Gadis cantik selesai mandi, pulang ke gubugnya di tepi sungai. Tubuh mulus putih ramping dan berdada padat, hanya berbalut kain jarik, membuat mata Rangga melotot lebar. Dari tempatnya berada, Rangga bergerak cepat.
Mendorong tubuh gadis itu ke dalam gubug lalu mengunci pintu.
"Tolong, jangan!"
Sret, sret, kain jarik terlepas, mulut gadis itu dibekap, lalu selesai! Mahkota terengut sudah dengan tetesan darah perawan.
Namun gadis itu adalah seorang petugas kesehatan, dengan cepat tangannya meraih alat suntik yang berisikan cairan obat, entah apa.
Cross! Ia tusuk alat vital milik pria bejad itu.
"Seumur hidup kau akan mandul dan loyo!" sumpahnya penuh dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syarifah Hanum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Kebisuan menyelimuti Ganda dan kawan kawannya. Mereka sibuk dengan pikiran masing masing.
"Sudah, gaskan saja bang Ganda!"
Suara Bimo, teman Ganda memecah kebisuan di antara mereka.
"Ia bang, single dia, apa lagi?", lanjut teman Ganda satu lagi, Reza namanya.
" Tapi serem mbak Nadira ya, dia mampu melumpuhkan seseorang dengan senjatanya!", seru Bimo bergidik ngeri, membayangkan senjatanya di tusuk tusuk dengan alat suntik oleh Nadira.
"Goblok kamu! Mbak Nadira melakukan itu kan karena dia diserang, dilecehkan dan disakiti!
Wajar, karena dia hanya membela dirinya saja!", geram Reza.
Bimo tersentak kaget, tidak menyangka Reza membela Nadira.
" Kamu naksir mbak Nadira ya?", tuduh Bimo fasih.
"Eh, sembarangan kamu! Mana mungkin aku nikung teman!", geram Reza marah.
Bimo menunduk, Reza marah dan Ganda pun menatapnya tajam, seakan ingin mengulitinya hidup hidup.
" Jangan sembarangan bicara! Tidak enak jika didengar oleh mbak Nadira! Dia sudah begitu baik pada kita yang cuma preman pungli!
Coba kalian pikir, dia mau bercerita tentang hidupnya pada kita, berarti dia sudah percaya pada kita!! Ingat itu!"
Bimo makin takut, melihat Ganda semarah itu. Ganda bukan orang yang suka bicara panjang panjang, namun jika emosinya terpancing, dia bisa mengamuk sesukanya.
"Kita tidak tahu hidup seperti apa yang dialami oleh mbak Nadira. Kalian pikir sajalah, perempuan secantik dia, hidup nomaden, pindah sana pindah sini, jika dia merasa tak nyaman.
Apakah dia tidak punya keluarga ? Mengapa dia harus terus melarikan diri?
Mungkin dia sudah paham, efek yang sangat mengerikan, yang timbul pada pria brengsek itu!
Sebagai orang medis, pastilah sudah dipikirkan matang matang, apa yang terjadi pada orang yang terkena obat dalam jarum suntik itu!"
Ganda bicara dengan sangat tenang, walau pun sambil bicara matanya terus menusuk Bimo.
Dari balik pintu, ternyata Nadira mendengar semua pembicaraan tiga orang di luar ruko.
Karena ada yang ingin ia tanyakan, setelah menaiki tiga anak tangga, ia turun kembali dan ingin membuka pintu.
Namun tidak jadi, ia mendengar dirinya sedang diperbincangkan dengan serius oleh Ganda dan teman temannya.
Hatinya menghangat, mereka begitu peduli dengan dirinya. Walau mungkin Bimo sedikit usil.
"Terimakasih teman teman sudah mau menjadi teman baikku!", bisik Nadira.
Kakinya perlahan ia ayunkan, takut terdengar oleh mereka di balik pintu. Beruntung ia tidak memakai alas kaki, sehingga langkahnya tidak menimbulkan bunyi sedikit pun.
" Ya Allah, izinkan kantuk menyerangku agar tidurku nyenyak hingga subuh menjelang, lima jam lagi!", ucap Nadira, dalam lantunan doanya selain doa doanya yang lain.
"Lampu kamar mbak Nadira sudah mati sepertinya dia sudah tidur!", ucap Reza, memecah kebisuan di antara mereka.
" Mendekati mbak Nadira itu sepertinya sulit sekali bos! Ia sudah punya traumatik terhadap seorang pria.
Lihatlah ia sengaja mengatakan jika ia sudah menghabisi kejantanan pria yang menodainya itu tanpa membunuh raganya.
Ia membangun tembok pembatas yang kokoh terhadap kita, untuk memberi sinyal,( jangan pernah bermain licik denganku, karena aku mampu melumpuhkanmu)".
Saat bicara, Reza menatap Ganda, ia tahu temannya itu sedang gelisah tak tentu arah. Berulang kali menarik nafas, berat dan menghempaskannya dengan mulutnya.
"Kalian tidurlah dulu! Biar aku keliling sebentar!"
Saat itu mereka sedang berada di kios rokok yang kosong di tinggal pemiliknya.
Di lantai kios yang sempit, Reza dan Bimo mencoba untuk tidur berdempetan.
Setelah kedua temannya itu mendengkur, Ganda berjalan, berkeliling dari satu ruko ke ruko yang lain, dari ujung ke ujung yang satunya, wilayah yang sudah menjadi tanggung jawabnya.
Selain menjaga keamanan di malam hari, Ganda juga mengutip uang keamanan pedagang yang berjualan di trotoar, pada hal pihak pemerintah setempat sudah melarang mereka berjualan, namun Ganda malah menyuruh mereka berjualan.
Jika Ganda mendengar ada razia pkl, ia sudah menyebarkan info duluan di grup para pedagang kaki lima tersebut.
Selain itu, penjaga parkir juga harus menyetor seratus ribu setiap hari kepada Ganda tanpa protes, karena Ganda sudah menguasai daerah itu sudah bertahun tahun lamanya.
Menjelang subuh, Ganda pergi ke mesjid tanpa memberitahukan kepada Bimo dan Reza.
Ia tidak mau mereka mengejeknya karena melakukan sholat subuh berjemaah di mesjid, sesuatu yang sudah sangat lama tidak ia lakukan.
Apakah ini karena pesona Nadira yang sudah merampas semua perasaannya. Ah, entahlah..!
"Bu, nanti sebelum dzuhur, bangunkan aku ya!"
Saat tiba di rumah, dia berkata pada ibunya sebelum masuk ke kamarnya, untuk tidur. Rasa kantuknya begitu hebat membelit mata dan otaknya.
"Hem..!", sahut ibu Ganda singkat.Ia tidak begitu peduli saat anaknya pulang untuk tidur selepas tugas jaga malamnya.
Andai perempuan itu tahu, anaknya minta dibanguni sebelum dzuhur untuk melaksanakan sholat berjemaah di mesjid, tentu ia akan merasa begitu bahagia.
Anak laki laki satu satunya itu sudah tobat, sudah mau melaksanakan perintah Tuhannya.
Namun ia tidak tahu jika alasan Ganda untuk beribadah itu karena pesona Nadira sudah merasuk ke sum sum tulangnya.
Lantunan suara merdu Nadira saat mengaji dan saat perempuan cantik itu turun menemui mereka untuk memberi kopi tadi malam, memakai mukenah putih berenda, sungguh daya tarik Nadira sudah membetot seluruh asanya.
" Nadira, akan ku sebut namamu di setiap doaku dan akan aku paksa Tuhanku untuk menjadikanmu jodohku", gumam Ganda dengan mata terpejam lalu kesadarannya hilang bersamaan suara dengkurannya.
Sedangkan Nadira, setelah pukul tujuh pagi, ia keluar dari kamarnya, menuruni tangga dan menuju ke depan.
Ganda dan kedua temannya tidak ada, pasti sudah pulang, pikir Nadira.
Ia menyeberangi jalan, ingin mencari sarapan.
Ada tukang mi balap, sudah dirubungi pembeli, Nadira tertarik untuk mencobanya, ia kemudian masuk dalam antrian, sabar menunggu giliran.
Setelah tiba gilirannya, mbak penjual mi melihat padanya. Ia bertanya sambil terus melayani Nadira.
"Orang baru ya mbak? Tinggal.dimana ?"
"Tuh!", jawab Nadira, sambil menunjuk ke ruko.
" Ruko yang itu? Serius?"
"Iya, memangnya kenapa dengan ruko itu?"
"Tidak ada apa apa, semoga mbaknya kerasan ya!"
Setelah bicara seperti itu, mbaknya lantas beralih melayani pembeli yang lain.
Karena sudah selesai membayar, Nadira kembali menuju ke rukonya.
"Nadiraaa...!"
Dari arah rumah sakit bersalin Sahat Sihombing memanggil Nadira sambil berjalan cepat menemui gadis itu.
Teriakan Sahat, membangunkan Bimo dan Reza yang tidur dikios rokok, yang kebetulan dekat dengan tempat Nadira berdiri.
Keduanya kompak, bangun, berdiri lalu sembunyi di balik kios. Menguping karena ingin tahu apa yang akan dibicarakan oleh pria itu dan gadis incaran si bos.
"Nadira! Mengapa kau selalu menghindari aku? Pada hal aku temanmu satu almamater!", ucap Sahat bersungut sungut.
" Hanya perasaanmu saja Sahat! Aku tidak pernah untuk menjauhimu!"
"Buktinya kau sulit sekali ditemui!"
"Itu karena kebetulan waktunya tidak pas saja!", elak Nadira.
" Nadira, sejak kau menghilang, banyak sekali orang yang mencarimu! Di kampus atau pun di asrama kamu! Sebenarnya apa yang sudah kau lakukan?
Menghilang begitu saja, pada hal sudah semester akhir!", kata Sahat kesal.
"Tidak ada apa apa Sahat!", tekan Nadira.
" Jika kamu tidak mau bicara padaku, akan aku katakan kau di sini kepada seseorang yang bernama Rangga!"
Sahat pernah ditemui oleh Rangga di kampusnya. Namun melihat gelagat pria itu, Sahat bisa menduga, pria itu memiliki tujuan yang tidak baik pada Nadira, makanya Sahat mengatakan jika ia tidak mengenal Nadira.
"Jangan gila kamu!", pekik Nadira emosi.
" Kenapa ?", tanya Sahat terus mengejar.
"Bukan urusanmu!", sahut Nadira judes.
Sahat mengelus dada mendengar ucapan Nadira.
" Sabar!", bujuknya pada dirinya sendiri.
"Nadira, kau pasti punya masalah yang serius dengan pria itu! Jika kau tidak bicara padaku, bagaimana aku akan melindungimu?"
Bimo dan Reja terkejut.
"Melindungi mbak Nadira?", tanya Reza tanpa suara, hanya dengan gerakan bibir saja ia berkata kepada Bimo.
" Bos harus tahu!", bisik Bimo nyaris tidak terdengar oleh Reza.