Amira Khairinisa, tiba-tiba harus menerima kenyataan dan harus menerima dirinya menjadi seorang istri dari pria yang bernama Fajar Rudianto, seorang ketos tampan,dingin dan juga berkharisma di sekolahnya.
Dia terpaksa menerima pernikahan itu karena sebuah perjodohan setelah dirinya sudah kehilangan seseorang yang sangat berharga di dunia ini, yaitu ibunya.
Ditambah dia harus menikah dan harus menjadi seorang istri di usianya yang masih muda dan juga masih berstatus sebagai seorang pelajar SMA, di SMA NEGERI INDEPENDEN BANDUNG SCHOOL.
Bagaimanakah nantinya kehidupan pernikahan mereka selanjutnya dan bagaimanapun keseruan kisah manis di antara mereka, mari baca keseluruhan di novel ini....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon satria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4.
Setelah beberapa menit dan juga sudah melaksanakan shalat subuh nya masing-masing meskipun tidak berjamaah, Fajar pun langsung menatap Amira yang masih memakai cadarnya itu.
" Semalam tidur gak pake cadar?." tanya Fajar.
Dia menyadarinya saat Amira membangunkannya tadi yang dimana Amira sudah mengenakan cadarnya atau memang cadar itu tidak pernah dibuka oleh Amira meskipun dengan keadaan tidur sekalipun.
" Hm." jawab Amira dengan hanya gumaman nya saja.
Selama Fajar melaksanakan shalat subuh, Amira memilih fokus untuk melanjutkan bacaan Qur'an nya, tentu saja dengan suara yang pelan, sehingga tidak menganggu kekhusyuan Fajar dalam shalat nya.
Dia baru berhenti membaca Al-Qur'an, bersamaan dengan Fajar yang sudah selesai shalat.
" Bisa nafas?." tanya Fajar kembali, sambil melipat sejadah yang baru saja dia gunakan untuk menunaikan shalat subuh nya, dan langsung menyimpan nya di atas nakas.
" Bisa." jawab Amira singkat.
Setelah menaruh sejadah nya di atas nakas, Fajar pun langsung kembali ke arah sofa, dimana disana juga terdapat Amira yang sudah duduk disana.
Dia pun langsung duduk disamping Amira, dengan jarak yang masih tersisa diantara mereka.
" Cadar tidak mempersulit seseorang untuk bernafas." ucap Amira, memperjelas jawaban yang sempat ia lontarkan singkat tadi, sambil tersenyum tipis dibalik cadarnya.
Dia juga sedikit terhibur oleh pertanyaan Fajar yang menurutnya lucu.
" Kalau lagi dikamar atau mau tidur gak perlu pakai cadar, gak masalah juga kan sekarang kalau cuma saya saja yang lihat?." tanya Fajar, tanpa melihat ke arah Amira dan menatap lurus kedepan dengan eskpresi datarnya.
Dia pun memilih untuk menyandarkan punggung dan kepalanya di sandaran sofa, dengan kedua tangan nya yang dilipat didepan dada.
" Iyah, enggak masalah kalau kamu lihat, karena kamu suami aku sekarang." jawab Amira, tanpa menoleh juga menatap ke arah Fajar.
Mereka benar-benar berbicara tanpa saling memandang satu sama lain, mereka memang sudah terbiasa seperti itu sebelum mereka menikah, mengingat bahwa mereka adalah sepasang sekretaris dan ketua osis yang tentu saja saling berdiskusi perihal kegiatan di sekolah.
" Terus kenapa masih dipake?." tanya kembali Fajar.
Amira pun langsung menundukan kepalanya dengan pelan sebelum dirinya menjawab pertanyaan dari Fajar itu.
" Jujur aku malu, aku belum terbiasa."
" Maka biasakan."
" Biasakan?, biasakan apa maksudnya?." tanya Amira yang langsung menoleh menatap Fajar yang masih bersandar dengan nyaman.
Dan Fajar juga langsung membalas tatapan dari Amira itu.
" Biasakan gak pakai cadar pas lagi dikamar atau di depan suami kamu." jawab Fajar dengan tenang.
" Apa itu perintah atau cuman saran?." tanya Amira, dia hanya ingin memastikan.
Dan Fajar langsung mengangkat sebelah alisnya begitu mendengar pertanyaan dari Amira.
" Kenapa?."
" Jawab dulu, itu perintah dari kamu atau hanya sekedar saran?." tanya Amira kembali, dengan sedikit mendesak Fajar.
" Saran."
" Oh." ucap Amira yang langsung menganggukan kepalanya.
" Kalau begitu makasih atas sarannya, tapi saran itu gak bisa aku lakuin sekarang." sambung Amira.
Amira pun kembali memalingkan wajahnya dan juga pandangannya, tidak lagi menatap ke arah Fajar.
Sementara Fajar dia sedang mencoba memahami maksud dari jawaban yang baru saja Amira katakan.
" Kalau itu perintah?." tanya Fajar, pertanyaan itu terlintas begitu saja di pikiran nya Fajar.
Dan Amira dia langsung terdiam, dia tidak langsung menjawabnya.
Wajahnya yang semula menunduk, kini mulai terangkat kembali menoleh menatap ke arah Fajar.
Bukan hanya wajahnya saja yang menghadap ke arah Fajar, bahkan tubuhnya juga ikut menghadap ke arah Fajar.
Fajar yang ditatap oleh Amira pun langsung menatap balik kepada Amira dengan penuh tanda tanya, dari gestur Amira yang seperti itu, dia bisa mengetahui bahwa Amira akan mengatakan hal yang lebih serius terhadap nya.
" Kalau itu perintah, maka aku bakal ngelakuin perintah itu sekarang juga, karena kamu sudah menjadi suami aku, jadi sudah menjadi kewajiban aku buat patuh sama kamu selagi itu benar buat aku." jelas Amira.
Sedangkan Fajar dia masih terdiam, dia masih menunggu Amira untuk menyelesaikan ucapannya.
" Melihat wajah aku sekarang sudah menjadi hak kamu, jadi aku akan melakukanya jika kamu emang mau melihat wajahku tanpa pake cadar." sambung Amira kembali.
" Pernikahan ini bukan keinginan kita, jadi tidak perlu saling menuntut hak dan juga kewajiban sebagai suami-istri layaknya." ucap Fajar, berbicara tenang namun serius.
" Aku tidak menuntut hak dan kewajiban, dan tidak ada juga maksud aku mengatakan hal itu." ungkap Amira sedikit protes dengan pernyataan Fajar yang ternyata sudah salah paham terhadap dirinya.
" Terus kenapa kamu bersedia saat saya perintahkan kamu untuk kamu buka cadar?." ujar Fajar menatap Amira semakin dalam.
Dan Amira langsung menghembuskan nafasnya dengan pelan, sebelum dia kembali menjelaskan nya.
" Bukankah dalam pernikahan ada sebuah aturan? dan jika bisa maka aku akan memenuhi kewajiban yang memang bisa aku lakukan sebagai seorang istri sekarang, yaitu salah satunya mematuhi kamu sebagai seorang suami." jelas Amira.
Amira menerima pernikahan itu karena tidak ingin melanggar perintah Allah, dimana tinggal bersama orang yang bukan mahram adalah hal yang dilarang oleh Allah.
Sebelum Amira menikah dengan Fajar, Andini yang sekarang sudah menjadi Ibu mertuanya Amira itu terus memaksa Amira untuk tinggal dirumah mereka.
Tentu saja awalnya Amira telah menolaknya, karena dia tidak akan mungkin tinggal dirumah Andini karena Andini memiliki seorang suami dan juga anak laki-laki yang umur nya sebaya dengannya.
Namun tanpa Amira duga, Andini malah memintanya untuk menikah dengan anaknya.
Dimana saat itu, Amira sama sekali tidak tau siapa anak nya Andini itu.
Sampai akhirnya mereka langsung dipertemukan dan ternyata anaknya itu adalah Fajar, orang yang Amira kenal sebagai partner nya di dalam organisasi OSIS di sekolahnya.
Karena itulah Amira terpaksa menerimanya dan menikah dengan Fajar karena Amira juga sudah tidak tau lagi bagaimana cara untuk menolak nya lagi, ditambah Amira tidak tau lagi dengan kehidupan kedepan nya karena semenjak meninggalnya Ibu Amira, Amira menjadi hidup sendirian karena dia sudah tidak memiliki keluarga lagi.
Ditambah dia juga sangat tidak tega dengan Andini karena beliau terus memohon kepada Amira untuk menerima Fajar sebagai suaminya, dan bisa tinggal di rumah mereka sebagai seorang menantu di keluarga mereka.
" Ekhem!." gumam Fajar dengan pelan.
Entah apa yang terjadi pada dirinya saat ini, tiba-tiba saja dia tidak tau harus mengatakan apa lagi, setelah dia mendengar semua penjelasan dari Amira.
Apalagi Amira menatapnya dalam waktu yang cukup lama.
Karena ini adalah hal yang baru untuknya, karena dia tau bahwa selama ini Amira selalu menjaga pandanganya dari seorang lelaki, apalagi Amira tidak pernah menatap lawan jenisnya selama itu.
" Kamu kenapa?." tanya Amira sambil menatap wajah Fajar dengan tatapan bingung.
Fajar tidak langsung menjawab, dia hanya menjawab nya dengan gelengan kepalanya saja.
" Jadi gimana?." tanya kembali Amira yang ternyata masih membahas perihal saran atau perintah yang sebelumnya sudah dia tanyakan kepada Fajar.
" Jangan dibuka, itu bukan perintah." jawab fajar dengan cepat.
Amira pun langsung tersenyum tipis dibalik cadarnya, karena dia memang ingin mendengar hal itu karena sejujurnya Amira juga belum siap untuk menunjukkan wajahnya di hadapan Fajar.
TO BE CONTINUE