Apa jadinya kalo seorang anak ketua Organisasi hitam jatuh cinta dengan seorang Gus?
Karena ada masalah di dalam Organisasi itu jadi ada beberapa pihak yang menentang kepemimpinan Hans ayah dari BAlqis, sehingga penyerangan pun tak terhindarkan lagi...
Balqis yang selamat diperintahkan sang ayah untuk diam dan bersembunyi di sebuah pondok pesantren punya teman baiknya.
vagaimanakah kisah selanjutnya?
Baca terus ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Operasi
Di sebuah Rumah Sakit....
Beberapa dokter umum dan beberapa sedang menunggu korban di deoan Instalasi Gawat Darurat.
"Korban apa lagi ini?"
"Oh itu Dok, ada penembakan di daerah dermaga katanya sih antar geng kayaknya mafia deh.. Soalnya kayak lagi transaksi gitu."
"Ada berapa korban?"
"Dari laporannya sih lumayan dok, ada lebih dari 5, kondisinya ada yang kritis karena banyak terkena tembakan salah satunya seorang wanita..."
"Siapkan lima ruang operasi untuk jaga-jaga... Beritahu perawat supaya siaga." ucapnya lagi dengan dingin.
"Siap dok, untuk perawat pendamping sudah standby di ruang operasi."
"Tumben dokter Al nunggu disini... Biasanya ga suka nunggu disini ruangan dan biasa langsung ke ruang operasi...."
"Tadi kita abis makan trus dikabarin ada korban banyak.... Jadi sekalian aja kesini!" sahut dr. Leo merangkul dr. Alditra yang masih terdiam.
Tak lama mobil ambulance pun datang...
Dengan cepat perawat yang berada di dalam mobil ambulance keluar lalu perawat yang tadi menunggu pun membantu mendorong blankar korban masuk ke IGD untuk di lakukan Assesment Trauma sebelum ditindak...
Beberapa ambulance datang silih berganti dengan membawa korban. Dokter Leo pun sudah masuk ke dalam melakukan Assesment Trauma. Alditra yang baru saja akan berjalan masuk ditahan oleh salah seorang pasien yang masih ada disana.
"Dok sebentar ada satu pasien lagi yang sedang diperjalanan kondisinya kritis..."
Tanpa menjawab Alditra pun kembali lagi menunggu ambulance berikutnya.
Saat ambulance datang Alditra pun mendekati pintu mobil ambulance.
Sreeettt....
Saat pintu ambulance dibuka Alditra yang berdiri mengahap langsung terdiam saat melihat korban yang ada di hadapannya.
"Balqis!" gumamnya.
"Dokter, pasien kritis... Sempat henti jantung, terkena tembak dua kali di punggung dan lengan..."
Alditra pun langsung naik ke atas blankar memeriksa keadaan Balqis blankar Balqis pun didorong ke dalam IGD.
"Siapkan kamar operasi!"
"Tapi Dok..."
"Sekarang!?" titah Alditra berteriak.
Perasaannya sekarang campur aduk.
"No... Balqis kumohon bertahanlah!" ucapnya sambil melakukan CPR.
Dokter dan perawat yang ada disana terdiam melihat reaksi Alditra yang panik.
"Al... Biar aku yang tangani!" ucap dr. Leo yang langsung mendekati Alditra.
"Nggak Le... Saya harus menyelamatkan Balqis... Balqis harus selamat!"
"Al, hentikan kalau kamu kayak gini yang ada pasien tidak akan selamat! Tenanglah... Biar aku yang tangani pasien ini sekarang!" ucap Leo menenangkan Alditra.
Alditra yang mulai tenang pun turun dari blankar.
"Saya titip Balqis Le... Tolong selamatkan dia!"
"InsyaAllah... Bantu doa juga ya Al...."
Alditra hanya mengangguk pasrah.
"Bawa pasien ke ruang operasi 3, saya yang akan jadi operatornya!"
"Baik dok!"
Blankar Balqis pun di dorong pergi dari ruang instalasi gawat darurat. Saat Alditra akan beranjak untuk ikut dia ditahan oleh salah satu perawat.
"Dok.. Maaf, pasien yang lain belum diperiksa dan butuh penanganan cepat!"
"Hah... Baik! Segera siapkan peralatannya!" ucapnya pasrah.
****
"Om... Sebenarnya kenapa Balqis bisa tertembak seperti ini?!"
"Hah... Al, sebenarnya... Balqis adalah salah satu anggota organisasi hitam yang Om kelola... Dan kemarin tanpa bilang sama Om, dia menyanggupi dan ikut dalam misi transaksi yang dipimpin Abraham..."
Alditra terdiam. Terkejut karena dia baru mengetahui fakta bahwa Balqis juga anggota Organisasi hitam. Selama ini dia mengira kalau Balqis tidak masuk ke dalam organisasi itu. Dan setahunya Hans sangat menentang Balqis terjun ke dalam organisasi hitam itu.
Alditra hanya diam saja mendengar cerita Hans tanpa bertanya.
"Awalnya Om juga menolak dan tidak mengizinkan Balqis masuk ke dalam Organisasi, tapi beberapa hari setelah dia pulang dari pesantren dia memutuskan untuk masuk dengan syarat dia akan menghindari kegiatan yang dilarang oleh agama, kuliah dan belajar agama pun dia tetap jalani." jelas Hans panjang.
"Kemarin Abraham hanya meminta Balqis untuk membobol data perusahaan yang bersikap curang, tapi Balqis juga ingin terjun langsung saat transaksi jual beli senjata... Dan terjadilah--- Hah.. OM juga menyesal mengijinkannya ikut terjun langsung!"
Tring!
Tring!
Bunyi pesan masuk dari handphone Balqis diatas nakas samping tempat tidur rawatnya membuyarkan lamunan Alditra yang tengah duduk di samping ranjang rawat Balqis.
Alditra melirik kearah nakas samping bed pasien. Dengan banyak pertimbangan Akhirnya Alditra pun meraih Handphone milik Balqis dan melihat siapa yang mengirim pesan disaat Balqis baru saja selesai di operasi. Hali Alditra mengeryit melihat nomor baru tidak dikenalnya.
Degh!
Alditra tertegun membaca isi pesan itu.
(Assalamu'alaikum?)
(Balqis, kapan akan kembali? Ada yang harus kita bicarakan.)
(Haziq!)
"Haziq? Apa ini Gus Haziq?" Gumamnya.
Alditra masih menatap lekat pesan itu.
"Gus Haziq mau bicara apa? Hah... Tidak mungkin kan dia mau menghitbah Balqis?"
***
Mata Balqis terbuka dan melihat ke arah pemuda yang ada di sampingnya sedang tertidur.
"Om Gus?!" ucapnya serak dan lemah sambil meringis mulai terasa sakitnya di punggung dan lengannya.
Alditra yang baru saja terbangun karena mendengar namanya dipanggil pun melihat kearah Balqis sambil mengerjapkan mata.
"Kamu udah bangun?" ucapnya serak sambil membenarkan posisi duduknya.
"Haus..." ucap Balqis pelan.
Alditra pun mengambilkan minum sekaligus membantunya.
Balqis melihat lamat wajah yang dirindukan sekaligus yang menyayat hatinya itu.
"Om Gus kok disini? Bukannya lagi tugas ya?"
"Jam tugas saya udah beres, Om Hans ada urusan dulu sebentar dan beliau menitipkan kamu sama saya..."
Balqis menghela napas berat sambil mengernyit.
"Apa ada yang sakit?"
"Semuanya sakit Om... Apalagi hati aku..."
"Saya nggak bercanda Qis..."
"Ck... Saya juga nggak lagi ngelawak ya Om..." ucapnya sambil membenarkan posisi tidurnya agar nyaman.
"Apa gara-gara saya juga kamu sampai memutuskan untuk masuk ke dalam organisasi Hitam?"
"Geer!"
"Om Hans bilang kamu memutuskan untuk bergabung kesana semenjak pulang dari pesantren..."
"Hah.... Cuma faktor pendukung aja sih Om... Selebihnya emang kemauan aku yang pengen masuk kesana dan ngebantuin Om Abraham... Dengan Syarat, aku ngebantu di jalan yang bener dan ngebantu orang-orang yang terzalimi."
Alditra hanya diam tidak berbicara lagi. Entah apa yang dipikirkannya.
Ting...
Ting...
"Om Gus... Boleh minta tolong ambilin handphone aku?!"
Alditra pun dengan patuh mengambilkan handphone yang berada diatas nakas dan memberikannya pada Balqis, sekilah dia melihat siapa mengirimjan pesan itu, dan terlihat deretan nomor, yang artinya belum Balqis save dan juga dia tau siapa pengirim itu yang tak lain adalah Haziq.
Sementara itu Balqis membuka isi pesannya lalu alisnya mengeryit melihat nomor baru tidak dikenalnya. Dia pun segera membukanya karena penasaran.
Degh!
Balqis tertegun membaca isi pesan itu. Jantungnya juga ikut berdebar kencang.
"A-apaan nih?"
(Kapan akan kembali ke pondok? Saya menunggu kamu kembali.)
(Haziq)
Balqis masih menatap lekat pesan itu.
"Loh kok ada pesan diatasnya juga?! Perasaan aku baru baca deh... Kok udah ada tanda dibaca aja?!"
Mendengar gumaman Balqis Alditra pun jadi salah tingkah dan berdehem, karena dia si pelaku yang membuka isi pesannya itu.
Pikirannya berputar kenapa bisa laki-laki itu mengetahui nomor ponselnya.
Gus Haziq mau ngomong apa ya? Nggak mungkin kan ngomongin tawaran jadi bridesmaidnya Ning Annisa? Kalo iya...
Balqis menatap Alditra lamat-lamat. "Ck... Nggak mungkin!"
Jantung Balqis dibuat deg-deggan. Dia mulau gelisah dengan chat itu. Dia pun uring-uringan sambil beberapa kali menghela nafasnya bila tidak akan terjadi sesuatu.