Rendra bisa menempuh pendidikan kedokteran lewat jalur beasiswa. Di kampus dia diremehkan karena miskin dan culun. Tak jarang Rendra bahkan dibully.
Namun dibalik itu semua, Rendra adalah orang yang jenius. Di usianya yang masih 22 tahun, dia sudah bisa menghafal berbagai jenis anatomi manusia dan buku tebal tentang ilmu bedah. Gilanya Rendra juga piawai mempraktekkan ilmu yang telah dipelajarinya. Akibat kejeniusannya, seseorang menawarkan Rendra untuk menjadi dokter di sebuah rumah bordil. Di sana dia mengobati wanita malam, pecandu, orang yang tertusuk atau tertembak, dan lain-lain. Masalah besar muncul ketika Rendra tak sengaja berurusan dengan seorang ketua mafia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25 - Departemen Bedah
"Tunggu dulu. Aku ingin minta penjelasan! Tapi aku ingin bertanya tentang sepedaku lebih dahulu. Ini sudah beberapa hari, apa sepedaku masih belum diperbaiki?" ujar Rendra. Menatap penuh selidik pada Edho.
"Lupakan sepedamu. Kau bisa pakai ini," tanggap Edho.
"Dimana sepedaku, Bang?" tanya Rendra.
"Em..." Edho melirik Aji. Saat itulah Aji angkat bicara dan mengatakan kalau sepeda Rendra tak bisa diperbaiki.
"Kau dengarkan. Sepeda butut itu buang saja," kata Endah.
Rendra menatap malas Endah dan Edho secara bergantian. Lalu menatap motor sport yang ada di depannya. Selanjutnya, Rendra kembali menatap Edho. Dia bisa melihat perbedaan kontras penampilan Edho dengan motor sport mahal tersebut.
"Apa nih motor barang curian?" tukas Rendra.
Edho sontak gelagapan. Namun dia menjawab dengan tenang. "Enak aja. Enggak kok!" bantahnya.
"Bang! Aku tuh udah kenal banget sama Bang Edho. Aku tahu Abang nggak sekaya itu buat beli motor ginian," pungkas Rendra.
"Oke. Aku mengaku. Tapi aku jamin ini motor aman. Pemiliknya punya banyak motor. Jadi nggak akan jadi masalah," ucap Edho santai. Kemudian bertanya pada anak buahnya yang bernama Diman selaku pencurinya. "Iyakan, Man?"
"Benar banget, Bang. Pokoknya nggak perlu cemas. Dan yang terpenting pemiliknya ini pejabat tukang korupsi. Motor yang kita ambil nggak seberapa dengan uang korupsinya," terang Diman.
Rendra tersenyum singkat. "Korupsi atau tidak, ini tetap barang curian. Dan aku tidak mau menerimanya. Dengar ya, Bang... Aku bahkan nggak akan menerimanya kalau Abang beneran beli," ungkap Rendra.
"Loh, kok gitu. Ini sebagai ucapan terima kasihku ke kamu loh, Ren. Kau nggak hanya pernah menyelamatkanku, tapi juga anak buahku," ucap Edho.
"Kalau Bang Edho merasa berterima kasih, menurutku lebih baik Bang Edho tobat aja jadi preman. Ya sudah, aku harus pergi. Ini sudah terlambat," tutur Rendra. Akan tetapi Edho sigap menghentikan dan menyuruh anak buahnya mengantar.
Rendra kali ini menolak. Dia memilih pergi menaiki bus. Kini semua orang hanya bisa menatap kepergian Rendra.
"Sudah kubilang, dia akan menolaknya," ucap Vanya seraya melipat tangan di dada.
"Tuh anak emang susah dipuaskan," sahut Endah.
"Menurutku dia terlalu naif," komentar Edho.
"Itu benar. Tapi aku rasa dia akan berubah jika sesuatu hal besar menimpanya," balas Endah.
...***...
Rendra benar-benar pergi ke rumah sakit dengan menaiki bus. Untungnya dia sampai tepat waktu. Kebetulan juga hari itu Rendra pindah tugas ke departemen bedah. Semuanya dilakukan mendadak karena keahlian yang diperlihatkan Rendra kemarin saat menangani banyak pasien.
Dibanding mahasiswa lain, Rendra menjalani rotasi klinis lebih cepat. Dokter pembimbingnya yang tak lain adalah Dokter Reza bahkan tak perlu berpikir dua kali untuk mengakui kecerdasan Rendra. Menurutnya orang seperti Rendra pantas mendapatkan keuntungan karena belajar sangat giat.
Di departemen bedah sendiri, Rendra harus bergabung bersama Vino. Itu tentu bukanlah masalah besar baginya.
Vino sangat kaget melihat kemunculan Rendra di departemen bedah. Melihat bagaimana pesatnya kemajuan Rendra, membuatnya semakin dengki. Apalagi Vino telah lama stuck di departemen bedah. Ia belum pernah dipindah ke departemen lain karena dianggap belum layak.
"Kau yang kemarin menangani pasien cedera kepala kan?" sapa Elena. Dokter senior di departemen bedah.
"Iya, Kak." Rendra mengakui dengan malu-malu.
"Kamu hebat sekali," puji Elena.
"Aku yakin pasti kau akan cepat lulus. Terus bisa dapat gelar dokter dengan cepat. Kalau lulus nanti, mau meneruskan spesialis atau tidak?" tanya Gilang. Dia juga dokter senior seperti Elena. Jujur saja, mereka merasa kagum dengan Rendra. Mengingat mereka sudah beberapa tahun belum lulus tugas koas. Itu semua tentu karena sulitnya proses tersebut. Tidak heran keduanya merasa kagum pada Rendra yang bisa melakukan rotasi klinis secara cepat.
Di ruangan itu, kebetulan juga ada Vino. Dia hanya memutar bola mata kesal. Apalagi saat melihat Rendra berinteraksi dengan Elena dan Gilang.
maaf thor,apa beneran umur mister man dan rendra gak beda jauh 🤭mister man kan pria paruh baya