Lilyana Belvania, gadis kecil berusia 7 tahun, memiliki persahabatan erat dengan Melisa, tetangganya. Sering bermain bersama di rumah Melisa, Lily diam-diam kagum pada Ezra, kakak Melisa yang lebih tua. Ketika keluarga Melisa pindah ke luar pulau, Lily sedih kehilangan sahabat dan Ezra. Bertahun-tahun kemudian, saat Lily pindah ke Jakarta untuk kuliah, ia bertemu kembali dengan Melisa di tempat yang tak terduga. Pertemuan ini membangkitkan kenangan lama apakah Lily juga akan dipertemukan kembali dengan Ezra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak harusnya seperti ini
Aldo tertawa mendengar pertanyaan itu. "Iya, macet Jakarta sih luar biasa, ya. Aku baru beberapa kali kena macet, tapi belum separah cerita orang-orang."
Melisa, yang awalnya canggung, akhirnya mulai merasa lebih nyaman. "Nah, kalau kamu mau tahu tempat-tempat yang lebih nggak bikin stres, aku bisa rekomendasiin beberapa kafe atau spot nongkrong seru," ucap Melisa, mulai percaya diri.
Lily senang melihat Melisa mulai membuka diri. Melisa yang biasanya penuh semangat kini tampil lebih kalem di depan Aldo. Mereka mulai berbicara lebih banyak tentang tempat-tempat yang bisa dikunjungi di Jakarta, kuliner, dan rencana-rencana akhir pekan.
Lily, yang awalnya ingin banyak bicara, justru memilih mundur dan membiarkan Melisa dan Aldo lebih banyak berdiskusi. Ia sesekali menimpali, tapi sebisa mungkin membiarkan keduanya berinteraksi lebih intens.
Beberapa hari kemudian, Lily berhasil mengatur agar mereka bertiga pergi ke acara pameran seni di kampus, sebuah kesempatan yang ia tahu Melisa suka. "Aku tahu kamu suka seni, Mel. Jadi kupikir ini kesempatan bagus buat kamu dan Aldo saling ngobrol lebih banyak," bisik Lily saat mereka dalam perjalanan ke pameran.
Benar saja, Melisa dan Aldo menghabiskan sebagian besar waktu berbicara tentang karya seni yang dipajang, sementara Lily dengan tenang mengamati dari jarak jauh. Setiap kali Aldo memberikan pendapatnya tentang sebuah lukisan, Melisa akan merespons dengan antusias, menunjukkan betapa dia tertarik dan terkesan dengan pandangan Aldo.
"Menurut kamu gimana, Lil?" tanya Aldo, sambil menunjuk salah satu lukisan yang tampak abstrak.
Lily tersenyum. "Hmm, aku rasa aku nggak seahli kalian berdua dalam menilai seni. Tapi aku suka warna-warnanya," jawabnya singkat, sambil memberikan ruang lebih bagi Aldo dan Melisa untuk melanjutkan diskusi.
Sepanjang hari, Lily melihat chemistry yang semakin berkembang di antara mereka. Aldo mulai tampak lebih terbuka dan nyaman dengan Melisa, sementara Melisa semakin percaya diri setiap kali mereka berbicara.
Di akhir acara, ketika mereka bersiap untuk pulang, Melisa menarik Lily ke samping, matanya berbinar penuh kegembiraan.
"Terima kasih, Lil! Aku nggak akan bisa dekat sama Aldo tanpa kamu," bisik Melisa penuh syukur.
Lily tersenyum lembut. "Sama-sama, Mel. Yang penting kamu senang. Aku yakin Aldo juga mulai tertarik sama kamu, kok."
Melisa mengangguk bahagia, namun Lily bisa merasakan sedikit kecemasan di balik tatapannya. Mungkin Melisa juga tahu bahwa perjalanannya untuk dekat dengan Aldo baru saja dimulai, dan meskipun mereka semakin akrab, ia masih harus berusaha lebih untuk mendapatkan hati Aldo sepenuhnya.
Setelah itu, Lily terus mendukung Melisa dalam berbagai kesempatan. Ia membantu Melisa memikirkan topik obrolan yang menarik, mendorong Melisa untuk lebih sering berkirim pesan dengan Aldo, bahkan terkadang mengatur agar mereka bisa bertemu di luar kampus.
Satu malam, di kamar Melisa, mereka berdua duduk sambil membahas strategi untuk lebih dekat dengan Aldo. "Lil, menurut kamu, aku harus gimana biar dia lebih tertarik? Aku nggak mau kelihatan terlalu agresif, tapi juga nggak mau cuma temenan aja."
Lily tersenyum, memahami kegelisahan sahabatnya. "Mel, kamu udah melakukan hal yang benar. Kamu nggak harus memaksakan diri. Biarkan semuanya berjalan alami. Kalau Aldo memang tertarik, dia pasti akan menunjukkan tanda-tandanya."
Melisa menghela napas dalam, lalu menatap Lily dengan ekspresi serius. "Tapi aku takut. Takut kalau dia cuma ngeliat aku sebagai teman, sama seperti Radit dulu ngeliat kamu."
Lily terdiam sejenak. Kenangan tentang Radit memang masih menyakitkan, tapi ia tak ingin Melisa merasakan hal yang sama. "Mel, kamu beda. Kamu punya kepribadian yang kuat, ceria, dan itu yang bikin Aldo tertarik. Aku yakin kali ini bakal beda."
Melisa tersenyum kecil, meski tampak masih sedikit khawatir. "Kamu benar. Mungkin aku cuma perlu lebih sabar."
Lily mengangguk. "Iya, dan jangan lupa, kamu juga harus nikmatin prosesnya. Jangan cuma fokus ke hasil akhir."
Percakapan itu membuat Melisa merasa lebih lega. Mereka berdua lalu melanjutkan malam itu dengan tertawa, berbagi cerita lain, dan saling mendukung satu sama lain.
Namun, di balik kegembiraan membantu Melisa, Lily tak bisa sepenuhnya mengabaikan perasaannya sendiri. Setiap kali ia melihat Melisa berjuang mendekati Aldo, ia tak bisa berhenti berpikir tentang hubungannya dengan Ezra yang masih menggantung.
Lily tahu, meskipun ia sedang sibuk membantu sahabatnya, pada akhirnya ia juga harus menyelesaikan kebingungannya sendiri.
***
Beberapa minggu setelah Lily terus membantu Melisa mendekati Aldo, hubungan antara Melisa dan Aldo semakin akrab. Mereka sering berkumpul di kantin bersama Lily, berbicara tentang kuliah, pameran seni, dan hal-hal ringan lainnya. Namun, tanpa Melisa sadari, Lily mulai merasakan ada sesuatu yang aneh dengan sikap Aldo terhadapnya.
Aldo yang dulunya sering terfokus pada Melisa, kini semakin sering menatap Lily. Dia tampak lebih banyak melibatkan Lily dalam obrolan mereka dan bahkan terlihat mencari perhatian Lily lebih dari biasanya. Pada awalnya, Lily mengabaikan hal itu, berpikir mungkin Aldo hanya mencoba bersikap ramah.
Namun, lama-kelamaan Lily mulai merasa ada yang tidak beres. Suatu hari, ketika mereka sedang duduk bersama di kampus, Aldo tiba-tiba mendekati Lily dan berkata, "Lil, kamu punya waktu luang nggak nanti sore? Aku mau ngajak kamu nonton film baru yang tayang di bioskop."
Lily tertegun sejenak, merasa bingung dengan ajakan itu. Bukankah Aldo harusnya mengajak Melisa, bukan dirinya? Sambil berusaha menjaga sikap netral, Lily menjawab, "Sore ini? Hmm, aku nggak yakin. Tapi kenapa nggak ngajak Melisa saja? Dia pasti suka film itu."
Aldo tersenyum canggung. "Aku tahu, tapi kali ini aku pengen nonton sama kamu, Lil. Kita kan udah sering bareng-bareng, dan aku merasa kita punya banyak kesamaan."
Jantung Lily berdebar kencang. Ia tak menyangka Aldo akan mengajaknya keluar sendirian, dan perasaannya langsung bercampur aduk. Di satu sisi, Aldo adalah pria yang baik, ramah, dan cerdas, tapi di sisi lain, Lily tahu bahwa Melisa memiliki perasaan khusus untuknya. Situasi ini menjadi lebih rumit dari yang ia bayangkan.
"Uh... aku pikir itu nggak pas, Aldo. Melisa udah sering cerita kalau dia suka ngobrol sama kamu. Mungkin lebih baik kamu ajak dia?" Lily mencoba menolak dengan halus, meskipun hatinya terasa sedikit tidak nyaman.
Aldo terdiam, tampak kecewa tapi tetap bersikap tenang. "Oh, ya? Aku nggak tahu kalau Melisa ngerasa gitu. Aku selalu nganggep dia teman yang baik, tapi jujur aja, Lil, aku lebih tertarik sama kamu."
Mendengar pengakuan Aldo, Lily merasa dunia di sekitarnya berhenti sejenak. Ia tahu perasaan Aldo akan membuat segalanya menjadi rumit, terutama karena Melisa telah mempercayainya untuk membantu mendekatkan dirinya dengan Aldo. Tidak ada yang lebih membuat Lily merasa bersalah daripada kenyataan bahwa orang yang Melisa sukai justru menyukai dirinya.
"Aldo... aku nggak bisa," jawab Lily pelan, menatap Aldo dengan tatapan penuh penyesalan. "Melisa adalah sahabatku, dan aku nggak mau dia terluka. Kamu harus jujur sama dia tentang perasaanmu, atau ini akan jadi semakin rumit."
Aldo menghela napas panjang, terlihat bingung dan sedikit frustrasi. "Aku ngerti, Lil. Tapi aku juga nggak bisa memaksa diriku untuk punya perasaan yang berbeda. Aku akan bicara sama Melisa. Aku cuma mau jujur sama kamu dulu."
Lily terdiam, mencoba mencerna kata-kata Aldo. Setelah beberapa saat, dia hanya bisa mengangguk, berharap semuanya tidak akan berubah menjadi lebih buruk.
Lily cpt move on syg, jgn brlarut larut dlm kesdihan bgkitlh fokus dgn kuliamu. aku do'akn smoga secepatnya tuhan mngirim laki" yg mncintai kmu dgn tulus. up lgi thor byk" 😍💪