Memiliki kehidupan yang nyaris sempurna, Marsha memiliki segudang prestasi, ia juga terampil dalam seni lukis dan percintaan yang bahagia bersama Reno─sepupunya sendiri. Mereka telah membangun rencana masa depan yang apik, namun siapa yang akan menyangka takdir tidak selalu mengikuti semua rencana.
Marsha tiba-tiba harus menggantikan Maya─kakaknya yang kabur karena menolak menikahi Alan─pria pilihan orang tuanya berdasarkan perjanjian bisnis. Masa depan perusahaan orang tuanya yang diambang kebangkrutan sebagai konsekuensinya.
Bagai simalakama, terpaksa Marsha menyetujuinya. Statusnya sebagai pelajar tidak menunda pernikahan sesuai rencana diawal. Alan adalah pria dewasa dengan usia yang terpaut jauh dengannya ditambah lagi ia juga seorang guru di sekolahnya membuat kehidupannya semakin rumit.
Menjalani hari-hari penuh pertengkaran membuat Marsha lelah. Haruskah ia berhenti mengukir benci pada Alan? Atau tetap melukis cinta pada Reno yang ia sendiri tidak tahu dimana ujung kepastiannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rieyukha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LIBURAN PALSU
“Ya ampun Sha, perdana banget lo absen ih, tanggung banget sih tinggal setahun ini.” suara protes Sarah diujung telepon sana tidak begitu Marsha tanggapi.
Sesuai tekadnya ia tidak akan menjadi anak kebanggaan orang tuanya lagi, ia ingin bertingkah agar Harris dan Nadia menyadari ia tidak bisa di manfaatkan. Walau ujian telah usai, class meeting selesai tapi saat pengambilan raport yang harusnya Marsha maju diatas panggung seperti biasanya menjadi kebanggaan malah tidak hadir. Yah, walaupun prestasi tetap ia sandang, setidaknya ini adalah bentuk awal protesnya.
“Ish! Malah diam aja. Liburan kemana sih? Kok nggak ngajak-ngajak!?” pertanyaan Sarah membuat Marsha mengerutkan alisnya kuat-kuat. Ia memicingkan matanya, meminta otaknya untuk menganalisa maksud dari ucapan sahabatnya itu.
“Liburan apa?” akhirnya ia tetap menanyakannya, lima hari libur sekolah Marsha hanya menghabiskan waktu dirumah saja. Tepatnya berdiam diri dikamar. Memang ia juga mengabaikan sahabatnya itu dengan tidak memberi kabar atau menceritakan masalahnya, Marsha masih belum bisa menerimanya. Ia masih ingin merenung sendiri.
“Lo susah dihubungi jadi kemarin gue ke rumah lo, kata Bibi semua pergi liburan.” Sarah kembali menjelaskan dengan santai.
“Kamu masuk kerumah?”
“Ya enggak lah, ngapain juga masuk kalau yang dicari nggak ada.” Marsha kembali mengernyitkan alisnya, pikirannya samar-samar sudah mendapatkan jawaban walaupun sebenarnya ia tidak begitu yakin.
“Liburan kemana sih?” tanya Sarah penasaran, “Kak Reno ikut juga nggak?” dari nadanya Sarah mulai menggoda, ia terkekeh selalu senang menggoda Marsha dengan Reno. Tentu sebagai sahabat ia sangat mendukungnya.
Wajah Marsha seketika menjadi masam mendengar nama Reno, ia teringat perjodohannya dan rasa bencinya pada Maya kembali menyeruak kepermukaan membuat ia merasa sesak dan sakit hati.
“Nanti aja deh ceritanya, udah dulu ya Sar, gue mau tidur. Bye.” Marsha mematikan sambungan telepon begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Sarah.
Sarah yang diujung sana menatap layar ponselnya dengan heran, “Lagi liburan kok malah tidur.” lirihnya keheranan.
Marsha akhirnya keluar kamar setelah lima hari memendam diri, makan dan segala kebutuhannya selalu diantar ART ke kamarnya. Ia tidak ingin menemui siapa pun kecuali Reno yang namun tidak pernah datang lagi setelah memutuskan untuk melepaskan dirinya.
“Mama kenapa larang Sarah main kerumah?”
Protes Marsha begitu ia mendapatkan jawaban dari asisten rumah tangganya, bahwa atas permintaan dan perintah Nadia siapapun teman Marsha yang mencari katakan ia sedang berlibur panjang jauh keluar negeri.
“Hanya sementara, ini dicoba.” dengan cuek Nadia menyerahkan paper bag dan beberapa box berwarna navy pada Marsha.
“Nggak mau.” Marsha menolaknya walau ia tidak tahu apa itu.
“Ambil Marsha!” tegas Nadia dengan nada sedikit meninggi. Nadia meletakkannya begitu saja di pangkuan Marsha. “Itu punya kamu, MUA juga sebentar lagi sampai.” kata Nadia datar, ia terlihat sibuk bolak balik ke dapur dan taman. Akhirnya Marsha mengekor Nadia ke taman belakang rumahnya. Matanya membulat dengan mulutnya sedikit terbuka melihat taman rumahnya sudah penuh dengan dekorasi.
Marsha pun langsung membongkar paper bag dan box dari Nadia, matanya mendelik melihat gaun, sepasang sepatu serta perhiasan baru dengan warna yang senada.
“Ma, ini buat apa?” Marsha berhasil menahan langkah Nadia yang masih bolak balik mengecek dekorasi tamannya. “Mama nggak nikahi aku hari ini kan?” tanya Marsha panik.
Nadia tertawa pelan, “Ya enggak lah sayang, malam ini hanya pertemuan dengan calon suami kamu dan keluarganya.”
Marsha mendengkus kesal, ia juga sedikit lega. Ia pun menepuk jidatnya pelan karena merasa terlalu panik dengan perjodohan ini. Lagian masih sekolah mana mungkin langsung menikah begitu saja kan, ada-ada saja.
“Hai, Mbak udah siap?” Hana yang baru saja datang langsung ikut mengecek persiapan acara. Melihat Hana hadir, Marsha diam-diam celingukan mencari Reno.
“Reno masih ada kerjaan Sha, katanya nanti menyusul.” kata Hana memberi tahu siapa yang dicari Marsha, ia pun hanya tersenyum kecut dan pergi membawa semua pemberian Mamanya ke kamar.
Sesampainya dikamar Marsha langsung mengirim pesan pada Reno, memintanya untuk hadir dan menemaninya sepanjang acara. Reno yang menerima pesan dari Marsha hanya bergeming menatap layar ponselnya, ia tidak berniat membalasnya karena ia juga tidak ingin menjanjikan apa-apa lagi pada wanita yang seharusnya ia sadari sudah akan menjadi istri orang lain.
~