QUEENA NARANA, terlahir kembali setelah kematian tragis yang terjadi padanya.
dia meninggal di tangan adik kesayangannya sendiri, adik yang selalu dia manjakan, rawat dan jaga dengan hati-hati seperti berlian langka.
adiknya diam-diam membencinya dan selalu ingin membuatnya di benci oleh banyak orang, adiknya ternyata cemburu pada kehidupannya, dia iri pada kecantikan, prestasi, dan orang-orang yang mengidolakannya.
setelah terlahir kembali, Nara bersumpah untuk membalaskan dendam kepada adiknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hz. ceria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. kecurigaan tuan dimas
Ketika Lana kembali membuka matanya, yang dia lihat adalah ibu, ayah, dan kakaknya yaitu Nara sedang menatapnya dengan tatapan khawatir.
"Lara kamu baik-baik aja," Nara bertanya dengan nada khawatir.
Plak
Semua orang di buat terkejut dengan tindakan Lana, Lana tiba-tiba saja menampar wajah Nara dengan sangat keras, yang membuat tuan Dimas dan nyonya Sarah terkejut bukan main.
"nice ..," batin Nara
"Lana apa yang kamu lakukan," nyonya Sarah dengan nada terkejut, langsung mendekati Nara untuk melihat bagaimana keadaan," sayang kamu baik-baik saja?" tanya nyonya Sarah pada Nara dengan nada khawatir.
Nara tersenyum lembut yang membuat nya terlihat cukup menyedihkan di mata nyonya Sarah," mama aku baik-baik saja, jangan khawatir ini sama sekali tidak sakit." jawab Nara dengan nada lembut, dan pengertian seperti biasanya," mama, ayah tolong jangan salahkan Lana, mungkin Lana hanya terkejut dan tidak sengaja menampar wajah ku."
"terkejut apa!" tuan dimas dengan nada tak suka, tuan Dimas menatap Lana yang terlihat terkejut, meskipun tuan Dimas telah memanjakan kedua putrinya, tapi bukan berarti mereka bisa tumbuh dengan sesuka hati mereka bahkan tak mengenal sopan santun terutama pada orang yang lebih tua," Lana apa yang kamu lakukan? Kenapa justru menampar wajah kakak kamu sendiri, dimana sikap sopan mu lana ?" tuan Dimas dengan nada tegas
Lana terkejut menundukkan kepalanya, dia benar-benar tidak tahu, ketika melihat wajah Nara dia hanya ingin menampar wajahnya dengan keras, bukan hanya sekedar tamparan saja tapi Lana juga ingin merobeknya dan menghabisinya.
Lana tanpa sadar menatap tajam ke arah Nara, dan Nara membalasnya dengan senyuman sinis tanpa sepengetahuan kedua orang tua mereka.
Kedua tangan Lana terkepal dengan sangat kuat," maaf ...," ucap Lana dengan nada lemah, untuk saat ini dia tidak boleh membuat kedua orang tuanya marah, Lana dengan terpaksa harus mengakui kesalahannya, meskipun begitu Lana tetap enggan untuk menatap wajah Nara.
Tuan Dimas menatap Lana, entah mengapa Tuan Dimas selalu merasa kalau ada yang aneh dengan Lana putrinya, tapi dia tidak tahu di mana keanehan itu.
"apa begitu caramu meminta maaf Lana? Tatapan kakak kamu dan minta maaf yang benar," tegur tuan Dimas, Lana memang meminta maaf tapi dia sama sekali tidak menatap ke arah Nara yang membuat tuan Dimas sedikit kesal.
Lana mengepalkan kedua tangannya dengan semakin erat dan Tuan Dimas bisa melihat itu semua tapi tidak mengatakan apa-apa, ketika mereka kembali Tuan Dimas melihat Lana tergeletak di lantai, mereka dengan khawatir langsung membawa Lana ke kamarnya.
saat itu mereka juga bertemu dengan Nara yang akan turun ke bawah, melihat Lana tak sadarkan diri Nara langsung berinisiatif memanggilkan dokter untuk memeriksa keadaan Lana, tuan Dimas dan nyonya Sarah benar-benar sangat menghargai Nara karena bergerak cepat.
setelah di periksa dokter mengatakan kalau Lana hanya kelelahan, tapi tidak mengatakan dengan jelas Lana kelelahan karena apa. Tentu saja dokter tersebut sudah di instruksikan oleh Nara, berperan sebagai seorang kakak yang berusaha untuk melindungi adiknya, dokter itu langsung tersentuh dan akhirnya membantu Nara untuk menutupi segalanya.
"ayah tidak apa-apa jangan paksa lana, Lana baru aja sadar dari pingsannya mungkin aja Lana cuman bingung, aku gak papa kok jangan khawatir,"Nara dengan senyuman penuh pengertian dan sikap memanjakan yang sangat terlihat jelas untuk Lana.
Lana menatap Nara semakin tajam, selama ini dia sudah tertipu dengan sikap palsu kakaknya sendiri, Lana tentu saja tidak bisa menerima kenyataan itu. Sebenarnya lana tidak tertipu sama sekali, karena jika Nara tidak terlahir kembali maka Nara akan benar-benar jatuh di tangannya.
Lana kesal seharusnya dia yang mempermainkan kakaknya, bukannya justru sebaliknya.
"Lana kenapa kamu menatap kakak kamu seperti itu? apa begitu caramu mengakui kesalahanmu." tanya tuan Dimas sambil mengerutkan rekeningnya.
Lana langsung menundukkan kepalanya, kebenciannya terhadap kakaknya benar-benar sangat memuncak, sehingga Lana kesulitan untuk menutupi kebenciannya tersebut.
"maaf ayah, a-aku ..., benar kata kak Nara, aku cuma bingung dan nggak sengaja nampar wajah kak Nara. a-aku minta maaf kakak, aku benar-benar nggak bermaksud untuk menampar wajah kakak." Lana dengan ekspresi sedih menatap Nara.
Nara tersenyum lembut seperti biasanya, terlihat seperti kakak yang penuh dengan kasih sayang," gak papa kok, lagian gak sakit sama sekali."
"Nara bagaimana tidak sakit sayang, lihat pipi kamu jadi merah kayak gini, ini pasti sakitkan, jangan jangan pura-pura baik-baik aja dong sayang." nyonya Sarah yang terlihat khawatir.
"mama aku baik-baik aja kok, gak sakit sama sekali,"
"mama masih khawatir, mama ambilin es batu buat ngompres pipi kamu ya," nyonya Sarah dan langsung pergi, segera mengambil es batu untuk Nara.
Nara hanya tersenyum kecil," Lana apa kamu merasa jauh lebih baik sekarang?"
"a-aku baik-baik aja kakak," jawab Lana dengan nada tertahan, bagaimana bisa dia baik-baik saja, tubuhnya sekarang sudah kotor dan orang yang menyebabkan semua itu saat ini berdiri di depannya dengan penuh kebanggaan.
"baguslah kakak seneng dengernya, kakak tadi khawatir banget sama kamu. Tapi sekarang kakak lega karena kamu udah baik-baik aja," Nara tersenyum lembut, tapi Lana yang melihat senyuman itu justru merasa kalau saat ini Nara sedang menghinanya.
"Nara gue bakal bales lo, gue bersumpah bakal buat lo menderita, lo harus ngerasain apa yang gue rasain bahkan lebih dari semua ini," batin Lana dengan kebencian.
untuk pertama kalinya Lana merasa membenci kakaknya saja tidaklah cukup, dia sangat ingin menghancurkan kakaknya dengan tangannya sendiri tanpa bantuan dari siapapun, bersumpah akan membuat Nara merasakan penghinaan yang dia rasakan saat ini.
"Lana kenapa leher kamu merah-merah apa itu sakit?" tanya Nara dengan sengaja bahkan memasang wajah khawatir, melihat video bercinta mereka, Nara tahu itu sangat ganas dan wajar saja jika ada jejak yang tertinggal di tubuh Lana.
Lana cukup terkejut ketika mendengar perkataan Nara, tadi untuk menutupi bekas-bekas yang ada di tubuhnya, Lana dengan sengaja menggunakan sweater meskipun sangat kepanasan.
Tapi sekarang bajunya sudah berganti dengan kerah pendek, dan secara otomatis bekas-bekas yang tertinggal di tubuhnya terlihat.
Lana menatap ayahnya yang saat ini juga menatap ke arah lehernya," i-ini, ini a-aku tadi secara tidak sengaja makan keju, ini hanya reaksi alergi ku saja kakak, ini benar-benar hanya karena alergi" jawab Lana dengan terbata-bata.
Lana benar-benar sangat ketakutan saat ini apalagi melihat ayahnya menatap dirinya dengan tatapan yang sangat serius, Lana hanya bisa mencoba menutupi tubuhnya dengan selimut.
tuan Dimas menatap Lana, melihat bagaimana Lana berusaha untuk menutupi bekas yang ada di tubuhnya, tuan Dimas hanya bisa menutup matanya selama 2 detik dan kembali membukanya.
" Nara kamu bisa bicara dengan adik kamu, ayah masih ada kerjaan yang harus ayah urus." ujar tuan Dimas dan langsung pergi meninggalkan kamar Lana.
"baik ayah ...," jawab Nara dengan senyuman lembut, begitu tuan Dimas pergi Nara langsung melipat kedua tangannya dan tersenyum lebar sambil menatap Lana yang terlihat sangat gugup, bahkan ada ketakutan di matanya.
"ck, ck, ck, Lana .., Lana," ujar Nara berjalan mendekati Lana, berkata dengan nada pelan," ini belum seberapa Lana, karena permainan utamanya baru saja akan di mulai," setelah mengatakan itu Nara menjauh dan pergi meninggalkan kamar Lana.
Lana benar-benar sangat ketakutan saat ini, dia takut ayahnya akan melihat petunjuk yang ada di tubuhnya," apa yang harus gue lakuin sekarang, gue gak mau ayah benci sama gue ..., gak! gue gak mau di benci ayah atau Mama, kalaupun ada orang yang harus mereka benci itu nara bukannya gue!" gumam Lana dengan tatapan penuh ketakutan dan kegugupan," apa yang harus gue lakuin sekarang, apa ....? Aarghh," Lana sambil mengacak-acak rambutnya sendiri merasa sangat frustasi.