Istri yang dimanfaatkan olehnya telah tiada, meninggal dalam pelukannya. Wanita berwajah rusak yang tidak pernah lelah menunggunya.
"Bangun Foline..." gumamnya, tidak pernah mengijinkan pemakaman sang istri. Memeluk jenazah yang berada dalam peti mati dalam kamarnya.
Pemuda keji, yang menampik rasa kasih dari istrinya. Menghancurkan keluarganya, hanya demi ambisinya untuk memiliki segalanya.
"Sayang...jika aku dapat mengulangi waktu, aku tidak akan membiarkanmu menangis, tidak akan membiarkan jarimu tergores..." gumamnya hendak mengakhiri hidupnya. Kala bahkan tidak ada lagi rasa kasih dari keluarganya.
*
Namun, ada yang aneh. Otto Celdric tidak meninggal. Matanya terbuka mengamati ruangan, dirinya kembali ke masa 12 tahun lalu.
Mencari keberadaan istrinya, melindungi keluarganya, itulah yang akan dilakukan psikopat itu kali ini.
Menginjak tubuh orang-orang yang akan menghancurkan keluarganya.
"Kalian tidak ingin bermain lagi denganku?"
"Aaggh!"
"Adios!"
Dor!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Exit
Melangkah mengikuti sang kepala panti menuju ruangan kerjanya. Mata Eric menelisik, terdapat banyak foto anak-anak panti asuhan di ruangan ini. Bahkan ada beberapa foto Billy dengan beberapa anak.
Teh dituangkan nya ke dalam cangkir. Pria tua yang terlihat bersahaja. Ada beberapa pajangan berupa koleksi katana dan buku di tempat ini.
"Apa kamu ingin mengangkat anak? Kelihatannya kamu tertarik, tapi usiamu terlalu muda." Tanya Billy pelan.
"Aku ingin menjadi donatur tetap. Istriku ingin kami segera memiliki anak..." Eric terkekeh, sedikit menunduk.
"Begitu?" Billy menghela napas, mentimun sedikit teh."Sebenarnya aku sudah akan pensiun. Jadi tidak berhak terlibat urusan panti terlalu banyak. Tapi, panti asuhan ini mungkin akan dijual."
"Dijual?" Tanya Eric tidak mengerti.
"Ada yang menawar harga tanah panti dengan harga tinggi. Aku tidak dapat menghentikannya. Karena ini bersangkutan dengan keputusan yayasan." Billy menunduk menitikan air matanya. Jemari tangannya meraih salah satu foto dirinya dengan anak-anak panti asuhan, kemudian mengusapnya pelan."Panti ini sudah bagaikan rumah bagiku."
"Sayang sekali." Eric menghela napas kasar.
"Aku hanya dapat berharap tanah panti tidak akan pernah dijual. Kenangan di tempat ini terlalu banyak." Ucapnya pelan, pipi yang telah keriput, rambut putih yang tidak dapat membohongi usianya. Benar-benar bergerak pelan.
"Aku juga berharap demikian. Karena aku ingin membawa istriku kemari, mungkin dia akan memilih salah satu anak nanti." Eric segera bangkit, meletakkan amplop berisikan uang di atas meja.
"Kamu akan mengadopsi anak?" Tanya Billy.
"Mungkin, tapi anak-anak begitu menyebalkan mereka hanya dapat membuat kotor. Menurutmu lebih baik mengadopsi bayi, atau anak kecil?" Eric menghentikan langkahnya sedikit berbalik.
"Keduanya baik, anak-anak merupakan berkat dari Tuhan." Jawab Billy terlihat begitu tenang. Senyuman menyungging di bibirnya, wajah yang terkena sedikit cahaya matahari.
Kembali mata Eric menelusuri setiap sudut ruangan. Foto-foto Billy dengan beberapa anak, sungguh ruangan yang rapi.
"Paman, lain kali kita akan bermain..." Senyuman seindah fajar, menyungging di bibir Eric. Bagaikan malaikat baik hati.
Melangkah pergi tanpa permisi sama sekali. Eric kembali berjalan menelusuri lorong. Berpapasan dengan beberapa pengurus panti asuhan.
Tempat yang tenang dimana anak-anak tengah bermain. Tidak ada yang aneh, tidak sama sekali. Sekarang dirinya tinggal mencari teman keempatnya. Sang pembunuh berantai.
Apa pengurus panti? Tidak! Semua pengurus panti mati dalam kebakaran. Anak-anak? Tidak mungkin kan?
"Lebih mudah menangkap pelaku pembunuhan yang sudah terjadi, daripada pembunuhan yang belum terjadi." Keluh Eric.
Jemari tangan pemuda itu mengepal. Bagaimana caranya menangkap pembunuh yang bahkan lebih keji dan lebih pintar dibandingkan dengan dirinya. Bagaimana tidak? Sebelum waktu terulang sang pembunuh berantai tidak pernah tertangkap. Bahkan mengerahkan kepolisian federal tidak ada hasilnya sama sekali.
"Apa lebih baik membiarkan mereka mati saja..." Gumam Eric menatap ke arah anak-anak yang tengah bermain bersama seorang pemuda berkacamata.
Identitas pembunuh berantai yang tidak diketahui olehnya. Namun, siapa yang tidak tertarik untuk merekrut seseorang yang bahkan lebih cerdas dibandingkan dengan tim khusus yang dibentuk FBI.
Merekam semua tempat, Eric kembali melangkah berkeliling panti. Mungkin dirinya dapat beruntung menemukan sang pembunuh.
***
"Jaga kesehatan..." Itulah pesan yang disampaikan Billy, menepuk pundak Zhou.
"Ayah juga..." Zhou memeluknya erat. Hari ini semua administrasi telah selesai. Mereka harus melepaskan Billy yang telah puluhan tahun mengabdikan hidupnya untuk panti asuhan.
Pesta perpisahan kecil-kecilan dengan semua orang. Hingga mobil yang menjemputnya tiba. Billy melambaikan tangan tanda perpisahan.
Bahkan ada beberapa anak yang menangis. Sedangkan Zhou hanya melambaikan tangannya menahan air matanya.
"Ayah! Sampai jumpa. Aku akan mengunjungimu saat natal!" Teriak Zhou.
Namun mobil tetap melaju pergi meninggalkan area depan panti asuhan. Membawa sang pria tua yang ingin menghabiskan masa tuanya di panti jompo.
Raut wajah ramah berubah menjadi dingin kala menatap ke arah matahari terbenam.
"Apa tetap pada rencana semula?" Tanya sang supir yang masih konsentrasi menyetir.
"Tentu saja, yayasan ingin menutup panti yang sama sekali tidak membawakan keuntungan untuk mereka. Terlalu berbelit-belit jika mengikuti prosedur. Lebih baik langsung ratakan saja." Gumam Billy menampakkan wajah aslinya. Kakek tua ramah bersahaja entah dimana. Yang terlihat kini hanya harimau tua yang ingin membunuh puluhan anak kelinci.
"Kamu sudah lima tahun menjadi kepala panti. Bahkan belasan tahun menjadi pengurus. Apa kamu tidak---" Kalimat sang supir terhenti, kala mendengar Billy tertawa.
"Apa yang kamu tau? Aku membenci anak kecil. Jika bukan hanya dengan pekerjaan ini saja yang menerimaku seorang mantan narapidana. Tidak mungkin aku mau mengurus anak-anak yang bahkan baunya seperti kotoran hewan. Merasa menginjak lantai yang baru saja aku bersihkan. Merengek hingga aku tidak memiliki waktu untuk..." Billy menjeda kalimatnya sejenak.
"Cukup sudah aku bersabar. Orang yang sudah tua sepertiku digantikan dengan orang-orang yang masih muda (Pengurus panti yang baru). Lebih baik panti asuhan lenyap bukan..." Gumamnya.
Pria yang menyimpan segalanya penuh senyuman. Uang asuransi salam jumlah besar akan didapatkan olehnya. Ditambah uang fee dari yayasan yang menaungi panti.
Mengapa panti asuhan harus dibakar? Agar tidak ada jejak yang tersisa. Agar semua anak-anak sial yang begitu berisik itu mati, bersama dengan para pengurus panti yang terlalu ikut campur dengan urusannya..
"Mereka akan mati ..." Billy tersenyum menyeringai.
*
Seperti biasa pengurus panti yang begitu menyayangi anak-anak di panti asuhan ini. Membacakan cerita, barulah kala anak-anak terlelap mereka pergi.
Malam ini begitu dingin, begitu banyak orang dalam panti.
"Terry memang lomba bernyanyi lagi." Ucap salah seorang pengurus panti tersenyum.
"Aku memiliki mimpi ingin membuat paduan suara. Tidak! Orkestra! Anak-anak di panti asuhan ini benar-benar pintar, anak-anak yang manis dan penurut." Pengurus panti lainnya berucap.
Tidak ada yang orang yang menyadari, beberapa pria menyelinap masuk. Mengunci setiap pintu keluar di panti asuhan. Jendela yang dipenuhi dengan teralis untuk keamanan anak-anak menjadi penyebab utama tidak akan ada yang selamat.
Bau asap tercium dari area belakang gudang panti asuhan. Asap yang menyebar perlahan. Tepat pukul 11.30 sudah ada salah seorang pengurus yang menyadari. Berlari membangunkan semua orang. Anak-anak yang menangis, terbatuk-batuk akibat tebalnya asap.
"Kita akan selamat!" Ucap salah seorang pengurus, membimbing jalan mereka untuk pergi. Namun...nihil... semua tempat terkunci.
*
Zhou terbangun entah kenapa dalam apartemen sempit tempatnya tinggal. Meminum segelas air, ada rasa tidak nyaman dalam dirinya.
Menyalakan televisi hanya untuk sekedar mengusir rasa aneh dalam dirinya. Beberapa channel diganti olehnya.
Jam saat ini menunjukkan pukul 3 pagi. Hingga gerakan tangannya yang memegang remote terhenti. Berita tentang kebakaran sebuah panti asuhan menbuat tangannya gemetar. Terekam jelas, tempatnya menghabiskan masa kecil hingga dewasa habis tanpa sisa.
Tidak ada yang hal dalam otaknya. Hanya keselamatan anak-anak, dan kakak pengurus. Orang-orang yang bagaikan saudara baginya.
"Bertahanlah..." Gumamnya menitikkan air mata. Berdoa dalam hatinya semuanya dapat keluar dengan selamat. Mengingat panti memang memiliki akses keluar yang mudah.
😁😁😁😁😁