Alpha CEO hebat yang tak tersentuh setelah patah hati dia tak pernah melihat wanita lagi, namun seorang gadis titipan dari adik dan wanita yang pernah dia cintai mampu mengalihkan perasaannya, lalu bisakah mereka bahagia? Akankah rumah tangganya itu berdiri dengan kuat tanpa goncangan???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shakila kanza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jawaban Shafa
Beberapa waktu berlalu.
"Apa yang terjadi pada Alpha itu semua karena dirimu." Shafa terkejut saat Papanya Alpha berbicara di belakang dirinya yang masih melamun menatap Alpha yang masih tertidur akibat meminum obatnya.
"Nikahi dia, Kau harus bertanggung jawab dengan benar." Lanjut Papanya Alpha lagi dengan suara berat dan sedikit dingin, orang tua itu masih begitu berwibawa saat berbicara.
"Aku tak ingin dia menjadi cacat dan kau justru bahagia dengan orang lain, jadi lakukan tangung jawabmu dengan baik." Kata Papanya Alpa lagi membuat Shafa kembali menunduk tertekan karena apa yang Papanya Alpha bicarakan memang benar adanya.
"Maaf pak, saya akan bertanggung jawab dengan benar." Ucap Shafa lalu Papa dari Alpha itu pun pergi meninggalkan Shafa yang menundukkan kepalanya.
***
Siang.
Sementara di tempat Zea, tubuh Zea baru saja bersandar dengan lega di kursi santainya setelah begitu banyak konsultasi kulit yang dia terima dari pasien-pasiennya.
Asistennya datang lalu membawakan makan siang untuk dirinya, Zea pun makan dengan lahannya karena merasa cukup kelaparan, tak lama kemudian sering ponselnya berbunyi.
"Ya Hallo. "
"Assalamualaikum? "
Zea mengangkat panggilan itu yang ternyata panggilan dari Shafa, nampak dari sana suara Shafa parau.
"Walaikumsalam Kak Zea." Suara Shafa dari sana.
"Kamu kenapa Shafa? Kok suara kamu parau??" Zea penasaran.
"Apakah terjadi sesuatu??? " Tanya Zea lagi.
"Kak, Kak Alpha kecelakaan gara-gara menyelamatkan aku." Kata Shafa lalu menceritakan bagaimana kejadian itu terjadi lalu menceritakan bagaimana sikap Alpha yang lalu-lalu.
Shafa juga menceritakan bagaimana perasaan Shafa terhadap Alpha dan rasa takut Shafa mencintai seorang diri, Shafa juga merasa sedikit cemburu karena Alpha masih menyimpan foto Zea kala itu.
Shafa menceritakan juga bagaimana Papa Alpha meminta dirinya menikah dengan putranya sebagai balas jasa karena Alpha sudah berkorban nyawa demi anak yatim piatu seperti dirinya.
Shafa pun bercerita bagaimana akhirnya dia mengambil keputusan untuk menerima lamaran dari Alpha, Shafa memohon doa agar lambat lain perasaan Alpha teralihkan dan mau melihat dirinya seorang.
Zea tertegun mendengar semua cerita dari Shafa, ada perasaan bersalah muncul pada dirinya karena perasaan Alpha terhadap dirinya.
Zea menarik nafas dalam lalu meyakinkan Shafa, "Kau tau seorang laki-laki tidak akan mengorbankan hal berharga pada dirinya jika wanita itu tidak berharga."
"Aku rasa Alpha sudah mencintai dirimu namun dia belum sadar dan mengerti bagaimana perasaan cintanya padamu."
"Dia pintar dalam berbisnis namun bodoh dalam percintaan, tugasmu adalah membuat dia semakin jatuh cinta padamu, dan membuat laki-laki bodoh itu menyadari perasaannya padamu."
"Dan jangan khawatirkan tentang perasaan ku padanya dalam hatiku tak ada satu nama pun selain suamiku seorang, percayalah!"
Shafa tersenyum mengerti dan senang dengan nasehat juga janji Zea pada dirinya, langkah untuk menikah dengan Alpha semakin mantap rasanya.
"Terimakasih Kak, karena sudah mengirimkan aku pada jodohku." Kata Shafa bersemu merah yang justru di jawab gelak tawa Zea dari seberang.
Keduanya pun tertawa bahagia, dan mengakhiri panggilan di siang itu untuk makan siang dan kembali pada aktivitas sebelumnya.
***
Siang hari.
Alpha sudah bangun dan waktunya untuk makan siang juga minum obatnya, Shafa membantu dengan telatennya.
"Kak, Aaa, buka mulutnya." Shafa menyuapi Alpha karena tangan kanannya patah akibat kecelakaan waktu itu.
Alpha semakin bersyukur mendapatkan perhatian sedemikian dekatnya dari Shafa, bahkan kadang dirinya sering mengeluhkan ini dan itu agar semakin di perhatikan.
"Kak minumnya." Shafa mendekatkan gelas di bibir Alpha agar mudah untuk meminum.
"Kak, maaf, kamu belepotan." Shafa meraih tisu dan mengelap bibir Alpha perlahan dengan pandangan pada bibir Alpha, Jakun Alpha naik turun seirama dengan turunnya ludah ke tenggorokan.
Alpha pun sama fokusnya pada wajah cantik yang menghapus bibirnya, dada Alpha pun tak kalah berdetaknya semenjak perhatian demi perhatian Shafa pada dirinya dia alami.
"Kenapa aku ganteng ya??? Kamu tertarik pada bibirku??? mau nyobain???" Ucap Alpha membuat tangan Shafa langsung turun dan salah tingkah bahkan pipinya memerah.
"Ckkk!! Apa sih Kak!" Shafa menaruh tisu itu ke tempat sampah lalu menetralkan detak jantungnya.
"Akui saja aku ganteng, gak usah gengsi, cacat begini juga masih bisa jadi suami." Kata Alpha mengejek Shafa sekaligus sombong.
"Ckkk! Udah tua gitu sombong." Balas Shafa sedikit kesal.
"Halah, langsung bawa-bawa umur, dasar bocah. Tua-tua gini cuma aku yang peduli padamu." Ucap Alpha lalu mencoba berbaring perlahan, namun nampak kesulitan.
Shafa pun ingin membantu namun tangannya terhenti saat ingin menyentuh tubuh Alpha, Shafa takut dosa karena tubuh Alpha bukan tubuh yang halal untuk di sentuh.
"Aaashhhh. Niat bantu gak sih???"
"Udah tau susah berbaring sendiri, tapi malah gak jadi bantu, PHP aja!" Umpat Alpha yang merasakan kesakitan akibat tergesernya tangan saat berbaring.
"Maaf, Aku bingung kak, Kamu bukan orang yang boleh aku sentuh." Jawab Shafa menundukkan kepalanya merasa bersalah.
"Kenapa?? " Alpha bertanya dengan kesal.
"Kamu bukan orang yang halal untuk aku." Jawab Shafa menjelaskan.
"Salahmu mau di halalin gak mau." Balas Alpha dingin.
"Kak... Tapi..." Shafa ragu ingin bicara lalu terdiam menundukkan kepalanya.
"Apa??? jangan suka gantung pertanyaan gitu, mentang-mentang suka gantung perasaan orang!" Alpha berkata dengan wajah kusut luar biasa.
"Udah pulang aja sana." Kata Alpha semakin tak bisa mengatur emosinya.
"Kak..." Shafa bingung di tempatnya bagaimana cara meredam kekesalan laki-laki di depannya itu.
Semuanya pun terdiam Shafa membisu apalagi Alpha memejamkan matanya agar tak semakin kesal, jujur merasakan kesal atas ketidakmampuannya juga susahnya menikah dengan orang pilihannya.
"Kak... Aku, aku..." Shafa mengatur nafasnya saat ingin berbicara ada sedikit keragu-raguan dalam hatinya.
"Kak, Huuuufhhh, aku mau menikah dengan Kak Alpha." Akhirnya kalimat itu berhasil dia ucap dengan sempurna meski deru jantung di dadanya sudah seperti mau lepas dari posisinya.
"A a apa???" Alpha membuka mata seperti terbangun dari mimpi panjangnya, sehingga menjadi gagap tak percaya.
"Ehm, Aku mau menikah dengan Kak Alpha. "
"Aku mau jadi istri Kak Alpha."
"Aku ingin merawat Kak Alpha seumur hidupku."
Alpha menatap gadis cantik di hadapannya dengan bola mata yang nyaris keluar, seolah wanita yang terus menolaknya itu telah kesambet atau kesurupan orang lain.
"A a aku gak salah dengarkan ini???" Alpha meyakinkan diri agar tak kecewa.
"Ckkk, iiih enggak! Lamaran itu masih berlakukan? apa sudah kadaluwarsa??" Tanya Shafa kesal sekaligus malu rasanya.
"Terima kasih. Tapi..." Alpha menggantung kalimatnya.
"Tapi??? Apa kak??? " Shafa menunduk ada sedikit rasa kecewa jika lamaran itu sudah tak berlaku lagi.
"Tapi aku belum bisa menjabat tangan penghulu." Kata Alpha membuat Shafa bernafas lega namun juga kesal karena merasa sedikit di permainkan.
"Ckkk, kirain apa, ishhhh, nyebelin!" Wajah itu berkata sembari merona malu sementara Alpha tergelak di tempatnya, untuk pertama kalinya dia bisa merasa hidup sesungguhnya meski tangannya patah seperti ini.
___****___
Up lagi jangan lupa jejak baik dan dukungannya, yang ada Vote kasih dong 🙏😍😍
Aq blm tav vaf nih 🤭