DALAM TAHAP REVISI TANDA BACA
Jangan lupa follow IG Author : tiwie_sizo08
Karena insiden yang tak diinginkan, Zaya terpaksa harus mengandung benih dari seorang Aaron Brylee, pewaris tunggal Brylee Group.
Tak ingin darah dagingnya lahir sebagai anak haram, Aaron pun memutuskan untuk menikahi Zaya yang notabenenya hanyalah seorang gadis yatim piatu biasa.
Setelah hampir tujuh tahun menikah, rupanya Aaron dan Zaya tak kunjung mejadi dekat satu sama lain. perasaan yang Zaya pendam terhadap Aaron sejak Aaron menikahinya, tetap menjadi perasaan sepihak yang tak pernah terbalaskan, hingga akhirnya Aaron pun memilih untuk menceraikan Zaya.
Tapi siapa sangka setelah berpisah dari Zaya, Aaron justru merasakan perasaan asing yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Jatuh cintakah ia pada Zaya?
Akankah akhirnya Aaron menyadari perasaannya dan kembali bersama Zaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebatas Tanggung Jawab
"Mari kita menikah."
Zaya terperangah dengan mata yang membulat sempurna. Ia berusaha mencerna kalimat Aaron barusan. Mencoba meyakinkan dirinya sendiri jika saat ini ia tidak sedang berhalusinasi.
"Mari kita menikah, Zaya," ulang Aaron lagi. Kali ini dengan suara yang terdengar lebih jelas daripada sebelumnya.
Zaya tak menjawab. Nuraninya masih menolak mempercayai apa yang didengarnya tadi.
"Jangan bercanda, Tuan," lirihnya kemudian. Ia sungguh tak ingin mempercayai jika kini Aaron sedang mengajaknya menikah.
Aaron menghela nafas.
"Aku tidak bercanda," desahnya. Dia lalu kembali menatap Zaya. Kali ini dengan tatapan yang lebih lembut.
"Anak ini, aku tidak ingin dia terlahir sebagai anak yang tak memiliki ayah. Aku tidak ingin orang-orang mengejeknya dengan mengatakan dia anak haram. Semua kesulitan yang ada di dunia ini, aku tidak ingin dia mengalaminya, Zaya. Dia darah dagingku. Semua yang ada pada diriku sekarang, aku ingin dia memilikinya juga. Dan hal pertama yang ingin aku berikan padanya adalah status yang sah sebagai putraku. Maka dari itu aku katakan padamu, mari kita menikah."
Zaya masih terpana. Hatinya terasa penuh. Ia sungguh tak menyangka Aaron akan sangat peduli dengan anak yang ada dalam kandungannya.
Zaya tahu bagaimana rasanya diejek karena dianggap anak haram. Sakit dan menyedihkan. Tentu saja ia juga tidak mau jika anaknya kelak mengalami hal yang sama. Hanya saja, tak pernah terbayangkan dalam pikirannya jika Aaron sudi menikahinya. Ia hanyalah seorang yatim piatu yang tak punya apa-apa untuk dibanggakan. Sedangkan Aaron, Zaya sangat tahu jika Aaron layaknya bintang di langit yang berada jauh di atasnya.
Lalu sekarang, Aaron sendiri yang mengatakan ingin menikah dengannya dan memberikan status yang sah pada anaknya. Bolehkah Zaya merasa senang?
"Apa Tuan serius?" tanya Zaya sambil memberanikan diri menatap mata Aaron.
Aaron membalas tatapan Zaya.
"Tentu saja," jawabnya. Kemudian dialihkannya lagi tatapannya ke arah lain.
"Tapi, Zaya ... Aku tidak bisa menjanjikan apa-apa padamu atas pernikahan ini," katanya lagi.
"Aku tidak bisa menjamin pernikahan ini akan bertahan selamanya. Bisa saja, suatu hari nanti aku akan bertemu perempuan lain yang membuatku jatuh cinta lalu meninggalkanmu. Atau sebaliknya, justru aku malah jatuh cinta padamu dan kita akan bersama sampai akhir. Apapun bisa terjadi, Zaya. Jadi, aku tidak bisa menjanjikan sesuatu yang mungkin tidak bisa aku tepati."
"Apa kau mau melakukannya?" tanya Aaron penuh penekanan. Kembali ditatapnya mata Zaya. Dan kali ini dengan tatapan yang sangat dalam.
Zaya tidak langsung menjawab. Ia masih berusaha mencerna kata demi kata yang baru saja Aaron ucapkan.
Aaron akan menikahinya untuk sebuah tanggung jawab. Tentu kedepannya ia tidak diizinkan untuk mengharapkan hal lebih pada Aaron. Dan semuanya pasti tidak akan mudah untuk Zaya. Tapi, jika itu untuk masa depan calon anaknya, kenapa tidak? Yang lebih sulit dari itu pun pasti akan Zaya lakukan, bukan?
"Baiklah ...," jawab Zaya akhirnya. Ia pun menundukkan wajahnya untuk menghindari tatapan Aaron.
"Kau bersedia?" tanya Aaron meyakinkan.
"Iya." Zaya menjawab sambil mengangguk pelan. Dia lalu mengangkat wajahnya dan memberanikan diri kembali untuk balas menatap Aaron.
Keduanya sama-sama terdiam, sambil terus menatap satu sama lain. Berusaha saling menyelami apa yang ada di dalam benak masing-masing. Aaron lalu mengulurkan tangannya, mengisyaratkan Zaya untuk menyambut.
Zaya melihat uluran tangan Aaron, kemudian mendongak dan menatap Aaron lagi, seolah meminta penjelasan atas apa yang Aaron lakukan.
Aaron menganggukkan kepalanya. Menjawab keraguan Zaya. Akhirnya, dengan sedikit gemetar Zaya megulurkan tangannya, menyambut uluran tangan Aaron. Segera setelahnya, Aaron menggenggam jemari Zaya, menyalurkan kehangatan yang tak pernah Zaya rasakan sebelumnya.
Aaron pun kembali melangkah, diiringi oleh Zaya. Mereka menyusuri koridor rumah sakit itu dengan tangan yang saling bertautan. Seolah ingin saling membagi kekuatan untuk menghadapi apapun yang akan terjadi nantinya.
Seumur hidup Zaya, inilah kali pertama seorang laki-laki berjalan beriringan dengannya sambil menggenggam tangannya erat. Hatinya menghangat. Perasaan asing tiba-tiba menyusup kedalam hatinya, bercampur dengan rasa haru yang semakin membuncah. Dan akhirnya Zaya kalah. Airmatanya jatuh tanpa bisa ia cegah.
___________________________________________
Pernikahan itu berlangsung sangat tertutup. Hanya dihadiri beberapa orang dari pihak Aaron. Sekretaris pribadi, asisten dan pengacara Aaron. Serta beberapa orang kepercayaan Aaron lainnya.
Bahkan orang tua Aaron pun tidak hadir karena sedang berada di luar negeri. Atau mungkin Aaron memang tidak memberi tahu mereka. Zaya tidak tahu pasti, dan juga merasa tidak berhak menanyakannya.
Sedangkan untuk pihak dari Zaya, sudah pasti tidak ada yang menghadiri. Selain karena Zaya memang sebatang kara, tentu penyebab lainnya adalah dia tidak boleh mengatakan pada siapapun perihal pernikahannya dengan Aaron. Semacam pernikahan Rahasia.
Sebenarnya Zaya sangat ingin menghubungi Kara. Mengabarkan pada teman baiknya itu kalau dirinya baik-baik saja dan telah menikah. Tapi semuanya itu tidak bisa ia lakukan.
Pernikahannya dengan Aaron memaksa Zaya untuk mengubur semua masa lalunya. Tak terkecuali apapun.
Ah, Kara.
Pasti saat ini dia sedang mengkhawatirkan Zaya setengah mati karena Zaya tak pernah lagi memberinya kabar.
Sehari setelah pernikahan, Aaron membawa Zaya pindah ke rumah utamanya. Rumah yang beberapa kali lipat lebih besar daripada rumah yang sebelumnya Zaya tempati.
Ada banyak pelayan di rumah itu, serta beberapa tukang kebun. Dan mereka semua tinggal di paviliun yang terletak di halaman belakang rumah Aaron.
Aaron memperkenalkan Zaya pada para pelayan sebagai nyonya rumah itu. Ya, meskipun Aaron tidak memperkenalkan Zaya kepada orang-orang sebagai istrinya, setidaknya di hadapan para pelayan Aaron masih memberikan Zaya muka.
"Ini kamarku," kata Aaron sambil membuka pintu kamar dan mempersilahkan Zaya masuk.
"Dan sekarang menjadi kamarmu juga," sambungnya lagi.
Zaya tertegun. Tadinya ia berpikir Aaron akan memberinya kamar terpisah.
"Di sebelah ruang kerjaku. Biasanya aku lebih sering tidur disana." Aaron kembali memberi tahu.
Zaya pun tersenyum miris. Ternyata itu sebabnya Aaron tak memberinya kamar terpisah.
Apa yang kau pikirkan, Zaya.
"Istirahatlah. Aku akan ke ruang kerja. Ada beberapa dokumen yang harus aku baca." Perkataan Aaron membuyarkan lamunan Zaya.
Zaya mengangguk. Kemudian setelah Aaron menghilang, Zaya menuruti perkataan Aaron untuk beristirahat.
Zaya membaringkan dirinya di tempat tidur yang berukuran king size itu. Dia sangat lelah. Perlahan matanya terpejam dan masuk ke alam mimpi.
Zaya terjaga dini hari. Tadi sore ia ketiduran dan melewatkan makan malam, sehingga sekarang ia terbangun karena lapar. Perlahan ia keluar dari kamarnya, berniat mencari dapur. Tapi kemudian matanya melihat ke arah ruang kerja Aaron. Hatinya begitu tergelitik untuk masuk keruangan itu.Hingga akhirnya tangannya dengan berani memutar knop pintu.
Tidak terkunci.
Zaya membuka pintunya perlahan dan menyelinap masuk. Ruangan itu sedikit remang karena lampu utama sudah dipadamkan. Tampak Aaron terlelap di sebuah sofa bed yang ada di sana dengan selimut agak tersingkap.
Zaya mendekat. Dibenahinya selimut Aaron dan meluruskan kaki Aaron yang sedikit tertekuk.
Untuk sesaat Zaya tertegun. Dipandanginya Aaron dengan seksama. Semua yang melekat pada wajah itu sungguh indah. Seperti sebuah karya seni yang terpahat rapi.
Zaya tersenyum melihat rahang Aaron yang mulai ditumbuhi bulu halus. Sepertinya suaminya itu sangat sibuk belakangan ini, sampai tak sempat lagi bercukur.
Sejurus kemudian tatapan Zaya berubah ironi. Kenapa lelaki sesempurna Aaron bisa terjebak bersama dirinya yang bukan apa-apa? Bukankah dia berhak mendapatkan perempuan yang lebih pantas untuk dijadikan pendamping? Sungguh tidak adil.
Zaya melihat perutnya yang mulai membesar. Satu-satunya alasan untuk semua ketidakadilan yang tengah Aaron rasakan. Sungguh miris. Seorang Aaron Brylee harus terjebak kedalam sebuah pernikahan yang tak sepadan. Meski pernikahan tersebut hanyalah sebatas tanggung jawab.
Bersambung....
Adakah yang mau visualnya????
kalo ada, like dong😁✌
jangan sedikit-sedikit marah, menangis 😭 dan Mengabaikan suami.
bisa-bisanya mamanya dikasi. zombie
baru merasa kehilangan ya Aaron
waktu zaya kau menghina dan menyeretnya seperti sampah di rumah mu menyakiti nya di tempat tidur dia tetap memaafkan dan bertahan padamu.
dia tidak meminta hartamu Aaron hanya kasih sayang perhatian atau lebih tepatnya CINTA.
tapi setelah berpisah baru kau merasa kehilangan
masih waras kah Aaron?
karena zaya patut di perjuangkan
seganti g apapun laki-laki kalau tak bisa menghargai ya percuma