Baru satu minggu Khalisa kehilangan pria yang menjadi cinta pertamanya, 'AYAH'. Kini dia harus menyaksikan Devan, sang tunangan selingkuh dengan Viola, kakak kandung Khalisa.
Belum juga selesai masalahnya dengan Devan dan Viola. Khalisa dibuat pusing dengan permintaan Sonia, kakak sepupu yang selalu ada untuk Khalisa, setiap gadis itu membutuhkannya. Sonia meminta Khalisa menggantikannya menikah dengan Narendra, pria yang sudah selama tiga tahun ini menjadi kekasih kakak sepupunya itu.
Sedangkan hati Khalisa mulai jatuh pada sosok Abian, dosen pembimbingnya yang sering memberikan perhatian lebih.
Bagaimana Khalisa menghadapi kerumitan hidupnya setelah di tinggal pergi sang ayah?
Apakah Khalisa menyetujui permintaan Sonia?
Yuk simak ceritanya di 'Selepas Cinta Pertama Pergi'
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Acara Penting
Pagi-pagi sekali Khalisa dikejutkan dengan kehadiran Narendra di kediaman paman Kamal. Pria itu sudah duduk di meja makan bersama pamannya dan juga bibi Amanda, saat Khalisa bergabung di meja makan.
Tidak ada Sonia disana, padahal kakak sepupunya itu juga tidak ada di kamarnya. Entah kemana perginya Sonia pagi-pagi begini. Sesibuk apapun kakaknya akan berangkat kerja di jam normal, sama dengan karyawan pada umumnya.
"Atau sengaja menghindar agar tidak bertemu Mas Rendra." batin Khalisa sambil membalas senyum Narendra yang terus terlukis diwajah tampan itu.
"Pagi Pa, Ma, Mas." sapa Khalisa.
Jika paman Kamal dan bibi Amanda membalas dengan senyuman. Berbeda dengan Narendra. Pria itu menjawab sapaan Khalisa sambil berdiri.
"Selamat pagi kesayangan Mas Rendra." ucap Narendra sambil mengusak pucuk kepala Khalisa, lalu menarik kursi yang ada disampingnya dan mempersilakan Khalisa duduk.
Khalisa merasa tidak enak dengan paman Kamal dan bibi Amanda atas perlakuan Narendra. Jika dulu mungkin akan terasa biasa saja, tapi tidak kali ini.
Namun baik paman Kamal maupun bibi Amanda bersikap seperti biasa atas sikap Narendra. Seolah tidak ada masalah yang terjadi antara Sonia dan Narendra. Narendra juga tampak biasa saja. Dia tetap tersenyum lebar dan menyambut Khalisa yang sekarang duduk disampingnya.
Khalisa berpikir mungkin Narendra belum tahu apa yang terjadi pada Sonia. Melihat sikap paman dan bibinya, keduanya sepertinya belum memberitahu Narendra. Sehingga Khalisa merasa tidak salah jika dia bertanya tentang keberadaan Sonia.
"Ma, mana Kak Ni...."
Khalisa salah, ucapannya dipotong oleh bibi Amanda, "Dia sudah pergi pagi-pagi sekali." ucap bibi Amanda.
Khalisa mengangguk lalu mencoba bersikap biasa saja. Cukup dia ketahui, paman Kamal dan bibi Amanda sedang tidak ingin membicarakan Sonia.
Tidak ada obrolan lagi setelah itu. Semua tampak menikmati sarapan mereka, dengan pikiran mereka masing-masing. Sampai Darel datang memecah keheningan.
"Kak Ica ku yang cantik jelita mengalahkan bidadari, ini kunci mobilnya Darel kembalikan." ucap Darel yang menurut Khalisa sangat berlebihan.
Pemuda itu menaruh kunci mobil milik Khalisa disamping kakaknya itu, "Terima kasih Kakak." ucapnya lagi.
"Sama-sama Rel, tapi tidak perlu memuji yang berlebihan." balas Khalisa.
"Darel tidak berlebihan sayang, kamu memang cantik." ucap Narendra menimpali.
"Tuh, dengar sendiri. Mas Rendra saja mengakui." sahut Darel.
"Kakak kamu memang cantik dan baik hati Rel." timpal Narendra lagi.
"Setuju banget Darel sama pernyataan Mas Rendra. Oh ya, tadi malam Darel ketemu Bang Devan. Dia cariin kakak. Aneh tuh orang, bukannya bisa chat atau telepon untuk tahu keberadaan Kak Ica, kan?" ucap Darel yang memang belum diberitahu masalah yang terjadi dengan kakak-kakaknya.
"Kalau gitu, kamu pakai saja mobil Ica, Rel. Kakak kamu ke kantor sama Mas Rendra." ucap Narendra menanggapi celotehan Darel yang sedikit diabaikan oleh orang-orang yang ada disana, karena bicara tentang Devan. Narendra berusaha mengalihkan pembicaraan Darel.
"Eh, beneran ini?" tanya Darel memastikan. Dia masih ada janji bertemu dengan gebetannya.
"Pakai saja." Lagi, Narendra yang menjawab. Padahal itu kan mobil Khalisa.
Darel tersenyum lebar setelah Khalisa mengangguk. "Terima kasih. Kak Ica dan Mas Rendra. Kalian memang yang terbaik. Kenapa kalian enggak nikah berdua aja sih? Eh, maaf. Untung orangnya enggak ada." ucap Darel sambil menutup mulutnya.
"Kak Ni...."
"Cepat sarapan Darel. Jangan banyak bicara lagi." ucap bibi Amanda, memotong ucapan Darel yang akan bertanya dimana keberadaan kakak kandungya
"Anak itu." ucap Khalisa dalam hati mendengar ucapan Darel tentang dia dan Narendra yang menikah. Sementara Narendra senyum-senyum sendiri mendengar ucapan Darel yang mempertanyakan dirinya dan Khalisa. Dia suka pernyataan pemuda itu.
"Darel mendukung kita menikah, kamu mau sayang?" bisik Narendra sambil meraih tangan Khalisa untuk dia genggam.
Khalisa tentu saja langsung menepis tangan Narendra, Khalisa tidak ingin paman Kamal dan bibi Amanda salah paham. Jangan tanyakan bagaimana perasaan Khalisa saat ini. Jantungnya berdebar, bukan karena ucapan Narendra, yang memintanya untuk menikah. Tapi dia takut paman Kamal dan bibi Amanda bisa mendengar bisikan Narendra, lalu salah sangka dengan sikap pria itu padanya.
***
Setengah hari ini Khalisa bisa bekerja dengan baik. Meskipun sesekali, Khalisa teringat ucapan paman Kamal pagi tadi, saat dia pamit ke kantor bersama Narendra.
"Tidak ada salahnya kamu pikirkan permintaan kakak kamu, Ca. Narendra itu tulus sayang sama kamu." ucap paman Kamal.
Khalisa juga mengingat permintaan Narendra saat mereka dalam perjalanan ke kantor, dan berakhir dengan Khalisa yang mengiyakan ajakan pria itu.
Flash back
Narendra menyandarkan kepalanya di bahu Khalisa. Matanya terpejam, akibat kurang tidur. Tangan Khalisa reflek terulur untuk mengusap rambut Narendra, membuat pria itu semakin nyaman saja.
"Kalau lelah mengapa memaksakan diri untuk menjemput Ica, Mas?" gumam Khalisa yang bisa didengar Narendra. Pria itu hanya memejamkan matanya, tidak benar-benar tidur.
"Karena Mas merindukan kamu sayang." jawab Narendra.
"Eh, orang tidur kok bisa jawab?" ucap Khalisa membuat Narendra terkekeh.
"Kamu itu selalu saja menggemaskan." balas Narendra sambil mendaratkan sebuah kecupan sayang di pucuk kepala Khalisa.
"Sayang, ayo kita menikah." ucap Narendra lagi berbisik, membuat Khalisa terdiam.
Setelahnya Narendra benar-benar tertidur selama diperjalanan menuju Wiranata Group. Sementara Khalisa sibuk dengan pikirannya sendiri. Sampai mobil berhenti di depan pintu utama Wiranata Group. Pria itu memaksa Khalisa harus menjawab iya. Kalau tidak, dia akan mencium Khalisa didepan umum. Jelas saja Khalisa mengiyakan untuk cari aman.
Flash back off.
Satu notifikasi masuk lewat aplikasi hijau. 'Terima kasih Ca. Akhirnya kamu terima permintaan Kakak. Semoga kamu bahagia.'
Khalisa mengerutkan keningnya membaca pesan dari Sonia. Sungguh Khalisa tidak mengerti. Dia belum memberi jawaban kepada Sonia. Khalisa baru memberi jawaban pada Narendra, itupun karena pria itu memaksa.
Belum hilang rasa terkejutnya atas pesan yang dikirimkan Sonia. Khalisa kembali dikejutkan dengan kedatangan mami Aulia.
"Ya ampun sayang, anak Mami kenapa masih ada disini? Rendra benar-benar kelewatan membiarkan calon istrinya masih bekerja di hari penting seperti ini." ucap mami Aulia yang membuat Khalisa semakin binggung.
"Maksud Mami apa?" tanya Khalisa.
"Kamu ikut Mami, sayang. Ayo kita makan. Setelah itu perawatan untuk acara penting nanti malam." ucap mami Aulia sambil menarik tangan Khalisa agar ikut dengannya.
Khalisa yang tidak berani melawan orang tua, dia ikuti saja perintah mami Aulia. Meski dalam hatinya bertanya-tanya, "Acara penting apa?"
***
Tiba di perusahaan Wiranata Group, Khalisa langsung turun dari mobil, meninggalkan Narendra yang tersenyum senang, karena sudah berhasil membuat Khalisa mengiyakan ajakannya menikah.
Narendra membiarkan saja Khalisa masuk kedalam lift karyawan menuju ruangannya. Dia sendiri masuk kedalam lift khusus para petinggi perusahaan menuju ruanganya.
"Bisa enggak sih, kasih kerjaan itu yang waktunya enggak mepet begini?" protes Kevin begitu Narendra tiba di ruangannya.
"Pekerjaan sesuai gaji. Jangan banyak protes." jawab Narendra yang tahu kemana arah kekesalan Kevin.
"Masalahnya ini bukan kerjaan kantor bos." sahut Kevin.
"Kamu tahu jabatan kamu kan, Vin?" tanya Narendra.
"Ya tahu lah, gue kan asisten Lo." jawab Kevin.
"Berarti?" tanya Narendra lagi.
"Ck, Gue harus siap kapanpun Lo butuh bantuan." jawab Keven, "Tapi masalahnya Lo cuma kasih waktu satu hari. Dan semua harus perfect. Untung Shinta bisa bantu Gue." jawab Kevin.
"Terus masalahnya apa?"
"Gue belum tidur, Rendra." jawab Kevin kesal.
"Lo pikir gue juga bisa tidur?" balas Narendra tidak mau kalah.
Begitulah atasan dan bawahan itu jika sedang berdua. Tidak ada yang namanya atasan dan bawahan. Yang ada dua sahabat yang sering adu argumen.
"Semua udah gue kerjakan sesuai permintaan Lo. Gue mau tidur dulu." ucap Kevin sambil berlalu meninggalkan Narendra yang juga butuh tidur.
Narendra masuk ke ruang pribadinya. Dia harus istirahat yang cukup demi acara nanti malam. Acara penting untuk dia dan Khalisa. Dengan senyum yang tak hilang dari wajahnya, Narendra pergi ke alam mimpi. Sampai panggilan telepon dari mami Aulia mengganggu tidur Narendra. Detik itu juga dia terjaga dan melihat jam ditangannya.
"Aku terlambat." ucap Narendra.
...◇◇◇...