Unwanted Bride (Pengantin yang tak diinginkan)
Nazila Faradisa adalah seorang gadis dari keluarga broken home. Karena itulah ia menutup hatinya rapat dan bertekad takkan pernah membuka hatinya untuk siapapun apalagi menjalani biduk pernikahan. Hingga suatu hari, ia terlibat one night stand dengan atasannya yang seminggu lagi akan menyelenggarakan pesta pernikahannya. Atas desakan orang tua, Noran Malik Ashauqi pun terpaksa menikahi Nazila sebagai bentuk pertanggungjawaban. Pesta pernikahan yang seharusnya dilangsungkannya dengan sang kekasih justru kini harus berganti pengantin dengan Nazila sebagai pengantinnya.
Bagaimanakah kehidupan Nazila sang pengantin yang tidak diinginkan selanjutnya?
Akankah Noran benar-benar menerima Nazila sebagai seorang istri dan melepaskan kekasihnya ataukah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.10
Keesokan siangnya, Noran baru kembali lagi ke hotel. Tentu saja Diana begitu marah melihat kelakuan anaknya itu. Tapi Noran tak peduli. Ia justru memaksa Nazila ikut dengannya. Dengan terpaksa, Nazila pun ikut Noran yang ternyata membawanya ke apartemen milik lelaki itu.
"Mulai sekarang, kau tinggal di sini. Dan itu kamarmu. Kau harus ingat, jangan pernah coba-coba memasuki kamarku. Kau harus ingat batasanmu. Kau mengerti!" bentak Noran dengan suara meninggi.
Nazila hanya menatapnya datar dan mengangguk. Ia enggan berbicara saat ini. Tubuhnya masih terasa lemah.
"Kau itu punya mulut atau tidak, hah! Punya mulut itu untuk bicara. Ditanya ya dijawab bukan hanya mengangguk seperti orang bisu." bentak Noran lagi membuat Nazila mendesah lelah.
"Iya tuan, saya paham." sahutnya datar. Apalagi yang mesti ia jawab coba selain kata itu.
Noran mendengkus mendengar jawaban Nazila. Ia pun segera masuk ke dalam kamarnya sambil membanting pintu.
Nazila acuh tak acuh saja. Marah? Pasti. Kecewa? Iya. Tapi apa lagi yang bisa Nazila lakukan saat ini selain menerima keadaan. Harapnya, ia tidak sampai hamil sehingga dalam waktu 6 bulan ia bisa segera meminta diceraikan atau mengajukan cerai. Toh mereka tidak saling mencintai. Lagipula ini hanyalah pernikahan di atas kertas. Tak ada yang bisa dipertahankan dari pernikahan berduri seperti ini.
Saat telah berada di dalam kamarnya. Tiba-tiba Nazila ingat dengan sang ibu. Mulai sekarang, ia tidak bisa sering menemui ibunya. Sebenarnya hatinya begitu sedih karena tidak bisa mengurus ibunya lagi. Walaupun ibunya sakit-sakitan, tapi Nazila selalu mengurus sang ibu dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan. Tak pernah ia merasa keberatan mengurus ibunya itu
"Halo, assalamu'alaikum, bi." ucap Nazila saat panggilannya diangkat bi Arum.
"Wa'alaikum salam, La. Apa kabar nak? Kamu baik-baik aja kan?" tanya Bi Arum cemas.
"Alhamdulillah, Ila baik-baik aja kok, bi. Bagaimana ibu bi? Ila kangen. Bisa ila liat ibu?" tanya Nazila.
"Ibu kamu udah tidur, La. Belum lama, habis makan siang ibu langsung tidur. Nanti aja ya, kalo ibu udah bangun, bibi video call." ucap Bi Arum.
"Iya Bi. Maaf ya bi, jadi ngerepotin bibi."
"Udah, nggak perlu sungkan. Ibu kamu itu saudara bibi jadi sudah sewajarnya bibi membantu mengurusnya. Bibi juga ngerti posisi kamu, La. Bibi cuma bisa berdoa semoga kamu kuat menghadapi ujian ini. Bibi juga berdoa, semoga pintu hati suami kamu terbuka dan bisa menerima kamu apa adanya." ucap Bi Arum tulus.
"Makasih, bi. Makasih banyak karena selalu ada buat Ila dan Ibu."
"Sama-sama, La. Kamu jaga diri di sana ya." pesan Bi Arum. Setelah berbincang, panggilan pun ditutup.
...***...
Hari sudah mulai petang. Lelah mengurung diri selama beberapa jam, Nazila pun memberanikan diri keluar dari kamar. Pertama-tama ia menuju ke dapur untuk memeriksa bahan makanan di dalam kulkas yang ternyata isinya hanya air mineral saja.
Nazila pun berinisiatif berbelanja keperluan memasak di minimarket yang berseberangan dengan apartemen itu. Untung saja ia tadi memperhatikan saat Noran memasukkan password apartemen jadi saat ia pulang dari minimarket, ia tidak kesulitan untuk masuk kembali ke apartemen.
"Dari mana saja kamu? Cari mangsa baru, hah?" ketus Noran saat melihat Nazila baru kembali saat hari sudah hampir Maghrib.
"Belanja. Kulkas kosong tak ada bahan makanan." jawab Nazila apa adanya tanpa mempedulikan tuduhan tak beralasan Noran padanya.
Setelah menyusun belanjaannya, Nazila kembali ke kamar untuk membersihkan diri dan melaksanakan kewajibannya sebagai umat beragama. Setelah selesai, Nazila menguncir rambutnya tinggi-tinggi dan berjalan menuju dapur untuk menyiapkan makan malam.
Setelah berkutat hampir satu jam di dapur, Nazila pun segera menghidangkan masakannya dan mempersilahkan Noran makan. Tapi bukannya meresponnya dengan baik, Noran justru mengejeknya.
"Kau pikir aku mau makan masakanmu, hah? Jangan harap! Jangan-jangan masakan itu telah kau taburi sesuatu agar aku tunduk padamu." cibir Noran membuat Nazila menggelengkan kepalanya tak percaya dengan perkataan Noran. Padahal Noran orang yang berpendidikan, tapi pola pikirnya justru begitu kolot.
Malas berdebat, Nazila justru duduk dengan santai dan menyendokkan nasi ke dalam piring beserta lauk-pauk. Ia pun segera makan tanpa mempedulikan Noran yang kini telah rapi. Dapat Nazila simpulkan, kalau Noran telah ada janji makan malam dengan Sarah.
Nazila tetap melanjutkan makan malamnya tanpa mempedulikan Noran yang telah pergi. Ia tetap melanjutkan makan malam itu sendirian. Toh, ia sudah terbiasa seperti ini. Tak ada rasa takut. Yang ada hanyalah rasa hampa hingga sebuah panggilan video dari BI Arum mampu membuatnya kembali tersenyum.
"Assalamu'alaikum, Bu. Ila kangen." lirih Nazila saat melihat wajah sang ibu dari balik layar ponselnya.
...***...