Ini novel asli yang diadaptasi menjadi webseries yang berjudul sama, dibintangi oleh Dinda Kirana dan Ryukenli yang tayang di Genflix.
Boy Arbeto putra dari keturunan Arbeto yang cukup terkenal, memiliki wajah tampan, dan kaya raya. Hidupnya sangat sempurna dengan banyaknya wanita yang dimilikinya, membuat pria itu dijuluki sebagai sang Casanova sejati.
Tapi apa jadinya jika sang Casanova di jodohkan dengan seorang gadis lugu, berusia tujuh belas tahun yang baru lulus sekolah bernama Tita Anggara? Akankah pernikahan yang dilandasi oleh perjodohan itu akan berjalan mulus, ataukah sebaliknya?
Yuk kita ikuti kisah cinta manis penuh gelak tawa Boy Arbeto dan Tita Anggara 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy tree, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 32
"Kami bisa mengembalikan status single Anda, kami akan buat Tuan berpisah dengan istri Anda." Jawab Liam dengan wajah yang tegang dan juga ketakutan.
"Lia ..Lia, jika aku bercerai dengannya status ku bukan kembali single tapi menjadi seorang duda." Boy menghela napasnya dengan kasar.
"Iya juga." Liam menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ck kalian ini!" Boy menatap Alex dan juga Liam bergantian. "Andreas cepat bawa mereka ke ruang pembelajaran!"
"Baik Tuan."
Andreas bersama anak buahnya yang lain segera berjalan mendekati Alex dan Liam.
"Tidak Tuan, aku mohon maafkan kesalahan kami yang telah gagal menjalankan misi." Pinta Alex.
Sementara Liam yang tidak tahu apa itu ruang pembelajaran lebih memilih untuk diam, karena bagi Liam di ruangan apa pun tidak masalah asal jangan dibawa ke ruang penyiksaan.
"Andreas tunggu apa lagi? Cepat bawa mereka masuk!" sentak Boy.
Andreas pun dengan segera membawa Alex dan Liam untuk di masukkan ke dalam ruang pembelajaran.
"Dude kenapa kau diam saja? Cepat lakukan sesuatu agar tuan B membatalkan hukumannya." Bujuk Alex pada asisten pribadi tuan Boy Arbeto.
"Hei .. kenapa kau terlihat ketakutan seperti itu?Kita ini hanya dimasukkan ke ruang pembelajaran, bukan ruang penyiksaan." Liam berjalan dengan santai tanpa rasa takut sedikitpun.
"Karena kau belum tahu ruang pembelajaran itu seperti apa." Geram Alex.
"Memangnya seperti apa?" Liam menautkan kedua alisnya.
"Ruang pembelajaran itu lebih mengerikan dari pada ruang penyiksaan." Ucap Alex dengan wajah yang mulai tegang, karena saat ini mereka sudah sampai diruang pembelajaran.
"Benarkah?" Liam menautkan kedua alisnya dengan wajah yang bingung dan mulai sedikit cemas, karena tidak mungkin Alex berkata bohong kepadanya.
"Kau tidak percaya? Lihat saja nanti." Sahut Alex dengan datar, karena ia sudah pasrah menjalani hukumannya.
Liam yang masih bingung menatap pintu di depannya yang mulai terbuka lebar, dan kini Liam bisa melihat dengan jelas isi di dalamnya.
"What the **** ...."
Liam tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, dan ia segera berteriak dan meminta jangan di masukan ke dalam ruangan tersebut.
'Aku bilang juga apa?" Alex menghela napasnya dengan berat saat melihat Liam yang ketakutan.
Sementara itu di ruangan interogasi yang hanya tersisa Boy dan Agam, tampak begitu sepi dan sunyi karena diantara keduanya tidak ada yang memulai pembicaraan. Boy tampak menatap tajam pada Agam sedangkan yang ditatap tajam hanya diam saja tanpa ekspresi apa pun diwajahnya.
"Cepat katakan apa hukumannya?" ucap Agam saat melihat Boy Arbeto hanya diam saja.
"A mana mungkin aku tega menghukummu." Boy tersenyum sinis sambil berjalan mendekati Agam. "Kau adalah sepupu paling setia yang aku miliki, jadi mana mungkin aku memberikan hukuman padamu."
"B, kau tidak perlu berbasa-basi cepat katakan apa hukumannya?" Agam yang tahu betul sifat Boy Arbeto menyangsikan kalau pria itu akan melepaskannya tanpa sebuah hukuman.
"Baiklah kalau kau memaksa." Boy menarik satu sudut bibirnya. "Berikan ponselmu!"
"What? Untuk apa?" Agam mulai sedikit cemas.
"Cepat berikan ponselmu! Aku akan menyitanya selama dua jam."
"Tidak! Jangan hukum aku dengan cara seperti ini, kau bisa melakukan apa pun tapi tidak dengan ponselku." Agam menatap tajam pada Boy Arbeto.
"Karena kau menolaknya maka aku akan menyitanya menjadi tiga jam."
"What?" Agam mulai terdesak dengan keadaan, di satu sisi ia tidak mau menyerahkan ponsel miliknya yang sudah seperti belahan jiwanya, namun di satu sisinya yang lain Agam harus melakukannya sebagai hukuman karena gagal menjalankan tugas.
"Cepat berikan! Atau aku akan menambah waktu hukumannya menjadi satu hari dan —"
"Oke .. oke."