cerita ini masih bersetting di Dunia Globus di sebuah benua besar yang bernama Fangkea .
Menceritakan tentang seorang anak manusia , dimana kedua orang tua nya di bunuh secara sadis dan kejam serta licik oleh sekelompok pendekar kultivator .
Trauma masa kecil , terbawa hingga usia remaja , yang membuahkan sebuah dendam kesumat .
Dalam pelarian nya , dia terpisah dari sang kakak sebagai pelindung satu satu nya .
Bagai manakah dia menapaki jalan nya dalam hidup sebatang kara dengan usia yang masih sangat belia .
Bisakah dia mengungkap motif pembunuhan kedua orang tua nya , serta mampu kah dia membalas dendam ? .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvinoor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Arogansi Penjaga Gerbang.
Merah padam wajah kakek Go Guan, hingga tiba kembali ke pondok, kakek itu masih tetap membisu.
Nenek Mou Ni berjalan mendekat sambil meletakkan dua buah cangkir keramik berisi teh hangat dilantai dekat laki laki tua itu.
Cin Hai duduk bersandar di dinding sambil bambu, menatap kosong kearah luar pondok.
Setelah menghirup teh hangat nya, Kakek Guan pun menceritakan perihal patriak dan tetua Tong Gwan yang bertengkar memperebutkan Cin Hai untuk menjadi menantu mereka didepan diri nya dan leluhur.
"Cucu ku masih tujuh belas tahun, masih banyak yang harus dia pelajari, dia harus mencari pengalaman hidup nya, biarkan dia terbang seperti bebas nya burung terbang di udara" ujar nenek Mou Ni.
"Hh!, kau benar Mou Ni, cucu ku harus menimba lebih banyak pengalaman lagi!" kakek Guan menyahuti ucapan istri nya.
"Atau begini saja, biarkan cucu ku memulai perjalanan hidup nya hati ini, meskipun aku masih kangen, tetapi aku ikhlas melepas nya Guan, biarkan dia terbang bebas, sebebas Rajawali di angkasa raya sana!" nenek Mou Ni mengemukakan pendapat nya.
Kakek Guan tersenyum menatap kearah istri nya, "aku sangat setuju istri ku, Cin Hai, kakek dan nenek bukan mengusir mu, tetapi langkah mu masih panjang, carilah pengalaman hidup sebanyak mungkin, terbanglah ke angkasa Rajawali putih ku, bentangkan sayap mu, dan arungi lah Dunia!" ucap kakek Guan sambil mengusap punggung cucu kesayangan nya itu.
"Baiklah kakek!, nenek! , jaga diri kalian ya, semoga kakak dan nenek selalu sehat, pagi ini juga Cin Hai akan pergi, Cin Hai masih ingin terbang bebas seperti bebas nya sang Rajawali, karena Cin Hai adalah sang Rajawali putih!" ucap Cin Hai sambil bersimpuh beberapa kali di depan kedua orang tua yang dia sayangi itu.
Nenek Mou Ni mengeluarkan sekantong tail emas sebanyak dua ratus keping pada Cin Hai, sebagai bekal nya di perjalanan.
Meskipun Cin Hai berusaha menolak nya, tetapi kedua orang tua itu tetap memaksa nya untuk menerima kantong itu.
Setelah menyimpan kantong tail emas itu di dalam cincin ruang milik nya, Cin Hai segera berjalan keluar dari perguruan itu, lewat pintu belakang.
Setelah merasa agak jauh dari perguruan itu, barulah Cin Hai melesat keatas dahan pohon, dengan mempergunakan ilmu meringan kan tubuh nya yang sudah sempurna itu.
Tubuh nya pun melesat dari dahan ke dahan pohon, menuju kearah pegunungan Kwan Lun.
sebelum menuju ke sisi selatan pegunungan Kwan Lun itu, terlebih dahulu Cin Hai berjalan kearah lembah Kwan Lun, tempat dulu dia dan kakak nya hidup berduaan di dalam hutan.
Setelah berputar putar di dalam hutan, sambil mengingat ingat, akhir nya dia bisa mengingat, dimana dia terakhir berpisah dengan sang kakak.
Namun setelah beberapa waktu berputar putar hingga jauh kedalam hutan, tidak ada petunjuk satu pun yang dapat di jadikan pegangan.
Akhirnya Cin Hai memutuskan untuk meninggalkan tempat itu.
Dengan berpatokan pada punggung pegunungan Kwan Lun, Cin Hai menyusuri sebelah selatan nya sambil melihat lihat kalau kalau ada petunjuk tentang kakak nya.
Setelah menempuh perjalanan selama dua hari, tibalah dia di tepi sebuah sungai yang tidak terlalu besar, namun tidak juga terlalu kecil.
Namun meskipun begitu, dia masih dengan mudah nya melompati sungai itu.
Setelah menyeberangi sungai dengan arus cukup deras itu, dia berjalan menyusuri arah ke hilir sungai, sesuai dengan petunjuk dari kakek Guan.
Setelah berhari hari perjalanan menyusuri pinggir sungai, akhirnya tiba juga dia di sebuah perguruan silat Kim Tiauw.
Di gerbang masuk perguruan itu, terpampang patung se ekor Rajawali berwarna kuning emas.
Ketika dia bermaksud mau masuk ke dalam perguruan itu, dari balik pintu gerbang, muncul dua orang pemuda bertubuh tegap menghampiri nya.
"Berhenti!" kau mau kemana , dan mencari siapa?" tanya salah seorang dari pemuda itu sambil menatap kearah Cin Hai memindai tingkat kultivasi pemuda itu.
Setelah melihat tingkat kultivasi Cin Hai terlihat di alam Taruna menengah saja, kedua orang pemuda itupun menjadi agak sombong dan tertawa sinis menatap nya.
"Aku mau menemui leluhur Bu Tek Cong, aku dari Sin Houw , cucu dari kakek Guan!" jawab Cin Hai seadanya.
"Ada perlu apa kau ingin menemui leluhur?" tanya salah seorang dari pemuda itu.
Cin Hai menatap kearah kedua pemuda itu, sepintas dia tahu jika kedua pemuda itu berada di ranah alam Ksatria tingkat akhir.
Pantas saja mereka menatap kearah Cin Hai dengan tatapan merendahkan.
"Aku cuma mau menyampaikan pesan dari kakek ku untuk leluhur perguruan silat Kim Tiauw ini!" jawab Cin Hai masih berusaha beramah tamah.
"Kalian dari perguruan Sin Houw tidak sebanding bersahabat dengan orang orang perguruan Kim Tiauw ini, pergilah dari tempat ini, kalian cuma pesilat rendahan, pergi!, ... Pergi!" hardik salah seorang pemuda itu dengan jumawa nya, sambil mengibaskan telapak tangan nya, seperti sedang memburu ayam.
"Maaf!, ini pesan dari kakek Guan yang harus saya sampai kan kepada leluhur perguruan ini, tolonglah sampaikan kepada beliau jika cucu dari Go Guan mau bertemu!" ujar Cin Hai masih mencoba beramah tamah sambil menangkupkan kedua telapak tangan nya di depan dada nya.
Namun hal itu justru membuat kedua pemuda itu semakin arogan saja.
Salah seorang segera maju kearah Cin Hai sambil mengepalkan tinjunya, " kau rupa nya memang tidak mengerti bahasa manusia ya?, hus!, hus!, pergi sana, pergi!, pergi!" ......
Pemuda itu bermaksud melepaskan pukulan telapak tangan nya kearah wajah Cin Hai, namun tanpa di sangka sangka dengan gerakan sangat cepat, tinju tangan kiri Cin Hai berhasil mendahului mendarat di perut pemuda itu.
"Bug!" ......
"Pyaarrr!" ....
Tubuh pemuda itu seketika terpental kebelakang hingga menghantam pintu gerbang perguruan yang terbuat dari besi itu.
Mendengar keributan di gerbang perguruan, beberapa murid perguruan Kim Tiauw segera berlarian kearah gerbang utama.
Setelah tiba di dekat gerbang , mereka melihat salah seorang penjaga gerbang perguruan itu telah tumbang di tanah, di dekat pintu gerbang.
Masih untung Cin Hai tidak bermaksud membunuh nya, hanya sekedar memberi pelajaran saja, agar di kemudian hari, jangan bertindak arogan lagi.
Seandainya Cin Hai benar benar menghendaki nyawa nya , niscaya pemuda itu yang akan pulang cuma nama nya saja.
"Mu Bai terluka!, Mu Bai terluka!, ada seorang pemuda yang mengamuk di depan gerbang utama!" teriak salah seorang murid perguruan silat Kim Tiauw itu.
Beberapa orang segera menggotong tubuh pemuda Mu Bai yang pingsan tadi.
Sementara itu, pemuda yang satu nya lagi, yang tadi demikian arogan nya, kini bengong menyaksikan peristiwa yang berlangsung demikian cepat nya itu.
Mendengar teriakan beberapa murid perguruan Kim Tiauw itu, beberapa orang tetua perguruan segera melesat kearah gerbang utama perguruan.
Di situ dia melihat seorang pemuda tampan berdiri santai di depan pintu gerbang perguruan itu, seolah tidak pernah terjadi apapun juga.
Cin Hai melihat dua orang laki laki dewasa berlari kearah nya.
Dia menatap kearah kedua laki laki itu, di melihat jika kedua laki laki itu sudah berada di ranah Alam Raja tingkat akhir.
"Hei!, siapa kau?, kenapa datang datang membuat keributan di sini heh?" tanya salah seorang dari laki laki dewasa berjubah biru muda itu.
Cin Hai segera menjura di depan kedua laki laki itu, maaf paman, nama saya Cin Hai, saya dari perguruan Sin Houw bermaksud mau bertemu dengan leluhur Bu Tek Cong, saya cucu dari kakek Go Guan, ada pesan dari kakek ku untuk sang leluhur" ujar Cin Hai menceritakan apa ada nya.
"Bohong tetua!, pemuda ini datang datang mau memaksa masuk, sudah kami tahan , malahan kami yang dia pukuli tetua!" ujar pemuda teman nya Mu Bai yang terluka tadi berusaha membalikan pakta.
"Apakah itu benar anak muda?" tanya tetua kepada Cin Hai sambil melotot kan mata nya.
"Untuk apa saya mencoba memaksa masuk tempat kalian, saya sudah bilang baik baik, tetapi kedua penjaga pintu ini dengan arogan nya mengusir saya selayak nya dia mengusir binatang saja, saya masih berusaha baik baik, tetapi malah dia berusaha memukuli saya, jelas saja saya tidak pernah suka siapapun di dunia ini mengganggu saya, kalau saya mau masuk secara memaksa, tembok ini tidak ada artinya bagi saya!" ucap Cin Hai sambil melesat keatas tembok perguruan yang sangat tinggi itu.
...****************...
Bantai zemuah