Ditindas dan dibully, itu tak berlaku untuk Cinderella satu ini. Namanya Lisa. Tinggal bersama ibu dan saudara tirinya, tak membuat Lisa menjadi lemah dan penakut. Berbanding terbalik dengan kisah hidup Cinderella di masa lalu, dia menjelma menjadi gadis bar-bar dan tak pernah takut melawan ketidakadilan yang dilakukan oleh keluarga tirinya.
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anim_Goh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Naik Sepeda
"Kenapa pulang?"
"Ya karena aku cuma pelayan sementara di sini. Dan aku sudah menginap selama beberapa hari. Tikar di kamarku bisa jadi santapan tikus kalau terlalu lama ditinggal."
"Tikar?"
"Iya. Tidak tahu ya seperti apa bentuknya?"
"Jadi kau tidur beralaskan tikar?"
Tanpa ragu Lisa menganggukkan kepala. Sama sekali tak terlihat rasa malu atau tak berdaya saat menceritakan kepahitan hidupnya yang harus tidur beralaskan tikar. Memang apa yang salah dengan semua itu? Lisa bahkan tak pernah mengeluh meski sering merasakan sakit punggung akibat alas tidur yang keras.
"Pindah ke sini saja. Ada banyak kamar kosong yang belum pernah di tempati," ucap Lionel tiba-tiba. Dia merasa tak tega hanya dengan membayangkan Lisa tidur di atas tikar.
"Tidak usah, Tuan. Terima kasih. Seperti apapun kondisi yang ku jalani, aku selalu bersyukur masih diberi kesempatan untuk hidup. Jadi maaf ya, tawaran baikmu aku tolak," sahut Lisa enggan dikasihani. Walau pun rumah yang dia tempati seperti neraka, dia tidak akan semudah itu meninggalkan. Ada banyak sekali kenangan bersama kedua orangtuanya di sana.
"Lis, bukankah kau bilang di sana ada nenek sihir yang sangat kejam dan jahat?"
"Iya benar. Kenapa memangnya?"
"Kau beberapa hari ini tak pulang ke rumah. Bagaimana kalau mereka menyiksamu? Pindah ke sini saja ya. Aku tidak tenang."
Raut khawatir begitu jelas tercetak di wajah Lionel saat membujuk Lisa agar pindah ke rumahnya saja. Biarlah jika dia dicap sebagai orang yang tidak tahu malu. Ini semua Lionel lakukan atas dasar hati. Ya, hati. Hati beku yang tiba-tiba mencair setelah kemunculan seorang gadis pelayan.
"Tuan, kau lupa ya kalau aku ini adalah Cinderella abad 21?" Penuh percaya diri Lisa membusungkan dada. "Aku gadis yang kuat dan juga hebat. Tidak ada yang bisa membuatku menangis selain pisang goreng sialan itu. Jadi kau tidak perlu khawatir. Aku sudah terbiasa mendapat perlakuan buruk dari mereka. Sungguh!"
Sudut bibir Lionel berkedut. Bisa-bisanya Lisa bercanda disaat dirinya sedang dilanda khawatir. Mana kembali membahas tentang pisang goreng pula. Perkataan gadis ini membuatnya merasa sangat tergelitik sekali.
"Sudah malam, Tuan. Aku pamit pulang dulu ya," ucap Lisa sopan berpamitan. "Oya, terima kasih banyak karena sudah memberiku tempat tinggal serta makanan gratis selama berada di sini. Aku doakan semoga traumamu lekas membaik agar bisa beraktifitas normal seperti dulu. Daahhh,"
"Lisa, tunggu!"
Langkah Lisa terhenti. Dia kemudian berbalik menatap Tuan Lionel sambil mengerutkan kening. "Ada apa, Tuan?"
"Biar aku yang mengantarmu pulang," ucap Lionel. Ingin menyesal, tapi tawaran tersebut sudah terlanjur keluar. Jadi ya sudahlah.
"Lho, bukannya kau takut naik mobil ya?"
"I-iya,"
"Lalu?"
"Kita bisa menggunakan alternatif lain. Ini sudah malam, akan sangat berbahaya sekali jika seorang gadis berjalan sendirian. Sekarang kejahatan ada di mana-mana."
Lisa diam berpikir. Kalau naik mobil saja Tuan Lionel tidak berani, masa iya mau naik motor? Ah, ini malah lebih berbahaya lagi. Takutnya mereka malah masuk got alih-alih sampai di rumah.
(Tidak bisa. Aku tidak berani mengantarkan Lisa dengan kendaraan. Lantas, apa yang harus ku lakukan agar bisa mengantarkan gadis ini selamat sampai di rumahnya?)
Triing
"Sepeda. Ya, kita pulang naik sepeda saja."
Sebuah ide gila melintas di pikiran Lionel. Sepeda. Entah darimana pemikiran ini bisa muncul.
"Sepeda?"
"Ya. Kau tidak masalah bukan kalau kita pulang naik sepeda?" tanya Lionel.
"Keberatan sih tidak, tapi memangnya kau bisa mengayuhnya?" sahut Lisa ragu-ragu. Tawaran macam apa ini.
"Emm ... nanti kita bisa mencobanya bersama-sama. Oke?"
"Baiklah. Lalu sepedanya mana?"
Toeng
Lionel cengo. Benar juga. Diakan tidak punya sepeda, lalu bagaimana mereka akan pergi?
"Jangan khawatir. Aku akan memesannya dulu. Tunggu sebentar."
Kini giliran Lisa yang cengo. Orang kaya memang menakjubkan sekali ya. Dalam satu kali ucap, apa yang mereka inginkan pasti langsung terkabul. Seperti halnya sekarang. Tuan Lionel langsung menelpon seseorang kemudian memintanya mengirimkan sepeda secepat mungkin. Bolehkah Lisa menangis?
(Gaya hidup orang kaya memang berbeda. Kalau itu aku, butuh beberapa tahun mengumpulkan uang hanya untuk membeli sepeda. Fiks sih, aku harus mencari jodoh orang kaya. Dengan begitu hidupku akan jadi menakjubkan juga seperti mereka. Hehehe,)
Tak butuh waktu lama untuk sepeda yang Lionel mau sampai di rumahnya. Segera dia melakukan pembayaran lengkap dengan bonus untuk sang pengantar. Setelah itu Lionel naik ke atas sepeda dan meminta Lisa duduk di belakang.
"Tuan, kau yakin bisa mengayuh sepeda ini? Kok perasaanku tidak enak ya?" ucap Lisa ketar-ketir sendiri.
"Kita coba dulu ya?"
"Jangan asal coba-coba, Tuan. Tubuhku kurang nutrisi. Aku tidak mau kalau sampai patah tulang."
"Tidak akan. Kau bisa pegang ucapanku."
Dan benar saja. Begitu sepeda mulai bergerak, suara teriakan Lisa mengiringi jatuhnya mereka setelah menabrak pagar. Penjaga yang melihat hal itu, segera berlari hendak menolong. Akan tetapi niat mereka dihentikan oleh Lionel.
"Sudah tidak apa-apa. Kalian kembalilah bekerja," Lionel bicara sambil membersihkan celananya yang kotor. Bukannya takut, dia malah tersenyum tipis. Ada perasaan yang membuncah saat Lisa memeluk pinggangnya erat.
"Anda yakin tidak perlu bantuan kami, Tuan? Kami bisa jika diminta mengantarkan Nona Lisa pulang ke rumahnya."
"Tidak usah. Biar aku saja yang mengantarnya,"
Sementara Lionel berbincang dengan penjaga, Lisa tampak mengomel tak jelas karena terkejut. Tak disangka niat baik Tuan Lionel malah hampir mendatangkan petaka baru dalam hidupnya. Baru juga sembuh dari sakit, eh malah dirinya diajak mencelakakan diri lewat cara menabrak pagar. Untung tadi selamat. Kalau tidak, apa tidak gegar otak mereka berdua.
(Ini tidak bisa dibiarkan. Aku bisa mati konyol jika Tuan Lionel yang membawa sepeda ini. Lebih baik tukar tempat saja. Dengan begitu baru aku akan aman)
"Tuan, biar aku saja yang di depan. Kau terlalu menantang maut," ucap Lisa kemudian mengambil sepeda dari tangan Tuan Lionel. Setelah itu dia duduk dengan penuh percaya diri. "Ayo naiklah. Jangan lupa berpegangan ya."
"Naik?"
"Iya naik. Naik ke sepeda maksudnya. Bukan naik ke atas tubuhku. Ayo cepat!"
Speechless, Lionel duduk di belakang kemudian melingkarkan kedua tangan memeluk pinggang Lisa. Hangat, itu yang dia rasakan saat sepeda mulai bergerak.
"Begini baru naik sepeda namanya. Tidak seperti yang tadi. Jalan selebar lapangan bola kok bisa-bisanya menabrak pagar. Kelihatan sekali kalau kau sudah lama tidak bergerak," ejek Lisa menikmati udara malam sambil mengayuh sepeda. Agak berat, tapi dia enjoy.
"Kau benar. Aku sudah terlalu lama menyakiti diri sendiri. Padahal dulu aku adalah orang yang sangat rajin berolahraga," sahut Lionel tak berkecil hati atas ejekan Lisa. Itu fakta.
"Ya sudah kalau begitu setiap aku pulang kau saja yang menemani. Hitung-hitung untuk olahraga. Bagaimana?"
"Terserah kau saja. Jika mau, aku dengan senang hati akan menjadi tukang ojek pribadimu."
Lisa dan Lionel terus berbincang dan bercanda sembari duduk berboncengan. Bagi siapa pun yang melihat interaksi mereka, pasti akan berpikir kalau mereka adalah sepasang kekasih. Kehangatan yang tercipta, tak sengaja menghadirkan kenyamanan untuk dua insan beda usia. Entah takdir akan membawa mereka ke mana. Yang jelas mereka sama-sama menikmati kebersamaan tersebut.
***
Apa kau adalah saudara tirinya Lionel?
lisa adalah definisi pasrah yang sebenernya. udah gk takut mati lagi gara2 idup sengsara