Valerie terpaksa menikah dengan Davin karena permintaan terakhir papanya sebelum meninggal. Awalnya, Valerie tidak tahu-menahu tentang rencana pernikahan tersebut. Namun, ia akhirnya menerima perjodohan itu setelah mengetahui bahwa laki laki yang akan dijodohkan dengannya adalah kakak dari Jean, pria yang diam-diam ia kagumi sejak SMA dulu, meskipun Jean pernah menolaknya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xxkntng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Sorry
Davin menuruni anak tangga dengan raut wajah panik, sorot matanya melirik ke setiap sudut ruangan, mencari sosok istrinya.
"Bi, lihat Agata?" tanyanya dengan nafas tersenggal.
Bi Oda, yang sedang sibuk membersihkan dapur seketika menoleh. "Non Valerie pergi dari tadi pagi, katanya sudah izin sama Den Davin," jawabnya.
"Pergi kemana?" tanya Davin, semakin khawatir.
"Saya juga nggak tahu, Den. Non valerie pergi masih pakai pakaian tidur, kayaknya ke rumah temannya," jawab Bibi Oda.
"Pergi dianterin siapa? sama mang ujang? " tanya davin panik.
"Tadi kayaknya naik ojek den, saya lihat sendiri non valerie pesen lewat onlen tadi."
"Saya pikir den davin beneran udah ngizinin non valerie pergi, jadi saya gak bisa ngelarang. " ucap bi oda merasa bersalah.
Davin menggeram kesal, tangannya mengacak rambutnya frustasi. Laki laki itu mencoba menenangkan diri, tetapi kekhawatirannya semakin menjadi.
-
Rumah Jena
"Lo kenapasi, sumpah, baru kali ini gue lihat lo nangis," ucap Jena heran.
"Perempuan kayak lo nangisin apa?" Jena menatap Valerie serius.
"Tumben juga lo datang ke rumah gue pagi-pagi, lo di izinin kan sama Pak Davin? atau jangan jangan lo kabur dari rumah." tanya Jena sekali lagi.
"Nanti kalau pak davin sampai tau istrinya ada dirumah gue, bisa mati gue val. Karir gue bisa bisa dipecat sama dia."
"Jenaaa, kenapa lo lebih perhatiin karir lo si daripada gue. " valerie menatap temannya itu kesal.
"Jawab dulu, lo nangis kenapa?"
"Pak Davin gak nyakitin lo kan?!!"
"Ceritain ke gue, lo kenapa?" tanya Jena, mencoba menenangkan temannya.
"Dia nyentuh gue," ucap Valerie disela isakannya.
Jena yang mendengar itu seketika membulatkan matanya, tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Ia menatap Valerie dengan penuh rasa syok.
"Lo beneran?!!"
"Lo serius val?!"
"Harusnya lo seneng dong." ucap jena heboh.
"Apaan sih lo?"
"Pahala lo pasti banyak banget deh kemarin malam, kan, lo udah ngelayanin suami lo," ucap Jena dengan nada menggoda.
"Pahala ngelayanin suami jauh lebih gede tau," tambahnya.
"Tapi dia maksa gue, gue nggak suka,"
"Gue nggak mau, pokoknya gue nggak mau, jena!"
"Terus gue harus gimana?" tanya Jena.
"Masa gue harus ngelabrak pak davin cuma karena dia nidurin lo. "
"Dia kan suami lo, wajar kan kalau dia minta jatah sama lo. "
"Lo nangisin hal yang bener-bener nggak jelas, gue jadi ikutan pusing," ucap Jena kesal.
"Gue kalau jadi lo, udah gue nikmatin tuh rasanya Pak Davin kayak gimana," ujar Jena dengan ekspresi menggoda.
"Gimana rasanya pak davin?" jena menaik turunkan alisnya.
"Sakit nggak?" Jena bertanya dengan ekspresi penasaran.
"Pantes aja jalan lo kayak pincang," Jena menambahkan, dengan tatapan sedikit menggoda.
"Lo ngeledekin cara jalan gue?" Valerie menatap Jena sinis.
"Sakit banget ya sampai jalan lo kayak gitu?" Jena bertanya dengan tatapan yang intimidatif.
"Gimana sih rasanya?"
"Enak atau sakit?"
"NIKAH SANA LO, RASAIN SENDIRI, GAK USAH NANYA SAMA GUE!" ujar Valerie kesal.
"Gue tidur di sini ya, gue mau tidur di sini, boleh ya, Jena?" Valerie menatap temannya dengan permohonan.
"Gak, kalau gue dipecat Pak Davin gara-gara nyembunyiin lo kayak gini gimana?" Jena membalas, khawatir dengan konsekuensi yang mungkin terjadi.
"Lo nggak kasian sama gue?"
"Jangan bilang kalau gue ada di sini, biarin aja dia nyariin gue,"
"Sumpah, gue kesel banget sama dia, Jena," ucap Valerie dengan nada penuh amarah.
"Kalau lo emang temen gue, plis, jangan bilang ke Davin kalau gue ada di sini," Valerie memohon dengan serius.
"Gue mau tidur seharian di rumah lo," kata Valerie dengan wajah lelah. "Kepala gue pusing, dari kemarin malam nangis."
"Salah sendiri nangis, harusnya lo seneng, bego," Jena berkata dengan kesal, sedikit jengkel dengan sikap Valerie.
"Bayangin aja kalau misalnya lo gak kabur kesini, lo pasti bangun bangun bisa lihat wajah ganteng suami lo itu sambil dipeluk dia."
"Gue mau berangkat kerja, kalau lo mau makan atau apa, semuanya ada di dalam lemari es, tinggal dipanasin lagi aja nanti," kata Jena sambil merapikan barang-barang di sekitarnya.
"Rumah gue udah bersih, awas aja kalau sampai gue pulang, semuanya berantakan," tambah Jena.
"Bawel,"
****
Kantor
"Kemarin malam waktu acara, kenapa buru-buru pulang?" Dilan menatap Davin serius, penasaran dengan kejadian kemarin malam.
"Gue rasa Ceza nyampurin obat aneh di dalam minuman gue," jawab Davin .
"Nafsu gue nggak bisa ke kontrol malam itu,"
"Obat perangsang?" Regan menaikkan alisnya, memastikan.
"Mungkin," jawab Davin.
"Pantes aja waktu gue lihat lo pulang, dia kelihatan kesel banget," ucap Regan.
"Padahal dia udah nyusun rencana biar bisa disentuh sama Pak Davin yang ganteng ini," lanjut Regan dengan nada menggoda.
"Berarti... nafsu lo terpuaskan ke Valerie dong?!" Dilan menyeringai, tak bisa menahan rasa ingin tahunya.
"Berarti lo sama Valerie udah...?" Dilan menghentikan ucapannya.
"Jangan bahas masalah seksual gue sama Valerie, lo nggak berhak," Davin mengingatkan dengan nada tegas.
"Gue kan temen lo," ucap Dilan meledek.
"Cerita nggak?!" sahut Regan, merasa penasaran.
"Ini first time lo sama perempuan kan? Gimana rasanya? Mantep kan?" tanya Regan dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu.
"Gue yakin lo bakal ketagihan," lanjut Regan dengan nada menggoda.
"Pantes aja ibu besar nggak masuk kerja, ternyata dia lagi......" Dilan menyambung dengan senyum nakal.
"Dia pergi dari rumah, marah sama gue karena kejadian kemarin malam," jawab Davin dengan nada serius.
"Kata jena tadi pagi, Agata ada dirumah dia," lanjutnya, menunjukkan kekhawatiran.
"Kenapa nggak lo susulin, hah?" Dilan bertanya, merasa bingung dengan sikap Davin yang tidak langsung bertindak.
"Setelah meeting selesai," jawab Davin, menenangkan diri. "Gue mau dia tenang dulu di sana."
"Gue bakal ngomong baik-baik sama Agata setelah dia tenang," lanjutnya, matanya penuh tekad.
"Istri lo nggak akan pernah bisa diajak ngomong baik-baik," kata Regan dengan nada serius.
-
Tok... tok... tok...
Valerie membuka pintu rumah, sorot matanya terkejut ketika melihat Davin yang berdiri di depannya saat ini.
"Ngapain lo di sini?" tanya Valerie, hendak menutup pintu rumah, namun Davin lebih dulu memegang pergelangan tangannya.
Davin dengan lembut menarik istrinya masuk ke dalam dan menutup pintu rumah. Ia mengajak Valerie duduk di kursi yang berada di ruang tamu.
"Kalau kamu marah sama saya, nggak masalah," kata Davin, mencoba tenang. "Tapi kalau mau kabur-kaburan kayak gini, saya nggak suka. Saya nyariin kamu dari tadi pagi, untung Jena berani jujur kalau kamu ada di sini."
"Kamu mau pulang atau tetap di sini?" tanya Davin, matanya penuh perhatian.
"Kalau kamu masih mau di sini, saya juga di sini," lanjutnya.
"Pokoknya gue nggak mau deket-deket sama lo lagi, nggak mau," Valerie menekankan ucapannya. "Lo udah jahat banget sama gue."
"Saya harus ngelakuin apa biar kamu maafin saya?" Davin bertanya dengan nada lembut.
"Gue nggak akan maafin lo," jawab Valerie marah.
"Balikin selaput darah gue, nanti gue bakal maafin Lo, bisa gak?! "
"Permintaan kamu itu aneh sekali, Agata," Davin balas dengan cemas.
"Ayo pulang, saya turutin semua kemauan kamu, asal bukan yang tadi," ajak Davin, mencoba meredakan suasana.
"Saya beneran harus minta maaf ke kamu pakai cara apa?" tanya Davin, berusaha mencari cara untuk menebus kesalahannya.
"Saya salah, saya tahu itu. Saya nggak minta izin ke kamu dulu," ucap Davin dengan rasa penyesalan.
"Ya terus kenapa lo nyentuh gue malam itu?" Valerie bertanya, masih penuh emosi. "Lo nggak tahu kan kalau itu sakit?"
"Lo nggak tahu, kan, kalau itu sakit banget?" Valerie melanjutkan, suara kesalnya semakin tinggi. "Gue harus nahan sakitnya sampai sekarang."
"Cowok cuma nerima enaknya doang, sedangkan cewek harus ngerasain sakitnya," ucap Valerie kesal.
"Kemarin malam saya memang lepas kendali," Davin mengakui, wajahnya penuh penyesalan. "Ceza ngasih obat ke dalam minuman saya, nafsu saya nggak bisa saya atur malam itu."
"Saya cuma punya kamu, saya nggak mau ngelampiasin nafsu saya ke orang lain selain istri saya," Davin melanjutkan dengan suara serius.
"Saya beneran minta maaf, Agata. Ini saya harus ngelakuin apa biar kamu maafin saya?" tanya Davin, hatinya penuh rasa bersalah.
"Kamu pulang ya?" pinta davin.
Valerie menatap suaminya dengan tegas, meski masih kesal.
"Nanti saya bantu obatin biar sakitnya nggak semakin parah," ucap Davin, mencoba menenangkan.
"What the fuck," Valerie terkejut dengan jawaban yang baru saja diberikan oleh davin.
"Lo mau mesum lagi kayak kemarin?!" Valerie menatap tajam pada Davin, marah.
"Gak akan," Davin menjawab dengan penuh keyakinan. "Promise," lanjutnya, sambil mengusap ujung rambut istrinya dengan lembut, berusaha menenangkan.