Niat hati memberikan pertolongan, Sean Andreatama justru terjebak dalam fitnah yang membuatnya terpaksa menikahi seorang wanita yang sama sekali tidak dia sentuh.
Zalina Dhiyaulhaq, seorang putri pemilik pesantren di kota Bandung terpaksa menelan pahit kala takdir justru mempertemukannya dengan Sean, pria yang membuat Zalina dianggap hina.
Mampukah mereka menjalaninya? Mantan pendosa dengan masa lalu berlumur darah dan minim Agama harus menjadi imam untuk seorang wanita lemah lembut yang menganggap dunia sebagai fatamorgana.
"Jangan berharap lebih ... aku bahkan tidak hapal niat wudhu, bagaimana bisa menjadi imam untukmu." - Sean Andreatama
ig : desh_puspita27
---
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15 - Kau Yakin?
Lima belas menit berlalu, sudah lima kali Sean menatap ke arah kamar mandi. Dia bingung apa yang Zalina lakukan di dalam sana. Tidak ada gemericik air ataupun yang lainnya, jika memang dia mandi tentu bisa terdengar sekalipun samar.
"Dia sedang apa sebenarnya? Tidur atau kenapa?"
Ini sudah ke-lima kalinya Sean menoleh ke arah pintu kamar mandi. Dia menunggu? Jelas saja, dia memang khawatir lantaran Zalina masuk begitu buru-buru seolah menghindarinya. Sejak saat itu, Sean sama sekali tidak fokus lagi dengan apa yang dia baca.
Jauh dari tebakan Sean, saat ini Zalina tengah mengumpulkan keberanian untuk membuka pintu. Wajahnya sudah terasa panas sejak tadi, bahkan mungkin memerah lantaran gugupnya. Di antara banyak cara, kenapa Nia justru menyarankan hal semacam ini.
"Pastikan kamu oles di titik-titik yang mba bilang, jangan sampai ketinggalan, Zalina ... biasanya mas Bayu tidak bisa menolak kalau sudah cium aroma misk thahara ini, aku yakin Sean juga sama."
Zalina memastikan aroma tubuhnya, dia benar-benar mengikuti saran sang kakak tanpa terlewatkan. Bahkan gosok gigi tiga kali seperti yang Mahdania katakan. Harusnya dia menghias diri lebih dulu, tapi mau bagaimana lagi Zalina memang tidak terbiasa.
"Tapi nanti malah diledek."
Lagi-lagi keraguan itu muncul dalam benaknya. Zalina malu keluar dengan pakaian begini, dia merasa benar-benar tidak ada yang ditutupi. Belum apa-apa tangannya sudah dingin, dia yang sejak tadi gugup semakin dibuat tak karu-karuan kala ketukan pintu kini jelas terdengar.
"Zalina, kau baik-baik saja?"
Suara Sean terdengar sedikit meninggi, mungkin khawatir tidak akan terdengar olehnya. Semakin dipanggil, Zalina semakin panik hingga dia hanya menjawab baik dengan suara yang bergetar.
"Keluar jika baik-baik saja, atau perlu kudobrak, Zalina?" Sean memperingatkan, bukan hanya ucapan tapi tampaknya sudah berusaha mencoba membuka pintunya dari luar.
"Iya sebentar, aku keluar."
Pelan-pelan, Zalina pintunya sedikit demi sedikit. Demi memastikan keadaan, sengaja dia hanya memperlihatkan kepala lebih dulu, sementara tubuhnya masih bersembunyi di balik pintu.
Sean yang kini masih terus berdiri di depan pintu jelas saja bingung melihat istrinya. Walau baru memperlihatkan wajah dan rambutnya, Sean sudah mulai berdesir dengan sudut bibir yang kini dia tarik begitu tipis.
"Dia buka kerudung malam ini, rambutnya terlihat indah."
Sama sekali Sean tidak berkedip, seluruh gerak-gerik Zalina dia tangkap dengan begitu jelasnya, Gurat keraguan dan sedikit malu benar-benar Sean lihat dengan jelas wajah sang istri.
Satu detik, dua detik hingga tepat dihitungan ke-sepuluh Zalina benar-benar memperlihatkan dirinya. Sean yang tadi memang sudah tidak berkedip dibuat menganga kala melihat penampilan sang istri sepenuhnya.
"Holy shiitt! You look so beautiful."
Sean mengusap wajahnya kasar, dia berbalik sebentar. Pria itu benar-benar tidak dapat menutupi keterkejutannya. Lingerie berwarna hitam itu begitu kontras dengan kulit putihnya. Sean tidak bisa bersikap biasa saja untuk saat ini.
"Zalina, are you fucking kidding me?"
Sean membatin, tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba istrinya muncul dengan keadaan begitu. Melihat reaksi suaminya yang bahkan tiba-tiba membelakanginya, Zalina mengutuk Mahdania. Salah tingkahnya Sean membuat Zalina salah paham, dia mengira suaminya justru geli menatapnya.
"Kan, sudah kubilang ini tidak akan berhasil ... mba Nia!! Mau bagaimana aku esok hari, malunya ya Tuhan!!"
Zalina berniat untuk kembali memakai bajunya. Memang salah besar dia begini, kenapa juga mau menerima saran Nia untuk menggunakan baju persis saringan tahu. Namun, belum sempat Zalina menutup kembali pintu, Sean menahannya dengan sekuat tenaga.
"Kenapa ditutup lagi?"
"Mau ganti, Mas tidak suka, 'kan? Kak Nia yang kasih beginian, sudah kuduga cuma buat malu," ucapnya tertunduk lesu.
Sean hanya tersenyum simpul, dia menarik pergelangan tangan Zalina perlahan agar sang istri bersedia untuk keluar. Dia yang sejak tadi gusar, seakan lupa akan masalahnya begitu melihat tubuh seksi Zalina yang lebih luar biasa dari bayangannya.
"Suka, apa istriku sedang menggodaku malam ini?" tanya Sean meraih pinggangnya hingga mereka kini tidak berjarak.
Sean memang begitu mudah terpancing, melihat belahan dada Zalina yang tampak begitu jelas sesuatu dalam dirinya bereaksi tanpa diminta. Mata Sean menatapnya penuh damba, secepat itu pandangan Sean seolah terhalang kabut asmara.
"Sadar apa yang kau lakukan, Zalina?"
"Sampai kapan Mas menahannya? Aku istrimu, tubuhku adalah hakmu dan melayanimu adalah kewajibanku," ucapnya bergetar tapi bukan berarti ragu, Zalina bergetar lantaran Sean tidak melepaskan tangannya dari pinggang Zalina walau sedetik saja.
Setelah sempat pengenalan malam kemarin di rumah sakit, untuk malam ini Sean kembali mellumat bibirnya dengan sedikit menuntut balasan. Masih dengan pagutan yang tidak terlepas, Sean membuat Zalina tidak sadar jika kini dia berada atas tempat tidur dalam kungkungan Sean.
Jika istrinya tidak menyerah dengan memukul pelan dadanya, Sean tidak akan melepaskan penyatuan bibir mereka. Tampaknya dia memang berbakat menyiksa wanita, dengan napas terengah-engah, Zalina kini memerah kala Sean lagi-lagi mengusap bibirnya.
Setiap lekuk tubuhnya benar-benar candu, tampaknya wewangian yang Nia berikan sama sekali tidak gagal. Itu yang Zalina pahami lantaran Sean seakan tidak pernah melewatkan satu titik saja dari tubuhnya.
Zalina sempat terbuai dengan sentuhannya, secpat itu Sean membuat dirinya polos bak bayi yang baru lahir. Hingga, Sean tiba-tiba berhenti setelah hampir membuat Zalina menggila dengan permainan lidah Sean di bagian bawah perutnya.
"Kenapa, Mas?" tanya Zalina tampak kecewa kala Sean berhenti dan kini menatap wajahnya.
"Sekali lagi aku tanya, kau yakin, Zalina? Setelah kau menyerahkan dirimu, maka tawaranku di malam pertama tidak akan berlaku lagi," tutur Sean memastikan jika sang istri melakukannya memang benar penuh kerelaan sebagai istri dan tidak akan berpaling setelahnya.
"Hm, aku yakin."
"Baiklah, tapi aku tidak yakin bisa berhenti setelah ini."
.
.
- To Be Continue -
Eits, sebelum pergi jangan lupa vote Sean dulu ... Ini hari senin, cus bantu Sean masuk rank vote💋