Di tengah hujan deras yang mengguyur jalanan kota, Kinanti menemukan seorang anak kecil yang tersesat. Dengan tubuhnya yang menggigil kedinginan, anak itu tampak sangat membutuhkan bantuan. Tak lama kemudian, ayah dari anak itu muncul dan berterima kasih atas pertolongan yang ia berikan.
Meskipun pertemuan itu sederhana, tidak ada yang tahu bahwa itu adalah awal dari sebuah kisah yang akan mengubah hidup mereka berdua. Sebuah pertemuan yang membawa cinta dan harapan baru, yang muncul di tengah kesulitan yang mereka hadapi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rhtlun_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 25
Setelah Bi Inah meninggalkan dapur, Kinanti menghela napas panjang. Wajahnya masih merah padam, ia merasa sangat malu atas kejadian yang baru saja terjadi. Ia menatap Julian dengan pandangan penuh kecemasan.
"Julian, aku sangat malu... Bi Inah melihat kita tadi." Ucap Kinanti dengan suara pelan, hampir seperti bisikan.
Julian tersenyum lembut, berusaha menenangkan wanita yang kini telah berhasil mencuri hatinya. "Kinanti, tenang saja. Bi Inah tidak akan mengatakan apa-apa. Aku percaya padanya, dan kamu juga bisa mempercayainya."
Kinanti hanya bisa mengangguk meskipun rasa malu masih membayangi wajahnya. Mereka berdua kemudian mengambil beberapa mainan Kenzo sebagai alibi dan berjalan kembali ke ruang tamu. Saat mereka tiba, Kenzo sedang asyik bermain, sementara Bi Inah tampak tersenyum canggung ke arah mereka. Suasana di antara mereka bertiga menjadi sangat canggung dan kaku.
Tak lama kemudian, suara langkah kaki dari pintu masuk mengalihkan perhatian mereka. Marta dan Adam baru saja kembali ke rumah. Marta, dengan tatapan tegas dan penuh kekecewaan, langsung menghampiri Julian.
"Julian..." Suara Marta terdengar dingin, "Kamu sangat tidak sopan meninggalkan rumah Hanah seperti itu malam itu. Hanah sangat sakit hati dan menangis karenanya."
Julian menghela napas panjang, berusaha menahan emosi yang mulai membara di dalam dadanya. "Mama, aku mohon... hentikan semua ini. Aku lelah dengan perjodohan yang terus Mama paksakan. Aku tidak ingin dijodohkan dengan Hanah atau siapa pun yang Mama pilih."
Marta menatap putranya dengan kekecewaan mendalam. "Tapi Hanah adalah pilihan yang baik. Dia berasal dari keluarga terhormat dan akan membawa banyak keuntungan untuk keluarga kita."
Adam yang melihat ketegangan di antara istri dan anaknya, mencoba menenangkan Marta. "Marta, beri Julian ruang. Dia sudah cukup dewasa untuk menentukan pilihannya sendiri."
Kinanti yang mendengar perdebatan keluarga itu merasa tidak nyaman. Ia menunduk dan berusaha tidak terlibat dalam perdebatan itu. "Kenzo, ayo kita ke kamar. Kak Kinanti akan membacakan cerita." Ajaknya lembut kepada Kenzo.
Kenzo mengangguk dan mengikuti Kinanti ke kamarnya. Bi Inah juga pamit pergi ke belakang, tidak ingin terlibat dalam perdebatan yang semakin memanas.
Marta masih belum mau mengalah. "Baik, Julian. Jika kamu tidak ingin dijodohkan dengan Hanah, aku bisa menerima itu. Tapi setidaknya pilih perempuan yang setara dengan keluarga kita."
Julian yang mendengar itu merasa kesal. Ia menatap ibunya dengan tegas. "Mama, aku yang akan menentukan pilihan hidupku sendiri. Aku tidak peduli apakah dia setara atau tidak dengan keluarga kita. Yang penting, aku mencintainya."
Setelah mengatakan itu, Julian berbalik dan berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Marta dan Adam di ruang tamu. Marta hanya bisa menghela napas panjang, merasa kecewa dengan sikap putranya. Adam mendekati istrinya, menepuk pundaknya lembut.
"Marta, biarkan Julian memilih jalannya sendiri. Kita tidak bisa terus mengekangnya. Dia berhak bahagia dengan pilihannya." Kata Adam, mencoba menasehati istrinya.
Marta menatap Adam dengan ekspresi penuh ketegasan. "Aku tidak merasa telah mengekang Julian." Ujarnya dengan nada tinggi.
"Aku hanya ingin yang terbaik untuknya. Perempuan yang akan menjadi istrinya haruslah setara dengan keluarga kita, bukan seseorang yang akan mempermalukan kita."
Adam menghela napas panjang, mencoba menenangkan istrinya yang mulai terpancing emosi. "Marta, kita harus memahami bahwa Julian sudah dewasa. Dia berhak memilih perempuan yang dicintainya, terlepas dari latar belakangnya. Kebahagiaan Julian lebih penting daripada status sosial."
Marta memutar tubuhnya, berjalan menuju tangga dengan langkah cepat. "Aku tidak ingin mendengar apapun lagi soal ini, Adam. Aku tahu apa yang terbaik untuk putra kita." Katanya sebelum menghilang di balik pintu kamar mereka.
Di kamar Kenzo, Kinanti duduk di tepi tempat tidur, mengamati bocah kecil itu bermain dengan mainannya. Namun, pikirannya melayang jauh, memikirkan percakapan antara Marta dan Adam yang tanpa sengaja ia dengar.
Kata-kata Marta terus terngiang-ngiang di telinganya, membuat hatinya terasa perih. Ia sadar bahwa ibunya Julian memiliki pandangan yang sangat tegas tentang status sosial, dan hal itu membuat Kinanti merasa cemas tentang masa depannya bersama Julian.
"Apakah hubungan kami akan berhasil?" Pikirnya. "Atau semua ini hanya akan berakhir buruk karena perbedaan kami?"
Kinanti tenggelam dalam lamunannya hingga suara ceria Kenzo membuyarkan pikirannya. "Kakak Kinanti, kenapa melamun?" Tanya Kenzo dengan wajah polosnya.
Kinanti tersentak, mencoba tersenyum dan menyembunyikan kegundahannya. "Ah, tidak apa-apa, Kenzo. Kakak hanya lapar." Jawabnya sambil tertawa kecil, berusaha mengalihkan perhatiannya sendiri.
Kenzo menatapnya dengan mata berbinar, tampak yakin dengan jawaban Kinanti. "Kalau lapar, kita makan saja, Kak." Ujarnya dengan semangat.
Kinanti mengusap kepala Kenzo dengan lembut. "Nanti, setelah kita selesai bermain ya. Ayo, kita lanjutkan bermain." Ajaknya, berusaha menutupi kegelisahan yang masih tersisa di hatinya.
Mereka pun melanjutkan bermain bersama. Kinanti berusaha menikmati momen kebersamaannya dengan Kenzo, meskipun perasaan cemas masih menggantung di benaknya. Ia tahu bahwa masalah status sosial yang dibicarakan Marta bukanlah hal yang bisa diabaikan begitu saja. Namun, Kinanti juga tahu bahwa ia harus kuat dan tegar, terutama di hadapan Kenzo yang selalu ceria dan penuh semangat.
Sambil bermain dengan Kenzo, Kinanti terus memikirkan langkah apa yang harus diambil. Ia tidak ingin hubungannya dengan Julian berakhir karena perbedaan pandangan dan status sosial. Namun, ia juga tidak ingin menjadi penyebab ketegangan dalam keluarga Julian.
Dalam hati, Kinanti bertekad untuk berbicara dengan Julian tentang perasaan cemas yang ia takutkan. Ia tahu bahwa komunikasi adalah kunci untuk menyelesaikan masalah ini. Meskipun takut akan reaksi Marta, Kinanti percaya bahwa Julian akan mendukungnya dan bersama-sama mereka akan mencari solusi terbaik.
Kenzo yang asyik bermain dengan mainannya tiba-tiba menoleh ke arah Kinanti. "Kakak Kinanti, kenapa diam lagi?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.
Kinanti tersenyum, menepuk bahu Kenzo dengan lembut. "Kakak hanya sedang berpikir, Kenzo. Tapi sekarang kakak sudah siap bermain lagi. Ayo, kita lanjutkan." Jawabnya dengan ceria.
Kenzo tertawa kecil dan melanjutkan permainan mereka. Kinanti merasa sedikit lega melihat senyum di wajah Kenzo. Ia tahu bahwa saat ini yang terpenting adalah membuat Kenzo bahagia. Meskipun hatinya masih dipenuhi oleh kekhawatiran, Kinanti berusaha untuk tetap kuat demi Kenzo dan Julian.
******
Di dalam kamar, Marta termenung memikirkan perdebatan yang baru saja terjadi. Ia tahu bahwa ia tidak bisa terus memaksakan kehendaknya kepada Julian. Namun, sebagai seorang ibu, ia hanya ingin yang terbaik untuk anaknya. Adam, yang mengikuti Marta ke kamar, duduk di sampingnya dan menggenggam tangannya dengan lembut.
"Marta, aku tahu kamu hanya ingin yang terbaik untuk Julian." Kata Adam dengan suara lembut. "Tapi, kita harus memberi Julian kebebasan untuk memilih jalannya sendiri. Kita tidak bisa terus memaksakan pandangan kita kepadanya."
Marta menghela napas panjang, matanya mulai berkaca-kaca. "Aku hanya ingin dia bahagia, Adam. Tapi aku takut dia akan membuat keputusan yang salah."
Adam menatap istrinya dengan penuh kasih. "Percayalah pada Julian. Dia tahu apa yang terbaik untuk dirinya. Kita hanya perlu mendukungnya dan percaya bahwa dia akan membuat keputusan yang benar."
Marta mengangguk pelan, meskipun hatinya masih diliputi oleh keraguan. Ia tahu bahwa sebagai orang tua, ia harus belajar melepaskan dan memberi kepercayaan kepada anaknya.
Sementara itu, Kinanti di kamar Kenzo terus berusaha menenangkan hatinya dan meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Dengan tekad yang kuat, ia siap menghadapi tantangan apa pun demi cinta dan kebahagiaan mereka.