Bacin Haris seseorang mencari ibunya yang hilang di dunia lain yang disebut sebagai Black World. Dunia itu penuh dengan kengerian entitas yang sangat jahat dan berbahaya. Disana Bacin mengetahui bahwa dia adalah seorang Disgrace, orang hina yang memiliki kekuatan keabadian. Bagaimana Perjalanan Bacin didunia mengerikan ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
P Cari Musuh
Bacin duduk di sofa apartemennya, berusaha menenangkan dirinya setelah seharian penuh dengan ketegangan. Namun, ketenangan itu hanya bertahan sejenak. Tiba-tiba, bayangan kabut hitam yang sempat mengganggunya sebelumnya muncul kembali. Sebuah sosok wanita yang pernah ditemuinya di desa Mawar Hitam kini berdiri tepat di hadapannya.
Wanita itu mengenakan pakaian gelap dengan wajah yang tersembunyi sebagian, namun Bacin bisa merasakan kehadirannya dengan jelas—seperti bayangan gelap yang menghantui pikirannya. Bacin terdiam sejenak, mulutnya kering. Bagaimana wanita ini bisa ada di sini? Bukankah dia sudah keluar dari Black World?
Dengan tatapan tajam, Bacin akhirnya memecah kesunyian. "Apa yang kau mau?" Suaranya terdengar dingin, meskipun dalam hatinya ada sedikit rasa cemas. "Aku sudah menolak tawaranmu."
Wanita itu tetap diam, hanya menatap Bacin dengan mata yang penuh teka-teki, seakan menilai dirinya dari dalam. Suasana di apartemen itu semakin terasa berat, seakan udara di sekitarnya semakin menebal. Tidak ada suara, kecuali detak jantung Bacin yang semakin cepat. Namun, wanita itu tidak bergerak atau berbicara. Hanya keberadaannya yang terasa menekan.
Bacin berdiri, mencoba untuk menjaga jarak. "Katakan, kenapa kau muncul di sini? Bukankah aku sudah bilang, aku tidak tertarik dengan tawaranmu."
Wanita itu akhirnya membuka mulut, suara lembut dan datar keluar dari bibirnya. "Kau pikir bisa lari begitu saja, Bacin? Dunia itu tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja. Kekuatan itu... kekuatan immortality, itu adalah takdirmu. Kau tak bisa menghindarinya."
Bacin menggertakkan giginya. "Aku tidak peduli dengan takdirku. Aku hanya ingin tahu di mana ibuku. Jika kau tidak bisa membantuku, lebih baik kau pergi sekarang."
Wanita itu tidak bergerak, malah tersenyum tipis, namun senyum itu terasa menakutkan. "Takdirmu sudah terjalin dengan dunia itu, Bacin. Menolak tawaran bukanlah akhir dari semuanya. Justru itu baru awal."
Bacin menatapnya dengan bingung dan sedikit kesal. "Apa maksudmu?"
Wanita itu melangkah perlahan mendekat, wajahnya kini semakin jelas terlihat. Namun, Bacin bisa merasakan ada sesuatu yang aneh dengan pandangannya—seperti dunia yang terbalik, seolah segala sesuatu di sekitarnya mulai kabur. "Tunggu saja, Bacin. Semua akan terungkap pada waktunya. Dunia ini, Black World... dan kau... kita akan bertemu lagi. Takdir itu tak bisa dihindari."
Bacin merasa tubuhnya mulai gemetar, rasa cemas yang luar biasa merayap ke dalam dirinya. "Kau ingin mengancamku? Tidak akan ku biarkan itu terjadi."
Wanita itu tidak menjawab, melainkan hanya tersenyum lagi—senyum yang terasa lebih tajam daripada pisau. Sebelum Bacin bisa berbuat apa-apa, sosok wanita itu menghilang begitu saja, seolah menguap ke dalam kegelapan yang mengelilinginya.
Bacin berdiri kaku di tempatnya, jantungnya berdegup kencang. Apa yang baru saja terjadi? Apa yang sebenarnya wanita itu inginkan?
Bacin merasa lelah, namun rasa lapar yang menggerogoti membuatnya tak bisa berlama-lama di apartemen. Dia mengambil jaket hitam miliknya dan mengenakannya meski masih merasa agak bingung dengan kejadian sebelumnya. Mandi cepat, dia keluar dari apartemen dan melangkah menuju jalanan kota Bandung yang mulai sepi. Langkahnya cepat, terburu-buru, dengan pikiran yang masih penuh tanda tanya. Namun, lapar tetap mendesak lebih kuat, dan satu tujuan di benaknya: mie ayam langganan.
Ketika melangkah cepat di tikungan jalan, tanpa sengaja, Bacin menabrak seseorang. Wanita itu terjatuh dengan keras ke trotoar, membuat Bacin langsung terkejut. Refleks, ia segera berjongkok dan mengulurkan tangannya. "Maaf, aku tidak berhati-hati," kata Bacin buru-buru sambil membantu wanita itu bangun.
Wanita itu mengangkat wajahnya dengan mata yang terlihat sedikit bingung, namun begitu dia memegang tangan Bacin, Bacin bisa merasakan ketegangan di genggamannya—seperti ada getaran halus yang membuat suasana menjadi aneh. Wanita itu terdiam sejenak, lalu perlahan berdiri, masih dengan tangan Bacin yang membantu. "Tidak apa-apa," jawabnya, suaranya lembut, namun ada sesuatu yang tersembunyi di balik kata-katanya. "Aku hanya tidak menyangka ada orang berjalan dengan tergesa-gesa di sini."
Bacin sedikit merasa canggung, namun dia hanya mengangguk. "Aku benar-benar minta maaf. Aku terburu-buru."
Wanita itu memandangnya sejenak, lalu tersenyum kecil. "Tidak apa-apa. Hati-hati lain kali," katanya sambil melangkah menjauh.
Bacin menyaksikan wanita itu berjalan pergi, meskipun entah mengapa dia merasa ada sesuatu yang aneh dalam pertemuan singkat itu. Namun, dia segera mengusir pikiran itu dan melanjutkan perjalanannya.
Langkahnya yang terburu-buru akhirnya membawa Bacin ke warung mie ayam langganannya. Warung kecil yang selalu ramai meski sudah malam. Di dalam, suara tawa dan obrolan orang-orang yang sedang makan menciptakan suasana yang akrab. Bacin duduk di meja favoritnya dan memesan mie ayam seperti biasa, sambil melepaskan jaketnya yang sudah mulai terasa panas.
Sambil menunggu pesanannya datang, Bacin memperhatikan sekeliling. Beberapa orang duduk di meja yang sama, mengobrol dengan suara rendah, ada yang tertawa, ada yang mengeluh. Semua sepertinya tidak peduli dengan dunia luar yang penuh dengan keanehan dan bahaya. Bacin menggelengkan kepala, berusaha sejenak melupakan beban yang ada di pikirannya.
Ketika mie ayamnya datang, Bacin mulai makan perlahan, menyendok mie yang masih panas ke mulutnya, mencoba menikmati makanan sederhana yang selalu membuatnya merasa lebih tenang. Suasana warung itu membuatnya merasa sedikit normal lagi, seolah-olah dunia luar tidak penuh dengan ancaman.
Pagi itu, Bacin bangun dengan perasaan sedikit lebih ringan setelah semalam menikmati mie ayam yang hangat, meskipun masih ada kegelisahan yang mengganggu pikirannya. Namun, hari ini dia harus bergerak. Pakaian polisi yang biasa ia kenakan kini diganti dengan pakaian kasual—sebuah jaket hitam dan celana jeans yang nyaman. Dia tidak ingin menarik perhatian lebih banyak lagi. Tujuannya jelas: mencari petunjuk tentang Morgan el Anto.
Bacin mengambil ponselnya dan menghubungi Razor. Teleponnya berdering beberapa kali hingga akhirnya diangkat. Tanpa basa-basi, Bacin langsung bertanya, "Dimana aku harus mencari petunjuk tentang Morgan el Anto?"
Razor di ujung telepon tidak membuang waktu. "Zein bilang, pergilah ke sebuah kafe bernama Sweets. Itu saja," jawab Razor singkat, dan sebelum Bacin sempat merespon, telepon ditutup begitu saja.
Bacin menatap layar ponselnya sejenak, masih mencerna kata-kata Razor. Hanya itu? Sebuah kafe? Dengan sedikit ragu, Bacin segera mengenakan sepatu dan keluar dari apartemen menuju parkiran. Dia harus bergerak cepat.
Saat Bacin berjalan menuju mobilnya, tiba-tiba dia melihat sosok yang tak asing—wanita yang dia tabrak kemarin. Wanita itu tampak sedang berjalan menuju arah yang berlawanan dengan Bacin, memegang tas di tangan. Bacin ingin mendekatinya, tapi wanita itu tersandung tiba-tiba, membuat tasnya terjatuh ke tanah. Tanpa sempat Bacin berbuat apa-apa, seorang pria berlari dengan cepat, meraih tas wanita itu dan mencoba kabur.
Wanita itu berteriak, "Maling!" Bacin tanpa pikir panjang segera berlari mengejar pria itu. Kemampuannya berlari dengan cepat, hasil dari latihan fisik selama bertahun-tahun sebagai polisi, memberinya keunggulan. Pria itu mencoba menghindar, namun Bacin lebih gesit dan lebih cepat.
Kejar-kejaran terjadi di jalanan kota, melewati trotoar dan kendaraan yang terparkir. Bacin akhirnya berhasil mengejar pria itu dan menahannya. Dengan satu gerakan cepat, Bacin memborgol pria tersebut dan merampas tas dari tangannya.
Wanita yang tadi terjatuh datang mendekat, tampak terengah-engah. "Terima kasih," katanya, suaranya sedikit gemetar. "Aku tak tahu apa yang harus kulakukan jika dia berhasil kabur."
Bacin mengangguk singkat. "Tidak masalah. Tapi lebih baik kita ke kantor polisi agar bisa mengurus ini."
Dia membawa pria yang mencoba mencuri tas itu bersama wanita tersebut menuju kantor polisi terdekat. Di dalam mobil, suasana terasa canggung. Wanita itu tampak lebih tenang setelah mendengar tawaran Bacin untuk membawanya ke kantor polisi. Bacin menyarankan agar wanita itu memberikan keterangan lebih lanjut di sana.
Di kantor polisi, mereka bertemu dengan beberapa petugas yang segera menangani kasus pencurian itu. Bacin memutuskan untuk tetap berada di sana untuk memastikan semua berjalan lancar.