NovelToon NovelToon
BALAS DENDAM SI BUNGSU

BALAS DENDAM SI BUNGSU

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Balas Dendam / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Teen School/College / TKP / Trauma masa lalu
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: cerryblosoom

Satu demi satu kematian terjadi di sekolah.

Jika di waktu biasa, orang tua mereka akan langsung menuntut balas. Tapi bahkan sebelum mereka cukup berduka, perusahaan mereka telah hancur. Seluruh keluarga dipenjara.

Mantan anak yang di bully mengatakan, "Jelas ini adalah karma yang Tuhan berikan, atas perbuatan jahat yang mereka lakukan."

Siswa lainnya yang juga pelaku pembully ketakutan, khawatir mereka menjadi yang selanjutnya. Untuk pertama kalinya selama seratus tahun, sekolah elit Nusantara, terjadi keributan.

Ketua Dewan Kedisiplinan sekaligus putra pemilik yayasan, Evan Theon Rodiargo, diam-diam menyelidiki masalah ini.

Semua kebetulan mengarahkan pada siswi baru di sekolah mereka. Tapi, sebelum Evan menemukan bukti. Seseorang lebih dulu mengambil tindakan.

PERINGATAN MENGANDUNG ADEGAN KEKERASAN!!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cerryblosoom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 31 UJIAN TERAKHIR

Mata pelajaran yang diujikan terakhir adalah Fisika dan Seni. Keduanya sama-sama membutuhkan hafalan yang kuat.

Bell masuk baru saja berbunyi, saat Aria sampai di depan gerbang. Untungnya satpam penjaga mengizinkannya masuk meski agak terlambat. Dan untungnya juga sudah tak ada OSIS atau Panitia Kedisiplinan. Sehingga tidak ada kejadian yang lebih merepotkan lagi.

Tok tokk tok

"Permisi, maaf bu, saya terlambat," kata Aria menundukkan kepala.

"Aria, bagaimana kamu baru datang.... Masukklah cepat," desak Guru Alin, dia lalu menyerahkan kertas soal dimeja, "Bawa kebangkumu dan segera kerjakan. Guru akan menanyaimu nanti."

Aria mengangguk dengan patuh. Dia segera mengambil kertas pemberian gurunya. Dan berjalan menuju bangkunya. Setelah duduk di bang ku nya, dia mengeluarkan segala peralatan menulis. Dia tak terburu-buru mengerjakan kertasnya. Untuk sesaat dia menstabilkan nafasnya.

Guru Alin yang mengawasi di depan, menghelas nafas lega. Hampir saja dia dibuat panik saat mengetahui satu orang belum datang. Dan satu orang itu adalah Aria.

"Syukurlah, tidak ada sesuatu yang terjadi," gumamnya pada diri sendiri.

...----------------...

Jam istirahat.

Di ruang guru.

"Aria, apa yang terjadi? Kenapa kamu terlambat tadi pagi?" tanya Guru Alin beruntun.

"Maaf, bu, tadi ada sedikit masalah di jalan."

"Masalah? Masalah apa? Kamu tidak apa-apa kan?" Guru Alin segera memperhatikan Aria dari atas dan bawah. Takut muridnya itu terluka.

Aria menggelengkan kepala, "Orang lain yang terluka. Aku hanya membantunya,"

"Ahh, syukurlah jika begitu. Ibu fikir kamu yang berada dalam masalah. Tidak apa jika itu orang lain. Asalkan kamu tidak terlibat."

Aria menunduk, merasa sedikit bersalah, karena memang kejadian pagi ini adalah apa yang telah direncanakannya.

"Tapi, kamu membantunya, apa yang terjadi?" tanya Guru Alin penasaran.

Sedikit mengejutkan muridnya yang biasanya terlihat cuek dan tidak peduli pada sekitar, ternyata bisa membantu orang lain. Tapi jika dipikirkan, muridnya ini memang sangat baik. Lihat saja, klub Kesehatan saat ini, sudah sangat berubah, padahal Aria baru saja bergabung.

"Emm, seorang bibi jatuh di pasar bunga. Aku hanya membantunya melakukan pertolongan pertama," jawab Aria jujur.

Guru Alin semakin terkejut, "Kamu bisa melakukan pertolongan pertama."

Aria tersenyum tipis, "Belajar sedikit dari buku."

"Itu luar biasa, pantas saja kamu masuk klub Kesehatan, rupanya kamu bercita-cita menjadi dokter ya," Guru Alin memandang bangga pada Aria.

Aria tak menyetujui atau membantah. Gurunya bisa terkejut jika dia menjawab alasan sebenarnya.

"Baiklah, hanya itu saja, kamu kembalilah ke kelas untuk mengulas ujian berikutnya," usir Guru Alin dengan senyuman, "Belajar yang fokus, jangan memikirkan hal-hal yang tidak penting. Meski ini hanya ujian bulanan saja. Tapi karena ini ujian pertama mu setelah masuk. Kamu harus memperhatikan baik-baik. Guru juga tahu kamu sangat pintar, tapi jangan menganggap remeh, mengerti."

"Baik, mengerti, terima kasih, bu," Aria segera pergi keluar dari kantor.

Guru Alin menggeleng, "Apa dia berterima kasih untuk omelanku, anak ini benar-benar."

Di kelas.

Aria masuk ke dalam kelas, lalu berjalan kebangkunya. Di depan pandangannya ada Keira yang menatapnya panas.

"Kenapa?" tanya Aria saat sampai di bangkunya.

"Kamu tadi kenapa bisa terlambat, Aria?" Keira balik bertanya. Dia akan bertanya sesaat setelah ujian. Tapi Guru Alin lebih dulu memanggil Aria.

"Ada sedikit masalah," jawab Aria tak menjelaskan secara detail.

Keira cukup mengerti keengganan Aria untuk bercerita, jadi dia tak membahasnya lagi, "Ngomong-ngomong apa kamu tahu. Nanti malam akan ada pesta?"

"Pesta?" Aria mengangkat alis, dia tahu satu pesta, tapi apa itu yang dimaksud Keira, dia tidak tahu.

"Kamu pasti tidak tahu kan, senior kelas tiga berniat mengadakan pesta di kolam renang. Semacam hiburan setelah ujian bulanan, pemrakarsanya adalah anak kepala sekolah," Keira terdiam memikirkan sesuatu, "Entah bagaimana tiba-tiba sekolah mengizinkan siapapun ikut. Itu termasuk kita, siswi kelas satu. Tapi tentu saja, dengan acara seperti ini, Dewan Kedisiplinan akan menjadi pengawasnya."

Aria yang mendengarnya dibuat terdiam, dia memejamkan mata, kepalanya tiba-tiba terasa sakit.

"Ada apa? Kamu sakit?" tanya Keira cemas. Dia memperhatikan Aria yang tiba-tiba memejamkan mata.

Aria membuka matanya, berkedip, lalu berkata, "Tidak.... Jadi semuanya bisa datang?"

"Emm, ya, sekolah akan dibuka sampai malam, tapi mungkin tak lebih dari jam 12," jawab Keira masih melihat dengan cemas.

"Ohh."

"Apa kamu akan datang?"

"Ya," jawab Aria singkat. Meski akan merepotkan dengan pria itu yang ada di Dewan Kedisiplinan. Tapi dia tidak takut, rencananya tetap harus dilakukan.

Mendengar jawaban Aria, mata Keira melebar tak percaya, "Sungguh?"

"Hmm, apa itu aneh?"

Keira mengangguk, sedetik kemudian menggeleng, "Tidak, sama sekali tidak aneh. Kalau begitu kita akan bersenang-senang malam ini," tiba-tiba dia mengingat sesuatu, "Ohh, ya. Kudengar itu pesta di kolam renang. Apa itu artinya kita akan memakai bikini."

"Uhukkk-uhukkk," suara batuk tiba-tiba saja terdengar.

Keira langsung menoleh kebelakang, melihat pria pelaku yang batuk, dia bertanya dengan heran, "Loh, ketua kelas, sejak kapan-"

"Sejak tadi," potong Seno. Dia memelototi gadis di depannya, "Singkirkan pikiran mu, tentang bikini, gadis mesum, itu tidak akan pernah terjadi."

Keira memandang tak suka, "Apa sih, seenaknya menyebut ku gadis mesum, aku kan hanya bicara masalah bikini, suka-suka diriku lah mau mengatakan apa. Juga, ini adalah obrolan para gadis, kenapa ketua ikut-ikut," dia semakin menyipitkan mata, "Dan ketua kelas, aku lihat-lihat kamu selalu menguping pembicaraanku dengan, Aria. Terakhir kali juga begini. Kamu menyela saat aku mengobrol dengan Aria. Apa kamu tidak merasa malu."

"Apa katamu? Siapa yang menguping? Aku menguping?" Seno menunjuk pada dirinya sendiri.

"Tentu saja ketua kelas siapa lagi. Terakhir kali juga begini. Aku curiga ketua kelas mematai-matai kami."

"Kamu terlalu banyak berpikir. Untuk apa pula aku memata-mataimu. Itu sama sekali tidak berguna."

"Heh, tak ada, penjahat yang akan mengaku. Jika ada, penjara sudah penuh, huh."

Seno menggelengkan kepala, lelah menghadapi tingkah gadis di depannya, dia berkata, "Terserah kau sajalah."

"Akhirnya mau mengaku kan," tunjuk Keira bersemangat dengan dagu terangkat.

"Siapa sih yang mengaku," kata Seno dengan nada sedikit naik. Menyadari emosinya sendiri, dia menarik nafas untuk menenangkan diri, lalu melanjutkan, "Kukatakan terserah kamu, bukan berarti aku mengaku. Aku hanya malas berdebat denganmu. Tapi bukan berarti pernyataanmu itu benar."

Keira mengabaikannya, memilih kembali ke posisi semula. Sia-sia tenaganya berdebat dengan orang yang menyebalkan.

Melihat tingkah Keira, Seno tidak begitu saja menyerah. Akan memalukan jika dia kalah dengan seorang gadis.

"Aria," panggil Seno.

Aria langsung menoleh, dia memandang ketua kelas dengan pandangan bertanya. Baru saja dua orang ini berdebat. Kenapa tiba-tiba namanya disebut.

"Di pesta nanti, jaga baik-baik temanmu, jangan biarkan dia melakukan hal-hal aneh," kata Seno menasehati.

Mendengar itu Keira menjadi marah, "Seno, kau ngajak ribut ya!"

Seno mengedikkan bahu, memasang mimik muka meremehkan, "Aku hanya tak ingin membereskan hal merepotkan. Sebagai ketua kelas aku harus menjaga kedamaian."

Keira menggeretakkan gigi, menunjuk dengan marah, "Kau-"

"Kei," panggil Aria lembut.

"Aria, ketua kelas menindasku," keluh Keira manja, dengan tatapan sedih.

Aria memandang ketua kelas, bukan tatapan marah, atau ramah, hanya tatapan biasa. Seolah berkata kenapa ketua kelas menindas gadis kecil.

Seno menjadi malu, dia menggaruk tengkuk nya, dan berkata, "Aku hanya bercanda. Maafkan aku."

"Huhh, aku tak akan memaafkanmu," balas Keira tanpa ampun. Dia bersidekap dengan sombong.

Aria menghelas nafas, dia menasehati, "Lebih baik kita segera mengulas materi. Sebentar lagi bell berbunyi."

"Umm," Keira mengangguk patuh. Saat melihat Aria sudah berbalik ke posisinya. Dia sempatkan memelototi ketua kelas. Membuat gerakan seperti akan memukul.

"Sabar, Seno, sabar, dia hanya gadis gila. Kamu yang waras mengalah lah," batin Seno mengelus dada.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!