Idola! kebanyakan orang pada umumnya, memiliki seseorang yang menjadi idolanya. Tidak soal kamu tua mau pun muda.
Seperti Freya Collie Lambert, gadis berusia dua puluh tiga tahun, diam-diam mengagumi seorang pria dewasa, yang semua orang kenal pria itu sangat kejam dan dingin.
Tidak tahu kapan persisnya, Freya sangat mengagumi sosok pria kejam itu, yang ia ingat, ia tanpa sengaja melihat pria itu membantai sekumpulan pria pembunuh bayaran dengan begitu kerennya.
Austin Chloe, tidak menyangka di usianya yang memasuki hampir empat puluh, yang tepatnya tiga puluh sembilan tahun, di kagumi oleh seorang gadis muda yang sangat jauh di bawah usianya.
Bagaimana sikap Austin Chloe, si pria yang dulunya di anggap semua orang pria sampah, menghadapi gadis muda dan polos yang jatuh cinta padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KGDan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 31.
*****
Menjelang jam empat pagi, Austin kembali memimpikan kejadian saat ia berusia enam belas tahun. Melarikan diri dari kejaran beberapa lelaki yang ingin menindasnya.
Nafas Austin tersengal karena berlari tanpa berhenti, jangan sampai ia tertangkap kembali. Kaki dan tubuhnya terasa sangat sakit sekali, hingga rasanya ia sudah tidak sanggup lagi untuk berlari.
Ia ingin hidup! ia harus bisa bertahan sampai mereka tidak dapat menangkapnya kembali. Ia seseorang yang layak untuk hidup, sama seperti semua orang pada umumnya.
"Aaaa... !!" Austin pun menjerit dengan kencangnya, saat tubuhnya terjatuh ke dalam tebing.
Dan Austin pun terjaga dari mimpinya, dengan tubuh banjir dengan keringat, dan nafas yang memburu seperti baru saja berlari jarak jauh.
Dok! dok! dok!
"Tuan! anda tidak apa-apa? Tuan... !!!"
Terdengar suara Asistennya dari luar pintu, dengan suara yang terdengar khawatir pada Austin.
"Aku baik-baik saja!!" jawab Austin.
Barulah suara dari luar pintunya, tidak terdengar lagi berisik memanggilnya. Austin menyeka keringat pada keningnya dengan menggunakan tangannya.
Ia kemudian turun dari tempat tidur, lalu memakai sandal kamarnya. Masih dengan memakai bath robe, Austin keluar dari dalam kamarnya.
Ia kemudian melangkah menuju lift, melewati beberapa anak buahnya, yang terjaga karena teriakannya tadi.
Austin menekan lift menuju rooftop. Angin menjelang pagi hari terasa sejuk menerpa tubuhnya, begitu Austin sampai di rooftop.
Ia melangkah menuju sebuah kursi kayu, lalu duduk perlahan masih dengan pikiran kusut, memikirkan mimpinya yang tragis.
Mimpi yang mengisahkan perjalanan hidupnya, antara hidup dan mati. Di mana ia saat itu kehilangan keluarga angkatnya.
Perlahan Austin menengadahkan wajahnya memandang langit, yang terlihat begitu cerah. Tampak bintang-bintang sangat jelas terlihat di atas sana.
Walau Austin sudah memasuki usia dewasa, dan memiliki sikap kejam pada dirinya, dalam membantai siapa pun menyinggungnya, ia masih memiliki sisi rapuh dalam dirinya.
Penyesalan yang sangat terdalam pada dirinya, kejadian saat ia koma selama hampir setengah tahun, di mana ia kehilangan keluarga angkatnya.
Perlahan dari sudut mata Austin menetes air matanya, memikirkan betapa ia merindukan keluarga angkatnya. Ia dengan lekat memandang langit tanpa berkedip.
Sekitar satu jam ia duduk di rooftop, untuk menenangkan dirinya. Setelah emosinya mereda, ia pun bangkit berdiri dari duduknya.
Hari ini ia ingin memakan makanan yang manis, untuk menghilangkan pikirannya yang kusut. Makanan penutup favoritnya.
Sudah jam setengah enam pagi saat ia kembali lagi ke kamarnya, melanjutkan tidurnya yang biasanya akan sampai jam sembilan pagi.
Sementara itu di sisi lain, apartemen sederhana Freya Collie Lambert.
Erick tidak dapat tidur semalaman, karena memikirkan akan uang seratus juta, yang ada dalam apartemennya.
Ia sangat khawatir, dan masih tidak percaya, dengan cerita Freya mendapatkan uang tersebut. Pikirannya tidak tenang menyimpan uang sebanyak itu dalam apartemennya.
Karena tidak dapat tidur memikirkan uang seratus juta, membuat Erick jadi tidak enak badan. Kepalanya terasa pusing.
Sudah jam tujuh pagi, dia hanya berbaring saja di atas tempat tidurnya. Sementara di luar kamarnya, ia mendengar Freya sudah bangun, dan terdengar sedang membuat sarapan mereka.
Di luar kamar Erick, dengan perasaan senang memikirkan sosok Austin di kepalanya, Freya memasak sarapannya dengan sang Ayah sembari bernyanyi kecil.
Menata sarapan yang telah ia buat di atas meja makan, dan membuat susu hangat untuk mereka berdua.
Setelah itu ia menutup sarapan agar tetap hangat, ia menuju kamar Ayahnya untuk membantu Ayahnya membersihkan diri ke kamar mandi.
"Papa.. !" panggil Freya menghampiri Erick yang terbaring di atas tempat tidur Erick.
Freya memegang tangan Ayahnya, dan tiba-tiba ia merasakan suhu tubuh Ayahnya tidak seperti biasanya.
"Papa, kamu demam!!" Freya jadi panik.
Ia menyentuh kening Ayahnya, dan benar saja! suhu tubuh Ayahnya tidak seperti biasanya.
"Papa, Ayo duduk! aku akan mengelap wajah Papa, jangan turun dulu dari tempat tidur sampai demam Papa sembuh!"
Freya membantu Ayahnya untuk bersandar di kepala tempat tidur, menyanggah punggung Erick dengan bantal. Setelah itu ia mengelap wajah Ayahnya dengan handuk hangat.
Tadinya akan sarapan bersama di meja makan, akhirnya hanya Freya saja yang sarapan di meja makan.
Setelah ia selesai memberi Ayahnya sarapan dan minum obat demam, Freya menelepon ke toko tempat ia kerja, memberitahukan kalau hari ini ia tidak bisa masuk kerja.
Ia harus menjaga Ayahnya sampai sembuh, baru lah ia tenang untuk kembali pergi bekerja.
Bersambung.......
Akhirnya Austin ketemu Erick🤗
lanjut