Menjadi seorang asisten rumah tangga bukanlah tujuan hidup bagi seorang wanita bernama ZENVIA ARTHUR.
Tapi pada akhirnya dia terpaksa menjadi ART seorang billionaire bernama KAL-EL ROBERT karena suatu alasan.
Bagaimana keseruan ceritanya?
follow instagram @zarin.violetta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
ZenKal 11
Masih FLASHBACK ..
Zenvia masuk ke dalam sebuah ruang bawah tanah yang berada perdih di bawah beranda depan rumah itu.
Dia tak bisa keluar ke depan karena masih ada beberapa orang yang berjaga di sana.
Zenvia bersembunyi di dalam ruangan gelap itu untuk sementara sampai orang orang itu pergi dari sana.
Terdengar suara langjah kaki beberapa orang menuruni tangga beranda dan itu terdengar jelas oleh Zenvia yang bersembunyi di bawahnya.
"Wanita itu memiliki tanda merah di punggungnya dan sayang sekali kita baru mengetahui hal ini. Setidaknya kali ini kita tak akan salah sasaran lagi dan bisa menemukannya dengan lebih cepat. Wanita tua itu seharusnya mengatakannya lebih awal daripada mati sia sia seperti itu," gumam salah seorang pria yang membicarakan istri Seran.
"Kalian sudah memeriksa rumah Sergio lagi? Jejak wanita itu pasti masih ada di sana. Dan kali ini kita harus tahu tentang identitas dan fotonya. Itu akan memudahkan kita mencari dan membunuhnya," kata pria itu lagi.
Zenvia menutup kembali mulutnya yang bergetar ketakutan karena dia adalah target pembunuhan yang bahkan ia tak tahu alasannya.
Hingga akhirnya para pria itu membakar rumah sang paman dan pergi dari sana. Zenvia segera keluar dari persembunyian yang sudah terasa panas akibat api itu.
Lalu Zenvia berlari dan pergi dari sana. Kini bekalnga hanyalah tiket di kantong celananya dan juga uang serta perhiasan di tas ranselnya.
Zenvia tak tahu apa yang akan terjadi padanya nanti. Dia hanya mengikuti nalurinya untuk menyelamatkan dirinya sendiri.
*
Setibanya di pelabuhan, Zenvia langsung naik ke dalam kapal ilegal itu. Zenvia tak tahu bahwa itu kapal ilegal yang memuat para imigran gelap.
Zenvia hanya menunjukkan tiketnya dan mengikuti arahan petugas kapal. Kapal itu tampak terlihat seperti kebanyakan muatan hingga penumpang banyak yang berdesakan di dalam kapal yang tak terlalu besar itu.
Zenvia duduk di pojok ruangan kapal di dekat jendela. Dia hanya menatap kosong ke arah laut yang tenang di malam ini.
Zenvia memasang capuchonnya dan memakai masker di mulutnya hingga wajahnya tertutup setengah.
Jaketnya terpasang 3 lapis karena udara menang sedang dingin.
*
*
3 hari sudah Zenvia berada di dalam kapal dan berhenti di beberapa negara hingga akhirnya tiba di New York.
"Hei, Nona. Kau mau ke mana?" tanya seorang pria tua yang berjalan di sampingnya ketika mereka keluar dari kapal.
"Aku tak tahu, Paman," jawab Zenvia.
"Aku punya saudara di sini dan bekerja direstoran. Kau mau ikut bersamaku? Kau mengingatkanku pada putriku jadi aku merasa tak tega meninggalkanmu sendirian di kota asing ini," ucap pria itu.
"Terima kasih, Paman. Aku akan ikut paman," jawab Zenvia yang langsung percaya pada pria itu karena mereka sempat mengobrol lama di kapal.
Pria itu dan Zenvia berjalan beberapa blok hingga akhirnya berada di perempatan jalan dan mencegat bus.
"Ini rute ke apartemen kerabatku. Ayo," ucap pria tua itu.
Lalu Zenvia pun naik ke dalam bus dan mereka duduk secara terpisah. Penumpang di sana lumayan banyak dan membuat Zenvia tak nyaman.
Wanita itu semakin menaikkan kerah jaketnya hingga menutupi setengah wajahnya.
"Berapa jam perjalanannya, Paman," tanya Zenvia.
"Sekitar satu jam. Tidurlah, nanti paman bangunkan jika sudah sampai," jawab pria itu
Zenvia mengangguk dan matanya terpaku pada pemandangan luar jendela bus di mana banyak orang berlalu lalang di jalan dan jalanan tampak ramai.
Beberapa menit kemudian Zenvia tertidur karena dia memang sangat mengantuk. Ketika di kapal, Zenvia tak bisa tertidur nyenyak akibat banyaknya penumpang dan itu membuatnya sedikit khawatir.
*
*
"Hei, Nona. Bangunlah." Suara itu terdengar di telinga Zenvia dan membuat Zenvia langsung terbangun.
Zenvia mengerjapkan matanya dan melihat pria yang sepertinya adalah supir bus itu.
"M-maaf," ucap Zenvia dan akan mengambil tas nya.
Tapi tas itu sudah tak ada dan ia mengedarkan pandangannya ke dalam area bus yang sudah tak ada penumpang kecuali dirinya.
"D-di mana tas ku?" tanya Zenvia.
"Aku tak tahu. Cepatlah turun karena ini rute terakhir," ucap supir bus.
"A-apa maksudmu? Tadi tas ku ada di sebelahku. Apakah ada yang mengambilnya?" tanya Zenvia panik.
"Aku tak tahu. Cepatlah keluar sekarang juga. Aku akan mengunci bis ini," kata supir bus.
Lalu Zenvia terpaksa beranjak berdiri dan turun dari bis itu.
Zenvia terlihat panik karena dia tak memiliki apa pun lagi sekarang. Semua dokumen penting dan uangnya ada di dalam tas ransel itu.
"Bagaimana ini?" gumam Zenvia panik dan meneteskan air matanya karena takut.
Zenvia menoleh ke kanan kiri dan dia tak menegenal tempat asing itu. Zenvia tak tahu harus ke mana.
*
*
Tiga hari sudah Zenvia luntang lantung di jalanan kota New York. Zenvia mencova mencari pekerjaan tapi tak ada yang menerimanya karena dia tak memiliki kartu identitas.
Ada beberapa orang yang menawarinya pekerjaan sebagai pelacur karena hal itu lebih mudah bagi imigran gelap sepertinya.
Tapi Zenvia menolaknya. Dia terpaksa mengemis di jalanan dan meminta belas kasihan orang untuk memberinya makanan.
"Lalu apa bedanya dengan aku hidup seperti ini?" Bisiknya sambil menutupi wajahnya dengan lengannya.
Zenvia bahkan tak mandi selama tiga hari karena dia benar benar tak tahu harus apa di kota asing itu.
Jaketnya yang kotor terlihat sudah kumal dan bau karena Zenvia tidur di jalan dengan beralaskan kardus.
Selama ini Zenvia tidur di gerbang kantor polisi karena dia takut ada yang berbuat jahat padanya.
Lama Zenvia berdiri di pinggir jalan sambil menahan dinginnya kota New York.
Dia berpikir panjang untuk melangkah ke keramaian yang ada di jalan raya. Mobil berlalu lalang dengan kecepatan sedang dan Zenvia berkali kali meneguk ludahnya seakan siap untuk melakukan hal gila yang ada di pikirannya sekarang.
Tak lama kemudian, Zenvia menutup matanya dan melangkah turun dari trotoar
Tangannya yang dingin mengepal kuat dan seakan memantapkan hatinya untuk melakukan hal gila itu.
Pikiran pendek itu sudah menguasai otak Zenvia dan dia terlalu lelah dengan ini semua. Dia tak memiliki siapa pun lagi dan sudah merasa hilang serta tak ada gunanya hidup di dunia yang tak dikenalnya ini.
Dia ingin menyerah karena pada akhirnya ia pasti akan menjadi gila karena ia tak tahu apa pun yang terjadi pada dirinya dan keluarganya.
Tak ada lagi yang ditunggunya. Tak ada lagi yang melindunginya. Tak ada lagi yang akan berada di sisinya. Semua sudah hilang.
Dia berharap untuk menghilang saja dari dunia ini. Dunia ini terlihat begitu gelap dan dia menangis sepanjang malam.
"Apakah aku akan merasa lebih baik jika aku menghilang? Ya, aku akan merasa lebih baik," bisik Zenvia.
Lalu kaki Zenvia berlari ke arah tengah jalan raya.
BRAAAKKK!!!