Terbangun dari koma, status Alisha telah berubah menjadi istri Rafael. Saat dia masih terbaring tidak sadarkan diri, ayahnya telah menikahkan Alisha dengan Rafael, laki-laki yang menabraknya hingga koma dan mengalami kelumpuhan.
Alisha tidak bisa menerima pernikahan itu, terlebih sikap Rafael sangatlah jauh dari kata suami idaman. Alisha terus memaksa Rafael untuk menceraikannya. Namun, Rafael dengan tegas menolaknya.
Mampukah Alisha bertahan? Atau Rafael menyerah dan menceraikan Alisha?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itta Haruka07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ceraikan Aku ~ Bab 14
Gerakan pelan tubuh Alisha yang terusik karena sentuhan Rafael, membuat laki-laki temperamental itu gelagapan dan menegakkan tubuhnya. Tangannya yang tadi menyentuh rambut dan pipi Alisha kini sudah tegap seolah tidak terjadi apa-apa.
Alisha yang merasa tengah menyentuh tangan ayahnya, tiba-tiba membuka mata dan hal pertama yang dilihat adalah tatapan sang suami.
“Sudah bangun? Apa kamu sudah merenungi kesalahanmu?” tanya Rafael dengan suara tegas.
Alisha menghela napas. Dia pikir sedang berada di rumahnya bersama ayah, nyatanya dia harus menelan kenyataan bahwa ayahnya sudah meninggal.
“Maaf, Tuan Suami aku memang salah,” jawab Alisha tak ingin memperpanjang masalah. Dia sudah memikirkan matang-matang permintaan maaf itu. Setidaknya dia tidak melihat lagi kemarahan di wajah Rafael yang sangat menyeramkan.
“Tuan suami!?” Rafael melotot dengan panggilan aneh yang Alisha berikan untuknya. “Aku ini suami atau bosmu?” tanya Rafael yang mulai terpancing lagi emosinya.
Alisha langsung menutup wajahnya. Dia tidak ingin melihat wajah menyeramkan itu. “Maaf, maaf. Aku harus panggil apa memangnya?”
“Mas,” jawab Rafael dengan cepat.
Alisha menurunkan tangannya, dia kembali menatap suaminya dengan ekspresi bingung. Suaminya itu tidak ada tampang-tampang dari Jawa, kenapa juga harus memanggil mas?
“Kamu keberatan?” tanya Rafael karena melihat ekspresi istrinya.
“Bukan begitu. Aneh saja manggil mas,” jawab Alisha.
“Jangan cerewet! Cepat bangun dan mandi, setelah ini kita makan malam,” kata Rafael yang sama sekali tidak ingin dibantah. Dia keluar dari kamar Alisha dan meminta perawat untuk mengurus istrinya.
***
***
***
Alisha tengah bersiap untuk makan malam. Dia menatap wajahnya di cermin saat perawat tengah menyisir rambutnya yang panjang. Dia sangat malas bertemu Rafael sebenarnya, apalagi jika dipaksa memanggil laki-laki itu dengan sebutan yang cukup mesra menurutnya. Akan tetapi, Alisha tidak bisa berbuat apa-apa selain menurut jika tidak mau membuat Rafael kembali meledak.
Setelah selesai bersiap, Alisha keluar dari kamarnya dan mendapati meja makan yang sudah tersaji makanan itu sepi tanpa suaminya. Ke mana laki-laki itu?
Bu Linda si kepala pelayan meminta Alisha untuk menunggu Rafael turun. Lalu, perawat pun membantu Alisha untuk pindah ke kursi makan sambil menunggu Rafael.
Rafael menginjakkan kaki pada anak tangga terakhir. Langkahnya terhenti saat melihat Alisha yang sedang sibuk mengamati hidangan di depannya. Dia tersenyum tipis lalu kembali melanjutkan langkahnya.
“Lama sekali kamu, Mas,” ucap Alisha dengan nada kesal. Dia sudah sangat lapar tapi harus menunggu Rafael untuk bisa menyantap makanan di meja itu.
Rafael yang mendengar panggilan itu dari bibir Alisha mendadak gugup. Meski nada dan pengucapannya sama, tetapi suara Alisha terdengar lebih mesra dibanding wanita itu. Rafael seolah membandingkan antara Alisha dengan masa lalunya.
“Mas,” panggil Alisha yang membuat Rafael tersadar dari lamunannya.
“Iya, kenapa?” tanya Rafael berusaha tenang.
“Apa kita tidak akan makan? Aku sudah lapar karena menunggumu makan terlalu lama,” jawab Alisha.
“Coba panggil aku sekali lagi.” Rafael menahan gerakan tangan Alisha yang hendak membalik piring.
“Panggil apa? Mas?”
Rafael mengangguk. Dia sangat ingin mendengar lagi panggilan itu keluar dari mulut Alisha.
“Mas Rafael.”
Rafael merasakan jantungnya yang berdebar keras. Sudah sangat lama dia tidak disapa seperti itu. Kerinduan yang telah lama dipendamnya seakan terobati dengan kalimat yang keluar dari bibir istrinya itu.
“Ah kelamaan kamu, Mas. Aku lapar.” Alisha membalik piringnya tanpa peduli perubahan wajah suaminya yang sedang terbawa perasaan.
Bahkan meski Alisha yang mengucapkannya dan terdengar lebih mesra, tapi hatiku tetap mengingat kenangan dia.
selebihnya mah jelmaan 😈
sadar diri saat sekarat doang
yakin lah pasti dimaafin kok
kan cuma kata maaf doang ya kan.
ogah banget bersimpati sama manusia laknat kayak gitu.
untung alisha tidak memiliki jiwa 😈 dan pendendam seperti saya.