Namanya Gadis. Namun sifat dan tingkah lakunya yang bar-bar dan urakan sangat jauh berbeda dengan namanya yang jauh lebih menyerupai laki-laki. Hobinya berkelahi, balapan, main bola dan segala kegiatan yang biasa dilakukan oleh pria. Para pria pun takut berhadapan dengannya. Bahkan penjara adalah rumah keduanya.
Kelakuannya membuat orang tuanya pusing. Berbagai cara dilakukan oleh sang ayah agar sang putri kembali ke kodratnya sebagai gadis feminim dan anggun. Namun tidak ada satupun cara yang mempan.
Lalu bagaimanakah saat cinta hadir dalam hidupnya?
Akankah cinta itu mampu mengubah perilaku Gadis sesuai dengan keinginan orang tuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31- Tiga Permintaan Yusuf
HAPPY READING
🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀
Gadis baru sadar, ternyata Yusuf bukan lawan yang bisa diremehkan. Pria itu berbeda dari lawannya kebanyakan. Dan kekhawatiran Gadis pun menjadi kenyataan, saat Yusuf kembali berhasil menjatuhkan lengannya.
Semua orang yang mendukung Gadis, kini menatap Yusuf dengan takjub, orang pertama yang berhasil mengalahkan Gadis. Sedangkan Gadis merasa malu karena telah kalah. Dia tidak berani lagi menatap Yusuf yang menatapnya dengan senyum menggoda.
"Oke, Gadis, dua satu. Dan, saya yang menang. Itu artinya, kamu harus menuruti semua perkataan saya. Sesuaikan, dengan kesepakatan kita sejak awal? Kamu akan sportif kan? Seorang Gadis, tidak akan ingkar janji kan?" goda Yusuf yang berusaha menelisik mata Gadis.
Gadis menghela nafas berat dan menjawab pasrah. "Oke, sekarang Mas Yusuf maunya apa?"
Yusuf mengacungkan jari telunjuknya dan berkata dengan santainya.
"Yang pertama, saya ingin selama kita berada didalam lingkungan sekolah, kamu panggil saya pak. Pak Yusuf. Terserah kamu mau panggil saya siapa selama diluar jam sekolah."
"Cuma itu doang?"
Yusuf mengacungkan jari tengahnya.
"Yang kedua, saya mau kamu rubah penampilan kamu sesuai dengan kodrat kamu sebagai perempuan yang cantik, anggun, feminim," ucapnya tegas dan dengan tatapan tajam.
"Ya ampun, Mas, soal penampilan aja diribetin," protes Gadis merasa permintaan pria itu terlalu berlebihan.
"Sportif. Yang pertama." Yusuf mengingatkan pada permintaan pertamanya. Gadis kembali menarik nafas berat.
"Iya deh, Pak Yusuf. Ngapain sih ngurusin penampilan?"
"Terserah saya dong. Kan saya yang menang. Kamu sendiri yang sudah janji. Saksinya banyak lho." dengan santainya Yusuf menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sambil melipat kedua tangannya di dada. Diakhir kalimatnya, dia menunjuk para siswa yang masih setia menjadi penonton.
"Oke, oke. Berapa lama aku harus berpenampilan seperti yang Mas mmm... Bapak mau?"
"Tidak lama kok. Paling hanya satu bulan."
"Satu bulan?!" seru Gadis terkejut.
Lima menit saja disuruh berpenampilan feminim dia sudah merasa begah. Apalagi sebulan? Entah apa mimpinya semalam, sampai dia harus berhadapan dengan pria yang dia kira lembut dan hangat, namun nyatanya resek dan banyak aturan juga melebihi papanya.
Tanpa mempedulikan keterkejutan Gadis, Yusuf kembali melanjutkan.
"Yang ketiga, saya mau tahun ini kamu harus lulus. Tidak ada lagi cerita kamu gagal lulus tahun ini," ucapnya yang tampak serius dan tidak mau ada bantahan.
"Ya ampun, Mas, banyak banget sih syaratnya? Yang pertama dan kedua, okelah, bisa diusahakan. Tapi yang ketiga? Berat banget? Nggak ada yang lain apa?" Gadis mulai kehabisan sabar menghadapi permintaan pria itu.
Pasalnya dia sendiri tidak yakin bisa lulus tahun ini. Banyak pelajaran yang kurang dipahaminya akibat keseringan bolos.
"Masalahnya, saya hanya punya tiga permintaan itu. Dan, agar kamu bisa mudah mewujudkannya, saya akan membantu."
"Maksudnya?" tanya Gadis bingung.
"Saya akan berikan kamu les privat setiap hari dirumah saya. Kamu bisa datang sekitar jam tiga siang. Saya akan mengajarkan semua materi pelajaran yang mungkin selama ini sudah kamu sia-siakan."
Raut wajah Gadis yang sebelumnya cemberut, seketika berubah berbinar-binar. Dia akan menghabiskan waktu setiap hari bersama pria itu dirumahnya? Memikirkan hal itu membuat perasaan Gadis berbunga-bunga. Sepertinya, ide itu tidak terlalu buruk.
🌻🌻🌻🌻🌻
Rebecca sedang duduk melamun di kursinya saat Tirta keluar dari ruangannya dan menghampirinya.
"Bec."
"Eh." Rebecca terkejut begitu mendengar namanya dipanggil. Spontan dia bangkit dan membungkukkan badannya dengan hormat.
"Selamat siang, Pak."
"Sudahlah, tidak usah terlalu formal. Karyawan lain sedang tidak ada kok." Tirta menatap kesekelilingnya. Ruangan itu memang sedang lumayan sepi karena para karyawan sedang makan siang.
"Tapi kan tetap saja, kita masih berada dalam kantor, Pak. Jadi, saya tetap wajib bersikap layaknya seorang karyawan dengan atasannya." Rebecca mengutas senyuman. Tirta menarik nafas panjang karena lelah berdebat dengan gadis itu.
"Ya sudah terserah kamu saja. Kalau saya boleh tau, apa yang sedang kamu lamunkan?" Tirta menatap Rebecca lekat. Membuat Rebecca jadi sedikit gelagapan.
"Mmm... Tidak ada, Pak."
"Sudahlah, kamu tidak usah mengelak. Saya tau, kamu sedang memikirkan si br*ngsek itukan?" tebak Tirta yang sangat yakin bahwa Rebecca sedang memikirkan Yusuf.
"Si br*ngsek, maksudnya?" Rebecca mengernyit bingung, tidak mengerti siapa yang dimaksud oleh sang atasan karena sedari tadi dia sedang memikirkan Yusuf, bukan orang lain.
"Ya siapa lagi? Laki-laki yang sudah menyakiti hati kamu. Mempermainkan kamu selama bertahun-tahun."
"Pak, saya mohon sekali lagi, tolong Bapak tidak usah ikut campur dengan masalah pribadi saya. Itu masalah saya dengan mas Yusuf. Dan, saya bisa menyelesaikannya sendiri."
"Bagaimana saya tidak ikut campur, melihat kamu disakiti dan selalu dibuat menangis sama dia? Sepertinya, pelajaran yang saya berikan buat dia belum cukup ya. Mungkin, saya harus kembali membuat perhitungan sama dia."
Perkataan Tirta membuat Rebecca terkejut dan menautkan alisnya.
"Tunggu dulu. Maksud Bapak apa ya? Pelajaran, perhitungan?" tanyanya bingung.
"Saya sudah membalaskan rasa sakit hati kamu sama dia." Tirta tersenyum puas.
Dan dia pun menceritakan semuanya saat dia berkunjung ke salah satu gudang perusahaannya untuk melakukan pengecekan kualitas serta kinerja para karyawannya tempo hari. Dan, dia terkejut saat mengetahui bahwa Yusuf bekerja sebagai kepala gudang disana. Dan dia langsung meminta pria itu untuk dipecat.
Betapa terkejutnya Rebecca mendengar ceritanya.
"Apa?! Jadi mas Yusuf pernah bekerja di salah satu perusahaan Bapak? Dan, Bapak dengan teganya menggunakan kekuasaan Bapak untuk memecatnya?!" seru Rebecca mulai meradang. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya. Benar-benar tidak menyangka bahwa seorang Tirta sanggup melakukan semua itu.
"Saya benar-benar tidak menyangka, kalau Bapak bisa berbuat serendah itu!"
"Kok, kamu malah marah? Saya melakukan ini semua untuk kamu. Untuk membalas orang yang sudah menyakiti hati kamu," ucap Tirta heran. Dia pikir Rebecca akan senang dengan apa yang dia lakukan pada si br*ngsek itu.
"Pak, harus berapa kali saya bilang? Masalah antara saya dan mas Yusuf, itu adalah masalah pribadi. Masalah kami berdua. Dan, kami bisa menyelesaikannya sendiri tanpa campur tangan dari orang lain."
Rebecca menarik nafas kasar, lalu mengangguk.
"Iya, saya memang sangat kecewa dan sakit hati sama mas Yusuf, tapi bukan berarti saya setuju dengan kecurangan yang Bapak lakukan untuk menjatuhkan dia. Itu sama saja dengan mematikan rejeki dia. Asal Bapak tau, dia punya tanggungan banyak. Belum lagi ibunya yang sakit-sakitan. Saya benar-benar kecewa sama Bapak. Inilah salah satu alasan, kenapa saya tidak bisa membalas perasaan Bapak. Karena Bapak tidak bisa bersikap profesional." Rebecca pun berlalu dari sana dengan membawa kekesalan hatinya.
"Bec. Rebecca," seru Tirta yang tidak ditanggapi oleh Rebecca.
Tirta mengacak-acak rambutnya karena kesal dan frustasi. Ternyata Rebecca memang begitu mencintai Yusuf, hingga dia sangat marah dengan apa yang sudah dilakukannya pada pria itu. Sekarang malah dia yang pusing sendiri. Masalah ini bisa membuat Rebecca semakin tidak menyukainya.
Apa yang harus dilakukannya sekarang? Haruskah dia memberikan pekerjaan pada Yusuf, demi mengambil hati Rebecca kembali? Tirta benar-benar meradang memikirkan masalah ini.
BERSAMBUNG