

Lagipula, pembuatan wine anggur tidak selalu membutuhkan anggur yang matang.

Sambil membawa botol anggur kecil itu kembali ke dapur dan berdiri tepat di belakang Kakek Santoso, Eliza membuka botol anggur itu. Saat dia menarik gabus dari botol itu, aroma anggur buah yang kuat langsung memenuhi udara.

Kakek Santoso melebarkan hidungnya dan mengendus dengan keras, "Apa yang baunya begitu harum?"

"Baunya seperti anggur? Tidak, tidak, tidak, baunya seperti anggur! Apa itu?" Duduk mengelilingi meja, keluarga itu mencari cari dengan kepala mereka.

"Gegege!" Eliza tertawa, "Kakek, ini dia!" Dia mengangkat kendi anggur lebih tinggi dan mengayunkannya di depan Kakek Santoso, "Yo! Guci anggur, Eli, di mana kamu mendapatkan ini?"

Zero dan Ziqri adalah orang pertama yang mengenalinya, "Itu toples anggur! Eli, bukankah kamu bilang itu rahasia? Mengapa kamu membawanya keluar?"

"Kakek, ini toples anggur yang Eliza sembunyikan tahun lalu!"

"Aiyo, setahun yang lalu?" Kakek Santoso terkejut dan menelan ludah, "Sudah lama disembunyikan, apa isinya sampai baunya begitu harum?" Rasanya lezat dengan aroma anggur yang buah, membangkitkan keinginan para pencinta anggur untuk mencobanya.

"Orang tua ini, kau hanya haus akan anggur!" Setelah menikah selama puluhan tahun, pasangan tua itu tahu apa yang dipikirkan keduanya meskipun mereka tidak tahu apa-apa.

Nenek Santoso melotot ke arah Kakek Santoso sebelum mengalihkan perhatiannya kepada Eliza, "Eli, berikan toples anggur itu kepada nenek, dan nenek akan pergi dan mencucinya. Sudah disembunyikan selama setahun, jadi aku khawatir isinya sudah rusak."

"Eh tidak-tidak-tidak! Coba kulihat, baunya

tidak busuk sama sekali." Lelaki tua itu. melangkah lebih dulu dan meraih toples anggur, sambil setengah menyipitkan matanya ke arah dalam, Terlalu redup untuk dilihat.

"Dika, ambilkan aku mangkuk yang bersih!" Dika berdiri dan pergi mengambil mangkuk.

Meskipun dia tidak menginginkan anggur, rasanya memang menggoda. Dia penasaran apa yang telah dilakukan Eliza untuk mendapatkan rasa ini.

Kalau dia ingat benar, putrinya sedang bermain dengan buah anggur dan melemparkannya ke dalam anggur, benar kan?

Dengan mangkuk seladon di atas meja, anggur dituangkan perlahan-lahan. Anggur itu berwarna fuchsia yang indah, bening dan transparan, sedap dipandang, menyebarkan aroma anggur yang kuat ke udara.

Satu-satunya kekurangannya adalah minuman keras itu dicampur dengan zat-zat pengotor. "Warna ini, cantik sekali." Wulan dan Juanita tidak begitu paham tentang anggur, tetapi hal itu tidak menghalangi mereka untuk

menghargai warnanya.

"Baunya harum juga!" Erwin menelan ludah. sambil menatap cairan anggur berwarna ungu-merah di mangkuk, la ingin sekali mencicipinya.. Sebelum dia sempat bergerak, seseorang telah melompat ke arahnya.

Bersambung........