NovelToon NovelToon
Waffle Caramel

Waffle Caramel

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Poligami / Teen School/College / Dijodohkan Orang Tua / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Rheanzha

Rin yang terpaksa harus merubah penampilannya saat berada disekolah barunya sebagai siswa pindahan, dikarenakan sebuah kejadian yang membuatnya tak sadarkan diri dan dirawat dirumah sakit.

Disekolah baru ini, Rin harus mengalami drama sekolah bersama primadona kelasnya serta dengan adik kelasnya. Serta rahasia dari sekolah barunya, bersama dengan identitasnya yang ingin diketahui teman-teman sekelasnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rheanzha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tamu Tak Diundang

Sudah satu minggu sejak Rin, Karin dan Nirmala melakukan pertunangan mereka. Mereka sudah melakukan rutinitas mereka kembali. Papillon Noir pun dibuka kembali beberapa hari yang lalu.

Keramaian di Papillon kembali lagi, namun ada beberapa hal yang berubah disana, kafe itu kini sudah menjadi bangunan 2 tingkat dan juga ada penambahan karyawan disana.

Aini dan Nirmala kini membantu mereka dikafe, Aini membantu yang lainnya sebagai pramusaji, sedangkan Nirmala dia berada dikasir dan Rin kini memegang penuh sebagai seorang barista. Sedangkan Karin dia membantu Fifi mengurus rumah, walaupun setiap paginya Tika masih datang membantu mereka semua.

Dinda kini lebih banyak diam setelah waktu itu Aini memberitahu mereka apa yang diketahuinya.

...***...

Malam ini langit sungguh bersih, tak ada satu pun awan yang melintang, taburan-taburan bintang masih berserakan diatas dan bulan tanpa malu sedikitpun merajai malam ini dengan bentuknya yang utuh.

Beberapa jenis makanan telah terhidang kan diatas meja buffet. Kata-kata selamat terus terlontarkan dari para tamu undangan untuk pertunangannya Rin dan pasangannya. Tak terkecuali dengan Ami, Tania, Olive, Sonya dan juga Dinda, mereka juga mengucapkan langsung ke Rin, Karin dan Nirmala.

Pesta malam itu masih berlanjut. Alunan-alunan musik klasik seperti Waltz, Beethoven, Chopin, mengalun diruangan itu, mengiringi mereka yang berdansa dan menemani mereka yang sedang menikmati makanannya.

Waktu terus berjalan dan kini sudah semakin malam, tamu-tamu pun sudah banyak yang pulang. Ada yang langsung pulang kerumah mereka yang terbilang cukup dekat, ada yang kembali ke penginapan mereka.

"Kita pulangnya besok aja, untuk malam ini kita tidur disini." ujar Luna ke mereka. "Seira, masih ada kamar kosongkan untuk mereka?"

"Hemp, masih ada beberapa kamar kosong, mau aku antar ke sana?" tawar Seira ke mereka.

"Kamar aku, nggak ada yang makainya, kan?"

"Aman Tante, kamar itu nggak ada yang pakai"

"Oke, kalian lebih baik istirahat deh." pinta Luna ke lainnya.

Seira mengantar mereka ke kamarnya, Annie juga ikut mengantar mereka. Rin, Karin dan Nirmala, mereka bertiga sudah lama kembali ke kamar mereka sendiri, Fifi masih bergabung dengan para Maid yang lainnya. Seira membagi mereka berlima untuk menempati dua kamar yang ada.

"Oh ya, kalian ada bawa baju ganti?" tanya Seira ke mereka.

"Kami tidak ada bawa pakaian ganti." jawab Tania.

"Mungkin kami pakai ini aja tidur nanti." sambung Olive.

"Kalau begitu, nanti aku suruh bawakan baju tidur untuk kalian, Annie yuk ke kamarku, kami permisi, Kak."

Setelah Seira dan Annie pergi, mereka memasuki kamar yang disediakan. Untuk Tania dan Sonya mereka satu kamar, sedangkan sisanya dikamar lainnya. Tidak beberapa lama, suara ketukan pintu terdengar didepan kamar mereka, namun hanya kamar Tania yang merespon, soalnya mereka berlima ada dikamar Tania.

Mengetahui kalau yang lainnya ada disana semua, Maid itu memanggil temannya yang didepan kamar Ami segera mendekatinya. Beberapa langkah dari mereka terlihat Aini bersama dengan seorang Maid mendekati mereka, membawa beberapa cemilan dan juga minuman tentunya.

"Ada apa?" sapa Aini ke Maid yang membawa pakaian ditangannya.

"Nona Aini-"

"Kak Yura." Aini langsung memotong ucapan Maid didepannya. "Kalau hanya kita, jangan panggil dengan nona, kan sudah Aini bilang panggil nama saja, Aini ini bukan siapa-siapa yang harus dipanggil nona segala, oke." ujar Aini.

"Iya, aku disuruh nona Seira memberikan baju tidur ini untuk tamu temannya tuan muda."

"Oh gitu ya, mereka kini dimana kak?"

"Mereka dikamar ini."

Mereka masuk ke kamar itu, Yura dan Mira memberikan baju-baju yang dibawanya ke Ami dan lainnya untuk dicoba, sedangkan Maid yang bersama Aini tadi meletakan troli berisikan cemilan dan minuman.

"Kak Lala, ini nanti biarkan Aini saja yang bawa ke dapur nya, makasih ya kak." tutur Aini.

Tania dan lainnya sudah mendapatkan baju yang pas dengan badan mereka, baju yang tidak dipilih dirapikan lagi oleh mereka.

"Kami permisi Non." tutur mereka bertiga ke Ami dan lainnya. "Aini, kalau sudah didapur, nanti panggil kami ditempat biasa oke." ujar Mira.

"Dadah sayang." canda mereka ke Aini.

"Oke Kakak." balas Aini.

Aini mengambil meja kecil yang ada diruangan itu, disusunnya enam buah gelas diatas meja itu dan dituangkannya minuman, diletakan beberapa kue diatas meja dan sisanya masih dibiarkan Aini di troli. Ami dan lainnya sudah selesai mengganti baju mereka dan bergabung ke Aini yang sudah duduk di kursi meja rias.

"Jadi, apa yang mau ditanyakan." ujar Aini ke mereka berlima.

"Pertama, untuk memastikan, apa benar kalau Rin itu seorang pangeran." ujar Olive yang masih tak percaya.

"Iya, benar, kak Rin memang seorang pangeran." jawab Aini sambil menikmati cemilannya dengan wajah datar. "Lalu, apa lagi yang mau ditanyakan." lanjutnya.

"Aini, aku ingin tahu, apa maksud dari perkataan Seira tadi di pesta, kalau kamu anggota baru keluarganya? Dan juga tolong ceritakan semua yang kamu tahu tentang semuanya." pinta Ami ke Aini dan lainnya mengiyakan agar Aini memberitahu mereka.

Aini berhenti mengunyah cemilan yang ada ditangannya, dia memasang wajah datar lagi. Aini menurunkan alisnya dan menyipitkan matanya. "Heeh ... kalian ingin aku menceritakan ke kalian semuanya, bukannya kalian sudah tahu semuanya ya, lalu kenapa minta aku menceritakannya lagi?" ujar Aini sembari bicara dia mengambil gelas minumnya.

Aini masih terus mengemil, seperti tak menghiraukan apa yang diucapkan Ami kedirinya. Mereka meminta Aini untuk menceritakannya, mereka tak ingin kalau mereka tidak mengetahui apa-apa, setelah melangkah sejauh ini

Aini menghela nafas panjang, namun tak melepaskan cemilannya. "Hemp, ya sudah deh, aku akan jawab apa yang akan kalian tanyakan tadi." jawab Aini. "Hemp, maksud Seira tentang aku anggota keluarga barunya, ya itu karena aku memang sudah menjadi bagian dari keluarga Veirnieq." jawabnya

"Pasti ada alasannya kan kamu bisa jadi bagian keluarga Rin, apa kamu kerja sebagai pelayan juga disini, soalnya kamu dengan tiga orang tadi sangat akrab, seperti nggak ada pembatas diantara kalian." tutur Olive.

Aini mencoba untuk menahan tawanya terhadap apa yang dikatakan Olive tentangnya. Aini menyudahi tawanya, saat yang lain memandangi dirinya dengan tatapan aneh.

"Um, sorry, aku bukan bekerja sebagai pelayan disini melainkan bekerja untuk Yang Mulia dan kerajaannya pastinya."

"Bekerja untuk Ratu? Sejak kapan?" ujar mereka berlima.

"Sehari setelah Maid itu menjemput mereka dari sekolah, aku juga dijemput dan dipertemukan dengan Mama." jawab Aini lalu mengemil lagi.

"Terus kamu disuruh bekerja sebagai apa oleh 'Mama' yang kamu maksud?" tanya Sonya.

"Hehehe ..." Aini menyeringai saat ditanya begitu oleh Sonya. "Aku disuruh bekerja sebagai anaknya." jawabnya memberikan senyuman licik dan jahil.

Mereka berlima sontak terkejut dengan Aini, sedangkan Aini, dia hanya memberi senyuman jahil lalu mulai memakan cemilannya lagi dan meminum minumannya. Aini terus menjawab apa yang di pertanyakan oleh mereka satu persatu dengan semaunya saja.

Sudah cukup lama mereka mengorek informasi dari Aini. Malam sudah semakin larut, mereka merasa cukup untuk menanyai pertanyaan-pertanyaan ke Aini.

Sonya, Tania dan Aini keluar dari kamar itu, dan mereka yang didalam bersiap untuk istirahat. Aini mendorong troli yang dia bawa tadi ke dapur, Sonya menyuruh Tania untuk duluan kembali ke kamar, karena dia ingin membantu Aini membawa troli itu.

Dentingan jam terus menggema setiap detik yang bergerak. Langit kini sudah terlihat cukup terang dan untuk kesekian kalinya, pagi selalu menyambut kehangatan matahari. Kicauan burung sekali lagi ikut menemani pagi.

Suara ketukan terdengar dari pintu kamar yang ditempati Ami dan juga kamar Sonya, ketukan terus terdengar sampai yang didalam membuka pintu itu. "Kalian sudah ditunggu dibawa untuk sarapan dan juga tolong kenakan ini." ujar kedua orang itu sembari memberikan pakaian ke mereka.

"Kami harus memakai ini. Tapi kami belum ada mandi dan juga kami masih berantakan." tutur Olive.

Maid yang ada dikamar Olive segera masuk dan membantu dia dan lainnya bersiap-siap, beda halnya dengan Sonya dan Tania, mereka setelah diberi pakaian itu langsung memakainya dan sudah bersiap, karena sebelumnya sudah diberi tahu Aini ketika Sonya menemaninya kembali ke dapur.

Setelah beberapa saat mereka segera menuju keruang makan bersama dengan Aini, sedangkan Maid tadi sudah kembali ke tempatnya. Aini berjalan sedikit didepan mereka, beberapa Maid yang lewat menyapa mereka.

"Selamat pagi, Nona Aini ..." mereka berhenti, menunduk, menyapa Aini lalu melanjutkan jalan mereka setelah Aini membalas sapaan mereka. "Pagi." ujar mereka menyapa Ami dan lainnya sambil berlalu

Sudah ada beberapa orang yang duduk dimeja makan. Rin, Karin, Nirmala, Seira, mereka sudah ada disana, dan juga Lia dan Tika beserta dengan dua orang yang duduk didekat Nirmala yang tidak dikenal mereka dan mereka juga mengambil posisi duduk mereka. Tidak beberapa lama setelah mereka duduk, orang yang sangat penting disana datang dan beberapa orang yang berjalan dibelakangnya.

Beberapa Maid dengan sigap melayani mereka untuk sarapan. Setelah sarapan, mereka melakukan kegiatan mereka masing-masing. Para orang dewasa, mereka tengah asik mengobrol, Aini, Nirmala dan Karin, mereka tengah bersantai di taman belakang. Rin, dia tengah berbicara dengan Nini, membahas sesuatu, karyawan Papillon, mereka membaur dengan para Maid yang disana. Melihat kelompok Ami yang terlihat tak tahu apa yang akan dilakukan, Seira mengajak mereka berlima bergabung dengan Karin dan lainnya dibelakang.

...***...

Segala persiapan sudah hampir selesai dilakukan, mereka sudah siap untuk membuka kafe. Bahan-bahan yang digunakan untuk menu kafe sudah disiapkan Raka dan Anna, peralatan-peralatan lainnya juga sudah siap.

Nana pergi keluar dengan membawa papan tulis kafe dan juga dia membalik papan yang tergantung di pintu kafe. Beberapa pengunjung yang sudah menunggu memasuki kafe lalu menempati kursi-kursi yang kosong. Mereka segera memesan pesanan mereka.

"Mala, bisa tolong bawakan kopi arabica dan juga beberapa herb tea digudang, ajak yang lain kalau tidak bisa membawanya sendirian" pinta Rin ke Nirmala. Dia masih meracik kopi dan teh pesanan pelanggan.

Nirmala langsung pergi dan mengajak Ratih untuk membantunya yang kebetulan dia yang paling dekat dengan Nirmala saat itu. Beberapa pengunjung datang lagi.

"Selamat datang." sapa Nana ke kelompok pengunjung itu. "Mau duduk dimana, disini atau dilantai atas" tawarnya ke mereka.

"Maaf, ini benaran kafe Papillon Noir kan?" tanya salah satu dari pengunjung itu.

Nana merasa aneh dengan pertanyaan pengunjungnya itu, seharusnya dia sudah tahu sebelum masuk tadi jelas terpampang papan nama kafe ini. Nana lalu menjawab pertanyaan aneh itu, "iya, ini memang kafe Papillon Noir, ada apa ya?" tanya Nana balik.

"Apa kami bisa bertemu dengan Rin, Rin Astav." ujar seorang wanita yang ada di kelompok itu.

Nana kembali lagi bertanya-tanya dengan pengunjung ini, ada kepentingan apa dia mencari Rin, "Lead, ada yang mencari mu." ujar Nana yang langsung memanggil Rin di posisinya berada.

"Dimana orangnya kini?"

"Mereka disana." Nana menunjuk kearah yang mencari Rin.

"Kamu gantikan aku, lanjutkan buat pesanannya."

"Siap, Lead."

Rin berjalan mendekati mereka, "ada perlu apa mencari saya, apa kalian mau memesan tempat atau mau mengorder sesuatu?" ujar Rin ramah ke mereka.

"Kami tidak ingin memesan tempat ataupun mengorder sesuatu." balas salah seorang diantara mereka.

Rin menghela nafas, kemudian melipat tangannya didada. "Terus, mau apa kalian kemari?" ujar Rin mengubah intonasinya dengan sinis.

"Kami ada perlu dengan kamu Rin, kami ingin membicarakan sesuatu ke kamu."

"Kita pindah ke sebelah, aku tidak mau mengganggu pengunjung yang lain." ajak Rin pergi kerumahnya.

Mereka mengikuti Rin kerumahnya. Ekspresi Rin seperti tak mengharapkan kehadiran mereka didekatnya. Nirmala dan Ratih sudah kembali dari gudang membawa apa yang dipinta oleh Rin.

"Kemana?" tanya Nirmala saat mengetahui Rin tidak ada disana lagi.

"Oh, Lead. Dia kerumah, tadi ada tamu yang mencarinya." jawab Nana.

"Oh gitu ya. Oh iya, disana masih ada nggak Chamomile Tea?"

"Nggak ada, digudang gimana, nggak ada juga?" Nirmala mengangguk. "Kalau begitu, coba ambil dirumah, dan sekalian ambil juga gula balok ya."

Dirumah, Karin tengah asik menyapu dan merapikan rumah. Kini tidak setiap hari Tika membantu mereka, hanya dari hari senin sampai jum'at saja dia disana. Karin tengah merapikan ruang tamu, dia keheranan saat melihat Rin kembali kerumah dengan wajah yang kesal.

"Ada apa, kenapa kamu terlihat kesal?" tanya Karin saat Rin didekatnya. Belum sempat dia mendapat jawabannya, beberapa orang masuk juga kerumah setelah Rin, Karin paham apa yang membuatnya memasang wajah begitu.

"Kamu temani mereka dulu disini." ujar Rin lalu berlalu masuk kedalam.

"Hei ..." teriak Karin ke Rin yang pergi begitu saja. "Maaf ya kalau tidak enak untuk dilihat, lagi bersih-bersih soalnya." ujar Karin dengan serbet dan juga kemoceng dikedua tangannya. "Oh iya, silahkan duduk." Karin menawarkan ke mereka untuk duduk begitupun dengan Karin. Mereka melihat dengan aneh saat Karin juga duduk bersama mereka. "Maaf, kalau boleh tahu, kalian ini siapa ya, dan juga ada keperluan apa."

"Eh maaf, kami belum mengenalkan diri, saya Dimas dan ini teman saya."

"Tata."

"Wira."

"Ari."

"Tari."

"Okta."

Mereka mengenalkan diri mereka satu persatu. "Kami ini teman sekelas Rin disekolah lamanya." sambung Dimas setelah yang lainnya mengenalkan diri.

"Oh kalian teman lamanya Rin. Kalian ada perlu apa dengan dia?" tanya Karin ke mereka.

"Kami ada yang ingin dibicarakan sama Rin, anu, e, mbak." tutur Tata.

"Oh maaf, saya belum mengenalkan diri saya ya." Karin tersenyum. "perkenalkan, saya Karin." sekali lagi memberikan senyuman.

"Mbak, Rin nya tadi kemana ya?" tanya Wira ke Karin.

"Jangan panggil mbak, panggil Karin aja. Saya nggak tahu dia kemana, yang jelas, dia menyuruh saya untuk menemani kalian, lalu dia masuk kedalam." ujar Karin.

Mereka semua terdiam, belum tahu apa yang ingin dibicarakan, sampai salah seorang diantara mereka angkat bicara karena penasaran dengan Karin.

"Maaf sebelumnya, mungkin saya terlihat lancang, apa kamu pembantu disini, kalau iya, bisa tolong panggilkan Rin nya kini." ujar Ari penasaran dan juga bosan untuk menunggu lagi dengan nada sedikit sombong.

Seketika itu ekspresi Karin berubah kesal mendengar penuturan dari Ari, rasanya ingin untuk meneriakinya. Namun saat itu ada yang menghentikannya tanpa sadar.

"Kak Rin nya mana?" ujar Nirmala memasuki rumah dan bertanya ke Karin, mengetahui Rin tidak ada diantara mereka.

"Dia ada di dalam, tapi nggak tahu dimananya." jawab Karin.

"Didalam ya."

"Nirmala ..." ujar mereka serempak. "Kamu disini juga." lanjut mereka.

Nirmala memasang wajah kebingungan melihat kearah mereka. "Maaf, apa kita pernah bertemu ya." ucap Nirmala bingung. Mereka tidak mengira kalau Nirmala tak mengingat mereka.

"Nyonya ..." ucap seseorang yang keluar dengan membawa troli berisi kue dan juga minuman, menggunakan pakaian pelayan seperti yang ada di film-film. Mereka semua terkejut saat melihat dia keluar menemui mereka dan juga seribu tanda tanya dikepala mereka tentang apa yang diucapkannya tadi, Karin dan Nirmala ditatap bergantian oleh mereka.

"Kak Rin ada dimana kini?" tanya Nirmala ke Fifi yang sedang meletakan kue dan minuman dimeja.

"Kalau Nyonya mencari Tuan, beliau sekarang lagi dikamar, ada yang mau diambilnya, kata beliau ke saya tadi." jawab Fifi ke Nirmala. "Masih ada yang diperlukan lagi, Nyonya?" tanya Fifi ke Karin.

"Untuk sekarang nggak ada yang diperlukan, dan juga sekalian bawa ini juga ya." pinta Karin ke Fifi agar membawa serbet dan kemoceng nya.

"Baik Nyonya." Fifi mengambilnya. "Saya permisi." Fifi lalu meninggalkan mereka dan membawa kembali troli kue itu ke dapur

Nirmala tersadar dari lamunannya mengingat-ingat wajah tamu-tamu itu, namun dia tak mengingat apapun, "kak Thea, aku tinggal ya." ujar Nirmala ke Karin lalu pergi meninggalkan mereka. "Fifi, tunggu, bisa bantu aku."

Mereka benar-benar tak mengerti dengan semua obrolan mereka tadi, dengan segala situasi yang terjadi barusan.

"Ayo silakan diminum dan dicicipi kuenya, jangan sungkan." tutur Karin, menawarkan ke mereka yang terdiam dari tadi.

"E, ah, iya, makasih, Mbak." jawab mereka tergagap.

"Aduh, kan sudah saya bilang, panggil Karin saja, apa perlu saya kenalkan diri saya sekali lagi dengan benar, agar tidak merasa canggung dan jadi salah paham, benarkan!" tutur Karin dan tersenyum kearah Ari bermaksud untuk menyindirnya, seketika itu Ari langsung terdiam melihat senyuman Karin yang jelas-jelas sangat berbeda artinya.

"Baiklah, nama saya Karin Althea, umurku juga baru 16 tahun, kita ini seumuran, jadi nggak perlu berbicara terlalu formal, oke, dan juga, saya, pemilik rumah ini." Karin menatap serius kearah mereka lalu tersenyum ramah.

Ari benar-benar diam sekarang, memikirkan apa yang tadi sudah dia katakan ke Karin.

"Kami minta maaf ya, kalau tadi ada terlintas berpikir kalau kamu itu pembantu disini, dan kebetulan Ari yang bertanya langsung ke kamu dengan sikapnya yang songong itu. Kami minta maaf ya." tutur Okta meminta maaf dan menyikut Ari.

"Iya, nggak apa kok, aku sudah paham, lagian penampilanku ini bisa bikin orang salah paham kan, dicicipi juga kuenya."

Setelah ditawari Karin, mereka akhirnya mencicipi juga beberapa kue yang disuguhkan. Untuk beberapa saat mereka hanya saling berdiam, mereka menikmati waktu mereka memakan kue itu. Mereka berbincang-bincang seadanya.

"Maaf ni Karin, kalau boleh tahu hubungan kamu dengan Rin apa? Dan kenapa Nirmala ada disini juga?" tanya Tata ke Karin.

"Oh Nirmala, memangnya kenapa dengan dia, kalau dia ada disini, Nirmala itu sekolah disini dan juga dia tinggal dirumah ini, jadi wajar kalau dia ada disini." jawab Karin.

"Nirmala tinggal disini? Satu rumah dengan Rin juga" ujar mereka kaget.

"Iya, dia tinggal disini bersama Rin, tentunya dengan aku dan Fifi juga. Dan juga beberapa karyawan Rin yang juga tinggal disini." jawab Karin dengan ekspresi wajah yang tak paham.

"Oh, begitu ya." ujar mereka. "Lalu hubungan kamu dengan Rin dan Nirmala apa, kenapa dia tadi menyebut kalian nyonya dan tuan, ya kalau kamu aku paham soalnya kamu bilang kamu pemilik rumah, pasti jelas kalau kamu itu majikannya, kan." ujar Tata panjang lebar. "Oh, maaf, aku bukan bermaksud untuk ikut campur urusan kalian, aku hanya penasaran aja, maaf ya."

"Iya nggak apa. Emmp, kalau menurut kalian, kelihatannya hubungan kami ini seperti apa?" tanya Karin ke mereka.

Mereka bingung harus menjawab apa. Apa yang terlihat diantara mereka itu. "Yang aku lihat sih tadi itu, kalian seperti adik-kakak, apa kalian ini bersaudara." ucap Wira.

"Menurut aku kalian bukan sekedar kakak-adik deh, boleh nggak aku tanya sesuatu?" pinta Tari, Karin mempersilahkannya. "Kenapa kamu pakai cincin yang sama dengan yang dipakai Nirmala dan juga kalau tidak salah lihat Rin juga memakainya deh, dan anehnya kalian memakai dijari dan tangan yang sama." lanjutnya.

"Kalau itu kalian bisa tanya langsung ke dia." ujar Karin menunjuk kearah Rin sambil meletakan beberapa barang dalam kotak dimeja. "Jika kalian ingin dengar dari saya jawabannya ... ra-ha-si-a."

"Ada apa sih pakai rahasia segala, memang apa yang kalian bicarakan." tutur Rin penasaran.

"Kasih tahu nggak ya, kalau itu kamu tanya sama temanmu saja deh." balas Karin.

Tidak lama setelah Rin berada diantara mereka, Nirmala keluar dengan membawa box yang didepannya. Rin terkejut melihat Nirmala yang keluar dari dalam.

"Mala, apa yang kamu bawa? Yang aku pinta tadi sudah diambilkan?"

"Iya kak, sudah Mala ambil. Ini, ini gula yang dipinta kak Nana dan bubuk Chamomile, soalnya digudang sudah habis." jawab Nirmala.

"Sudah habis ya, nanti coba cek lagi apa saja yang sudah habis, dan juga suruh Sari atau siapa saja yang belanjanya." tutur Rin

"Nggak usah, kamu catat aja apa yang perlu dibeli, biar aku sama Fifi yang belanjanya" Karin mengajukan diri pergi belanja. "Sekalian mau beli kebutuhan untuk dapur juga."

"Oke kak, ya sudah aku kembali ke kafe ya." Nirmala langsung pergi.

Karin bangkit dari duduknya. "Kalau begitu aku juga permisi, orang yang kalian tunggu sudah datang kan, ku rasa kalian perlu ruang untuk berbicara kan." ujar Karin kemudian berjalan meninggalkan mereka.

"Thea, tunggu." Rin menghentikannya. "ini ..." Rin memberikan kartu kreditnya ke Karin. "Kunci mobilnya ada diatas meja dikamar." sambungnya, "oh iya, satu hal lagi, nanti sekalian singgah ke rumah, Papa tadi bilang ada yang mau dibicarakannya, jadi kamu aja ya kesananya."

"Sudah ..." ujar Karin kesal ke Rin. "Masih ada lagi nggak?"

"Nggak ada lagi, Cuma jangan lupa aja yang ku bilang tadi."

"Iya bawel." Karin langsung pergi setelah selesai bilang begitu.

Dimas dan lainnya hanya memperhatikan mereka, saat Nirmala yang muncul lagi sampai percakapan singkat Rin dan Karin yang terlihat sangat intim hubungan mereka yang dilihat Dimas dan yang lainnya. Rin lalu duduk ditempat Karin tadi duduk. Mereka penasaran dengan kotak yang dibawa Rin.

"Rin, apa ini?" tanya Ari penasaran.

"Oh itu, itu beberapa barang yang ku pinjam dari kalian. Jadi, apa yang ingin kalian bicarakan?" tanya Rin memulai pembicaraannya.

"Sebelumnya kami minta maaf ke kamu Rin. Kami tahu kalau kamu mungkin tak bisa tuk maafin, kami juga tahu kok kalau kami tidak pantas untuk mendapat maaf dari kamu, tapi yang pastinya kami sungguh minta maaf atas kejadian dulu." tutur Dimas.

"Kamu bebas kok Rin mau maafin kami atau nggak." sambung Tata.

"Dan juga kami kesini untuk berkunjung, bermain lagi dengan mu." tutur Tari, yang lainnya mengangguk dengan memasang senyuman.

Rin mendengarkan dengan serius apa yang diucapkan teman lamanya itu. Tampak sungguh wajah yang penuh penyesalan di wajah mereka disaat mereka meminta maaf ke Rin. Rin menghela nafas panjang, mengatur nada bicaranya.

"Ya, aku sudah maafin kalian kok, aku juga tidak mau lagi mengingat-ingat hal itu lagi."

"Benaran Rin, makasih dah mau maafin." ujar mereka semua, wajah mereka mulai terlihat berseri lagi.

"Aku mau tanya satu hal. Kalian tahu alamat ini dari mana?"

"Hah, kamu tidak ingat, bukannya kamu yang meninggalkan alamatnya." jawab Tata.

"Aku tinggalkan alamatnya? Astaga, pasti karna itu, tapi bukannya aku hanya ngasih ke ibu Lina dan Nirmala saja, tidak dengan yang lain, kok bisa?" tutur Rin yang tak mengerti.

"Apa kamu lupa dengan kebiasaan bu Kepsek?" tanya Wira ke Rin.

"Saat kamu berpapasan dengan kami waktu itu, setelah itu kami bertemu dengan ibu Lina didepan mading, dia sedang menempel pamflet di mading, bertulisan 'Papillon Noir Cafe', jadi kami tanya apa itu." sambung Tata.

"Dan seperti biasanya, ibu Lina menjelaskan segalanya ke kami, kalau itu dari Rin dan kafe itu punya Rin. Jadi kami tahu dari beliau, karena pamflet itu." tambah Tari. Rin hanya memasang wajah bodohnya.

"Ya sudah deh, untuk apa juga aku marah, kalian juga sudah pada tahu. Tapi ada satu hal yang mengganjal di pikiranku, kalau kalian sudah tahu dari waktu itu, kenapa baru sekarang mainnya."

"Maaf Rin, sebenarnya kami waktu itu masih belum berani untuk main ke tempatmu Rin." tutur Dimas.

"Lalu sekarang gimana?" tanya Rin.

"Sekarang gimana ya ..." mereka semua terlihat bingung untuk menjawab.

"Maaf Rin, mungkin ini terlihat seperti alasan, tapi karna ini juga kami punya alasan untuk berani main kesini." ujar Okta.

"Maksud kalian apaan sih?" Rin merasa kebingungan.

"Sebenarnya, kami bukan sekedar main kesini untuk bertemu kamu saja, kami kesini juga membawa amanat dari Kepsek." tutur Ari.

"Sebagai sahabat, kami benar-benar ingin bertemu kamu, dan juga sebagai anggota OSIS kami ingin memberikan kamu ini." Dimas memberikan dua amplop ke Rin yang bertulisan Rin dan satu lagi Nirmala.

"Apa ini?" tanya Rin sambil memandangi kedua amplop itu. "Bisa kalian jelaskan langsung saja." lanjutnya.

"Itu undangan untuk kamu, dan kebetulan Nirmala juga disini, sekalian kasih untuk dia juga." jawab Tari.

"Undangan, undangan apaan?" tutur Rin masih tak mengerti.

"Rin, aku ingin kamu berjanji satu hal." tutur Okta ke Rin agar dia berjanji satu hal ke mereka. "Aku ingin kamu jangan marah ataupun merasa tersinggung mendengar ini nanti." lanjutnya lalu menyikut Wira agar dia yang menjelaskannya.

"Tunggu dulu kenapa aku harus berjanji begitu?" tutur Rin sambil memandangi mereka. "Oke, oke, aku lakukan tapi aku tak berjanji." lanjutnya setelah melihat ekspresi memohon mereka.

Wira mulai menjelaskan maksud dari amplop itu, memberitahukan isi dari undangan yang dibicarakan mereka tadi dan juga alasan kenapa Okta meminta agar Rin jangan marah ataupun tersinggung.

"Beberapa hari yang lalu kami rapat OSIS untuk pembentukan panitia acara ultah sekolah, nah saat panitia sudah dibentuk, dan juga susunan acara sudah disusun, ibu Lina datang memberitahu kami ada satu acara tambahan lagi saat dihari akhir kegiatan. Acara inilah yang menjadi permasalahan di undangan itu dan juga acara ini ditujukan untuk kamu Rin dan juga secara tidak langsung untuk Nirmala juga." ujar Wira memberitahu Rin.

"Memangnya acara apaan sih yang ditujukan untuk aku."

Wira menarik nafas panjang sebelum dia menjawab pertanyaan Rin barusan. "Sebenarnya acara itu bukan pihak sekolah yang buat. Acara itu dibuat untuk sekolah kita aja yang terlibat, soalnya beliau memohon kepada kepala sekolah agar dibuatkan acara ini untuk meminta maaf ke kamu soalnya, anaknya sebentar lagi masa hukumannya berakhir, karena ibu Lina merasa tidak enakan dengan beliau, jadi acara itu dibuat setelah kegiatan HUT sekolah berakhir."

"Jadi, maksud kalian acara ini dibuat untuk aku saat dia sudah bebas untuk minta maaf?" ujar Rin menaikan nada bicaranya.

Disaat itu juga Rin mengangkat tangannya dan, 'Prakk', suara dari hantaman tangan Rin tepat mengenai vas kaca disebelahnya. Suara itu lumayan keras terdengar, membuat Karin dan Fifi sontak berlari menghampiri asal suara itu.

"Apa kalian pikir aku ini sebuah mainan, untuk apa acara itu hah, apa agar bisa mempermalukan ku lagi." saat ini Rin benar-benar marah. Dia tak menyadari kalau darah mulai menetes dari tangannya.

Wira dan lainnya sungguh terkejut saat Rin memukul vas itu dan marah ke mereka semua hingga membuat mereka tak bisa berkata-kata lagi. Fifi dan Karin sudah didekat mereka dan betapa terkejut dia saat darah mengalir dari tangan Rin, Karin langsung teriak mendekati Rin.

"Ya ampun sayang, apa yang kamu lakukan sih, coba lihat tangan kamu berdarah tu, kamu tuh selalu saja nggak bisa ditebak deh orangnya." Karin asik memarahi Rin sambil mengambil tangan Rin yang terluka. "Fifi, ambil P3K." pinta Karin ke Fifi, lalu mengajak Rin untuk membersihkan lukanya.

"Maaf ya, tentang yang tadi." tutur Karin kembali lagi keruang tamu tempat Dimas dan lainnya menunggu.

"Iya, nggak apa, kami juga bertanggung jawab tentang itu." jawab Dimas. "Tolong sampaikan ke Rin, kami juga tidak setuju tentang acara itu, begitu juga dengan bu Lina, tapi mereka terus memohon, jadi kami terpaksa mengadakannya, tolong sampaikan ya yang tadi ke Rin."

"Ya, nanti saya sampaikan. Kalian sudah mau pulang?" tanya Karin ke mereka. "Kenapa tidak mampir ke kafe dan beli beberapa oleh-oleh dari sini." Karin menganjurkan.

"Boleh tuh, ya kami akan beli beberapa." jawab Tata. "Oh ya, ngomong-ngomong hubungan kalian itu apa, kenapa kamu memanggil Rin sayang tadi?"

Karin langsung menatap serius, "benarkah tadi aku bilang begitu. Emp, tapi kalian jangan bilang siapa-siapa ya, ini rahasia kita. Sebenarnya, aku ini, istrinya Rin." jawab Karin sambil menopang tangan yang bercincin di pipinya. "Tapi, peresmian pernikahan kami dua tahun lagi." ucapnya dengan tersenyum.

Betapa terkejutnya mereka mendengar perkataan Karin itu.

 

°

°

1
Hafin lubi
eh kukira berpenampilan coolkids
Mary_maki
Cerdik dan mengejutkan
Shinn Asuka
Gak nyangka! 😱
Dwi Rhea: apa nih yang nggak disangka?
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!