Bagaimana rasanya satu sekolah dengan pembunuh berantai? Ketakutan? Tentu nya perasaan itu yang selalu menghantui Shavinna Baron Maldives. Anak perempuan satu-satu nya dari keluarga mafia terkenal. Mungkin ini akan terdengar cukup aneh. Bagaimana bisa anak dari seorang mafia ketakutan dengan kasus pembunuhan anak SMA?
Bukan kah seharus nya ia sudah terbiasa dengan yang nama nya pembunuhan? Pasti begitu yang kalian semua pikirkan tentang Shavinna. Memang benar dia adalah anak dari seorang mafia, namun orang tua nya tak pernah ingin Shavinna tahu tentang mafia yang sebenarnya. Cukup Shavinna sendiri yang berfikir bagaimana mafia dari sudut pandang nya. Orang tua nya tak ingin anak mereka mengikuti jalan mereka nanti. Lalu bagaimana nya cara Shavinna menghadapi kasus pembunuhan yang terjadi di sekolah nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iqiss.chedleon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TEROR
“Naureen,” panggil Jackson.
“Aish, mending kamu kembali aja deh ke circle kamu itu. Aku ga pernah bisa di terima di sana. Lagian yang di omongin Seanna itu bener,” balas Naureen dengan mata yang berkaca-kaca.
“Bagian mana yang bener? Jangan kaya gini ya, Naureen. Kita bicarain baik-baik, okey?” ucap Jackson yang berusaha menenang kan Naureen.
“KAMU PAHAM BAHASA MANUSIA GA SIH? SEMUA YANG DI OMONGIN SEANNA ITU BENER. TERMASUK AKU YANG BENCI SAMA JOVAN ITU BENER. KAMU HAMPIR MATI GARA-GARA AKU ITU JUGA BENER. AKU ITU GA PERNAH PUNYA PENDIRIAN YANG TETAP, JACKSON,” bentak Naureen.
“Tenang dulu ya? Itu ga bener kok,” Jackson masih saja berusaha tenang menghadapi Naureen.
Sementara itu di ruang musik mereka masih saling berdiam-diaman. Tapi tiba-tiba saja lampu di sana mulai mati secara perlahan. Dan speaker yang ada di dalam situ mengeluarkan suara aneh.
“Ini kenapa?” tanya Shavinna yang panik.
“Mending kita keluar dari sini,” ajak Riki.
Tapi saat mereka mulai berdiri, pintu keluar tertutup dengan sendiri nya. Karena panik Sebastian mencoba membuka pintu itu, namun seperti nya ada yang mengunci mereka dari luar. Sedangkan lampu mulai berkedap-kedip di susul angin kencang yang membuat tirai jendela terjuntai. Dan suara dari speaker itu semakin kencang yang membuat telinga kesakitan. Terasa sangat menyeramkan di dalam sana. Ditambah lagi ruang musik berada di lantai paling atas, akan sulit meminta pertolongan. Tapi dari luar terdengar suara seseorang yang berusaha membuka kan pintu. Akhirnya pintu itu terbuka dan mereka bisa keluar tanpa terluka sedikit pun.
“Kalian gapapa?” tanya Evan yang telah berusaha keras membuka kan pintu.
“Kamu kenapa? Kok banyak luka gitu?” sahut Shavinna yang terkejut melihat banyak luka dan darah di baju Evan.
“Kepala mu berdarah loh, Van,” tambah Seanna yang ikut syok.
“Gapapa, kita turun dulu dari sini,” ajak Evan yang bergegas turun ke bawah.
Mereka mengikuti langkah Evan. Evan terlihat sangat waspada dengan sekitar nya, seperti ada sesuatu yang berusaha melukai mereka. Dan akhirnya mereka bertemu dengan Jackson dan Naureen. Entah mengapa Evan terlihat lega setelah melihat mereka berdua. Ia langsung terduduk lemas sambil bersandar di tembok. Semua energi nya sudah habis sekarang.
“Kita ke UKS dulu,” sahut Shavinna.
Evan langsung di topang oleh Sebastian dan Riki menuju UKS. Mereka terlihat sangat khawatir pada Evan. Jackson dan Naureen kebingungan dengan apa yang terjadi. Di tambah lagi Shavinna, Seanna, Riki, dan Sebastian terlihat berantakan. Itu karena angin kencang dan teror yang terjadi di ruang musik tadi. Untung saja mereka tidak bertemu dengan murid-murid lain. UKS berada di lantai dua namun di bangunan yang berbeda dengan ruang musik. Untung nya area UKS sering sekali sepi karena jauh dari ruang kelas.
Penjaga di sana terkejut melihat Evan yang penuh luka seperti itu. Mereka langsung melakukan tindakan sebelum Evan kritis. Anak-anak yang lain di suruh menunggu di luar agar tak mengganggu.
“Ini kenapa sih?” tanya Naureen yang kebingungan.
“Kami habis di teror tadi,” balas Shavinna yang sebenarnya masih ketakutan.
“Hah? Kok bisa sih, ga mungkin lah. Kami ga ada lihat ada yang turun selain kalian. Siapa yang neror kalian?” jelas Naureen.
“Mendingan kita cek ruang audio deh. Kok bisa ruang musik speaker nya ngeluarin suara kaya gitu? Ini ga beres,” ajak Sebastian.
“Kalian aja, gue jaga di sini,” ucap Riki.
Akhirnya Sebastian dan Jackson yang pergi mengecek ke ruang audio. Saat tiba di sana, ruang audio sudah sangat berantakan. Seperti nya pelaku teror nya kurang berpengalaman. Melihat kerja mereka yang tidak rapi sama sekali. Terlebih lagi mereka meninggalkan barang bukti. Yaitu gelang perak dengan permata merah yang sedikit retak di tengah nya. Bukti ini membuat Sebastian dan Jackson terkejut. Sudah jelas bahwa pelaku nya adalah seorang perempuan.
“Permata nya retak. Tapi retakan nya ga ada di sini,” sahut Jackson.
“Gue tahu di mana retakan nya,” balas Sebastian yang langsung mengajak Jackson kembali ke ruang musik.
Saat sampai di ruang musik, Jcakson sangat terkejut melihat tempat latihan nya itu berantakan. Jackson ingin masuk ke dalam, namun di larang oleh Sebastian.
“Jangan gerak, ada yang aneh di sini,” bisik Sebastian pada Jackson.
Sebastian memang menemukan retakan itu, namun berada di dekat tangga. Padahal saat turun dari sana retakan permata itu masih berada di dekat pintu. Bagaimana bisa dia berjalan sendiri. Sudah jelas bahwa orang yang memiliki permata itu telah kembali lagi kesana. Dan dia menyadari kedatangan Jackson dan Sebastian. Meski Sebastian tahu pelaku nya adalah perempuan, namun melihat kondisi Evan yang tergeletak di UKS sekarang. Membuat Sebastian berfiki dua kali. Menurut Sebastian pasti pelaku nya itu sedang bersembunyi di dalam ruang musik. Sebastian langsung mengajak Jackson turun dari sana. Ia takut bahwa pelaku nya tidak hanya satu. Lebih baik mereka langsung pergi dari sana, dari pada mencari masalah yang merugikan diri mereka sendiri.
“Ada yang ngikutin kita,” sahut Jackson yang peka dengan sekitar.
Mereka berdua mempercepat langkah hingga akhirnya menemukan keramaian. Karena Edelweiss itu cukup besar, sangat banyak tempat-tempat yang menjadi sepi. Sebastian sekarang merasa kan apa yang dirasa kan Evan tadi. Pasti saat mereka turun dari sana ada juga yang mengikuti.
“Siapa mereka?” tanya Jackson tiba-tiba.
“Mereka? Lu liat mereka tadi?” tanya Sebastian balik.
“Iya, gue ngerasa ada tiga orang yang ngikutin kita,” jawaban Jackson membuat Sebastian semakin terkejut.
“SUMPAH? TIGA? Banyak banget cuy. Kita terlalu ceroboh balik kesana,” balas Sebastian yang mulai merinding.
“Kaya nya gue kenal salah satu nya. Karena dia sendiri yang ga pake topeng. Tapi gue ga terlalu jelas ngelihat nya,” tambah Jackson.
“SIAPA?” timpal Sebastian.
“Entah lah. Kaya nya kita sering ngumpul sama dia deh. Tapi ga masuk akal juga,” Jackson terlihat ragu dengan ucapan nya sendiri.
“Mending kita ke UKS dulu. Kita kasih lihat ke mereka,” ucap Sebastian yang langsung pergi ke UKS.
Saat tiba di UKS, ternyata semua teman mereka telah masuk ke dalam. Itu artinya Evan sudah bisa di jenguk.
“Kalian kok lama banget?” tanya Shavinna.
“Kami nemuin ini,” ucap Jackson sambil menunjukan gelang tadi.
“Eh, itu kan,” Evan terlihat akrab dengan gelang yang mereka temukan.
“Eh, gelang ini aku pernah liat,” sahut Naureen yang langsung mengambil gelang itu dari tangan Jackson.
“Kamu tahu siapa yang punya gelang ini?” tanya Jackson pada Naureen.
“Ini gelang nya Glori kan? Iya kan Shavinna?” tanya Naureen langsung.
“Hah? Ngga kok, punya Glori itu permata nya ga kaya gini,” jawab Shavinna dengan percaya diri.
“Masa sih? Tapi aku pernah nyita gelang ini deh. Kamu jangan bohong sama kami loh,” Naureen mulai terlihat memaksa.
“Bukan kok. Glori ga pernah pakai gelang kaya gitu,” sahut Evan tiba-tiba.
“Iya, gelang Glori ada yang mirip kaya gitu. Tapi ada ukiran inisial nya di dalam gelang itu. Coba kamu cek, ada gak?” tambah Shavinna.