Adelia Adena, seorang gadis SMA yang ekstrover, ceria dan mudah bergaul dengan siapa saja, tiap harinya selalu di isi dengan keceriaan dan kebahagiaan.
Hingga suatu hari hidupnya berubah, ketika sang Ayah (Arsen Adetya) mengatakan bahwa mereka akan pindah di perkampungan dan akan tinggal disana setelah semua uang-nya habis karena melunasi semua utang sang adik (Diana).
Ayahnya (Arsen Aditya) memberitahukan bahwa sepupunya yang bernama Liliana akan tinggal bersama mereka setelah sang Ibu (Diana) melarikan diri.
Adelia ingin menolak, tapi tak bisa melakukan apa-apa. Karena sang Ayah sudah memutuskan.
Ingin tahu kelanjutannya, simak terus disini, yah! 🖐️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairunnisa Nur Sulfani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sosok Yang Merasuki Lilian di Usir Pergi
"Lilian kamu gapapa?." tanya papa yang berhasil membuatku dan mama menghembuskan nafas frustasi, karena merasa papa tidak peka juga dengan situasi yang sedang terjadi.
"Lilian gak apa-apa kok." sahutnya. Selanjutnya kami memutuskan pulang ke rumah dengan perut yang terasa lapar. Mungkin hanya papa yang melanjutkan makannya saat tadi.
"Tapi mama sama Adel kok gak makan, sih? Aneh banget." ujar papa yang membuatku tepuk jidat.
"Gapapa, Mas. Kenyang aja ngeliat Lilian makan." ungkap Mama ketus.
"Hmm, yasudah kalau begitu. Tapi papa ngerasa sedih loh ma, ngeliat Lilian makan tadi, dia kayak gak pernah makan yang enak."
"Terserah papa deh!." ungkapku dan mama kompak. Sementara yang sedang kami bicarakan sudah tidur setelah masuk ke dalam Mobil tadi.
___
Kami tiba di rumah saat hari mulai beranjak sore. Aku pun bergegas naik ke lantai atas tapi papa menahan tanganku dan mengatakan ada yang ingin mama bicarakan. Kami memutuskan untuk bicara dalam kamar yang kini sudah menjadi ruangan kosong_tempat yang pernah Lilian jadikan kamar, sekarang jadi kamar kosong, karena kamarnya sudah di pindah dilantai atas.
"Kenapa, Ma?." tanyaku.
"Apa masih berani tidur di atas sana?." tanya Mama yang malah balik bertanya dan mengingatkan kembali cerita yang mama alami sebelum kami berangkat jalan.
"Hmm, gak sih, Ma." sahutku yang merasa aneh, karena tidak kepikiran hal tersebut. Mungkin karena aku ngantuk dan ditambah sangat lapar.
"Yaudah, kalau gitu, Adelia tidur sama Mama aja." putusku dan mama mengiyakan. Mama kemudian memintaku untuk menemaninya masak di dapur untuk kami berdua.
Setelah beberapa saat, makanan sederhana yang mama siapkan sudah selesai dan mama sajikan diatas meja, saat tengah asik menikmati makanan kami, tiba-tiba kami di kejutkan dengan suara teriakan dari lantai atas yang bisa dipastikan jika itu adalah suara Lilian.
Papa yang ada dikamar pun bergegas keluar dan hendak ke lantai atas, sedang aku dan mama hanya berpandangan saja. Mama akhirnya mengajakku ke atas juga karena khawatir jika membiarkan papa sendirian ke atas di tambah papa belum menyadari situasi yang sedang terjadi saat ini.
Dengan perasaan ragu kami pun melangkah menaiki lantai atas, pelan tapi pasti, kami menaiki anak tangga satu persatu dengan langkah pelan yang hampir tidak terdengar. Sialnya, lantai diatas sangat gelap. Memutuskan untuk segera menyalakan lampu dan ternyata saat ini lampunya mati karena listrik yang terputus.
"Pa," panggilku dan Mama, yang entah mengapa ruangan yang ada di rumah ini serasa sangat menakutkan. Dari kamar Lilian terlihat ada cahaya, yang mungkin berasal dari senter ponsel milik papa, karena cahaya itu pun tidaklah begitu terang, tapi sepertinya cukup jika hanya untuk melihat apa yang sedang terjadi.
Sebelum melangkah menuju ke kamar Lilian, mama memutuskan memintaku untuk mengambil ponsel yang rupanya tertinggal saat begitu panik dengan apa yang di dengarnya tadi.
"Tapi, Ma." ujarku ragu, karena itu berarti aku akan meninggalkannya sendirian.
"Dengar, Adel, kamu harus segera ambil ponsel itu dan minta pertolongan siapapun di luar sana. Sekarang Lilian lagi ada dalam bahaya, begitupun papa." ungkap Mama menatapku dengan serius.
"Adel takut, Ma."
"Ya, mama tahu, tapi papa sendirian sekarang!." ujar Mama dengan wajah yang terlihat panik. Melihat itu aku pun segera menuruti kemauan mama walau dengan perasaan yang campur aduk. Mama benar, papa sendirian sekarang dengan sesuatu yang entah apa yang ada di depan sana. Dan parahnya, papa tidak tahu apapun. Mama benar jika sosok yang ada di dalam Lilian mungkin bahkan tidak akan segan-segan untuk melukai kami.
Setelah Mama pergi, aku pun mencoba turun ke lantai bawah dengan berhati-hati karena meskipun sudah cukup lama tinggal disini, aku tidak begitu hafal jika situasinya begitu gelap seperti ini. Menuruni anak tangga dengan pelan dan sangat hati-hati, karena jika sampai terjatuh dari sini, aku rasa ceritanya akan semakin sulit dan runyam.
Setelah berhasil menuruni anak tangga dengan pelan, aku melangkah ke dapur dengan menghafal dimana letaknya dan mencari meja tempat dimana kami makan sebelumnya. Setelah mendapatkannya, meraba-raba meja untuk mencari benda kecil ajaib itu, dan aku mendapatkannya. Tapi tak semulus itu, karena saat aku menyentuh ponsel itu, kurasakan ada tangan lain yang juga menyentuh tanganku.
"Kamu pikir akan berhasil Adelia. Hihihi." ujarnya dan entah bagaimana ceritanya aku tiba-tiba terpental ke dinding dan menabrak kursi yang terbuat dari kayu, yang membuatku terbatuk.
"Ah, sial, aku berdarah." ujarku meraba keningku, dan berusaha bangkit dari sana. Tapi lagi-lagi aku terpental ke lantai dengan cukup keras. Yang membuatku merasa tulangku seolah ikut remuk juga. Sial, aku kehilangan ponsel itu.
Meski mendapatkan luka, aku berusaha untuk mencari ponsel itu. Dikejauhan ponsel itu mengeluarkan cahaya yang mungkin berasal dari sebuah notifikasi. Aku berusaha meraihnya.
Berhasil meraihnya aku pun merasa kepalaku cukup sakit begitupun dengan seluruh tubuhku. Tapi dari pintu muncul Dariel bersama seseorang yang juga masih muda, mungkin temannya Dariel.
"Adelia," ujarnya meraihku yang hampir terjatuh dan ia terlihat panik.
"Dariel, bagaimana kamu bisa ada disini?."
"Arsen memberitahuku Adelia." ungkapnya.
"Papa." ujarku. Dan Dariel membenarkan hal itu. Ia bilang, papa yang memintanya mencarikan bantuan karena merasa ada yang tidak beres dengan Lilian. Dariel lalu menanyakan dimana Papa dan aku menjelaskan situasi yang sedang terjadi.
Tanpa membuang banyak waktu, Dariel bergegas naik ke lantai atas dan memintaku untuk tidak ikut ke atas. Namun aku memilih tak mendengarkannya. Karena aku rasa semua tempat sama saja. Buktinya aku baru saja dilukai oleh sesuatu yang tak kulihat tapi aku tahu ia cukup berbahaya.
Bermodalkan cahaya senter dari ponsel aku bergegas naik ke lantai atas dan menuju ke kamar Lilian, dan di sana sepertinya mereka tengah berkumpul.
Berjalan pelan menghampiri mereka di sana. Disana Lilian tengah menangis. Tidak, aku tidak tahu, apakah itu benar Lilian atau bukan?
"Om Arsen, Adelia sengaja merundungku." ujarnya yang membuatku terkejut begitupun kami semua.
"Apa maksudmu?." ujarku karena tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang di inginkan sosok itu.
"Hihihi, munafik. Kamu memang gak suka aku disini. Iya, kan, Adelia?." ujarnya dengan wajah yang cukup berbeda_setidaknya begitu menurutku.
"Lilian," bantahku. Karena aku merasa ia berbohong. Meski itu benar pada awalnya, tapi kurasa hubungan kami berbeda.
"Tante Hana juga, Om. Dia gak suka sama aku!." ujarnya kini menangis tapi kemudian tertawa bersamaan. Papa hanya diam saja, tapi Dariel seperti mengatakan sesuatu pada papa yang membuat lelaki paruh baya itu mengurungkan niatnya untuk mendekati Lilian.
"Apa om juga gak suka sama Lilian?." tanyanya. Dengan segera Dariel mengeluarkan aku dan mama dari kamar tersebut dan menguncinya dari dalam.
Mama pun menjelaskan jika sosok yang di dalam itu sudah bukan Lilian dan meminta kami menjauhi kamar itu.
"Tapi, Ma. Papa." tanyaku berubah khawatir.
"Tenang, Adelia. Disana papa tidak sendiri." ungkapnya kemudian menenangkan aku dan terpaksa menuruti keinginan mama. Bergegas turun ke lantai satu dan menunggu di bawah sana.
"Semoga semuanya baik-baik saja, Ma."
"Aamiin." balas Mama menggenggam tanganku. Mencoba menyalakan lampu, dan ya, lampu kini menyala. Aneh.
"Gak aneh, Del. Bisa aja sosok itu yang membuat semuanya jadi begini.
Kami menunggu mereka keluar dari sana dengan perasaan yang khawatir. Khawatir jika mereka tidak berhasil dan sosok itu melukai mereka. Tapi itu terbantahkan ketika mereka semua keluar dari sana, termasuk Lilian yang nampak lemas dan juga bingung.
"Pa," pelukku meminta maaf sekaligus lega.
"Maafin Adelia, Pa." ungkapku. Karena merasa papa jahat padaku. Ternyata papa melakukan ini semua dengan penuh kehati-hatian dan mencari tahu apa yang terjadi. Dan sebenarnya, sebelum kami, aku_mama mengetahui ada sosok yang merasuki Lilian papa ternyata sudah mengetahuinya lebih dulu. Dengan perasaan yang bersalah, mama juga meminta maaf pada papa.