Dikhianati sang kekasih dan melihat dengan mata kepalanya sendiri wanita yang dia cintai tengah bercinta dengan pria yang tak lain sahabatnya sendiri membuat Mikhail Abercio merasa gagal menjadi laki-laki. Sakit, dendam dan kekacauan dalam batinnya membuat pribadi Mikhail Abercio berubah 180 derajat bahkan sang Mama sudah angkat tangan.
Hingga, semua berubah ketika takdir mempertemukannya dengan gadis belia yang merupakan mahasiswi magang di kantornya. Valenzia Arthaneda, gadis cantik yang baru merasakan sakitnya menjadi dewasa tak punya pilihan lain ketika Mikhail menuntutnya ganti rugi hanya karena hal sepele.
"1 Miliar atau tidur denganku? Kau punya waktu dua hari untuk berpikir." -Mikhail Abercio
----
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 02 - Nego
“Uang lagi.”
Valenzia tersenyum getir membaca pesan singkat dari keluarganya. Sudah kali ketiga mereka mengirimkan pesan yang sama satu minggu ini, sebenarnya mereka berharap apa? Statusnya masih sebagai mahasiswa, meskipun dia juga bekerja paruh waktu mana mungkin uang yang ia dapatkan bisa cukup jika harus menghidupi keluarganya juga.
Drrrt Drrt
Ponselnya kembali bergetar, panggilan dari adiknya masuk berkali-kali. Sudah bisa dipastikan apa yang akan Valenzia dengar jika dia mengangkat teleponnya. Untuk saat ini dia lebih memilih untuk menutup celah yang membuatnya sakit hati, masalahnya sudah terlalu besar hingga kepalanya seakan mau pecah.
Tuntutan orangtua, biaya kuliah, uang makan selama di sana belum lagi tagihan kost. Semua sudah membuat Valenzia kehilangan arah, dia berada di titik serba salah. Hendak menyerah semua sudah terlambat, apa kata dunia jika dia memutuskan kembali ke kotanya tanpa membawa hasil apa-apa.
Sekarang, semua semakin rumit ketika dia dihadapkan dengan Mikhail Abercio, sang Presdir yang sempat dia kagumi kala pria itu menjadi pembicara seminar di kampusnya. Semuanya luntur seketika, tidak ada Mikhail Abercio yang dia jadikan afirmasi sukses kedepannya, kalimat-kalimat inspirasi dari mulut pria itu nyatanya hanya omong kosong dan tidak sesuai dengan kepribadiannya.
“Zia!! … masih lama nggak?”
“Ah? Masih, Ka, kamu duluan aja nanti aku nyusul.”
Terlalu lama melamun membuatnya lupa jika temannya menunggu di depan toilet, memang sebelumnya niat Valenzia hanya untuk buang air kecil sebentar, tapi yang terjadi justru berbeda dan tidak sesuai dengan rencananya.
“Kamu baik-baik aja kan? Kalau sakit pulang aja, Zi,” tutur Erika khawatir, tidak biasanya Valenzia seperti ini. Dia sudah menunggu hampir 20 menit dan wanita itu masih meminta tambahan waktu, ini benar-benar aneh.
“Nggak sakit, Ka, sana duluan.”
Suaranya terdengar baik-baik saja, lagipula ini bukan jadwal Valenzia datang bulan. Erika bernapas lega meski sebenarnya dia masih khawatir dengan apa yang terjadi pada sahabatnya itu. Mungkin hanya butuh waktu sendiri, dan Erika tidak bisa memaksa jika Valenzia tidak cerita sendiri.
*****
“Cari kemana uangnya? Masa Zidan lagi.”
Di dalam, Valenzia masih sibuk memikirkan dari mana dia mendapatkan uang sebanyak itu. Jika harus meminta uluran tangan kekasihnya itu tidak mungkin. 1 juta mungkin Zidan akan berikan dengan mudah, sementara 1 miliar mungkin bisa membuat hubungan mereka ditentang keluarga kekasihnya.
“Nggak, aku harus coba nego sekali lagi … mungkin caraku memohon kurang dramatis,” ucap Valenzia sembari berpikir panjang, menghadapi Mikhail sepertinya memang harus butuh usaha yang berbeda.
Memantapkan tekadnya untuk kedua kali, Valenzia hendak kembali ke ruangan Mikhail. Masih sama bergemuruhnya, jantungnya berdegub kencang sembari menanti lift terbuka. Kali ini dia tidak ingin gagal lagi, Valenzia cukup pandai merayu dan seharusnya Mikhail bisa luluh padanya.
Ting
Lift terbuka, baru saja hendak melangkah keluar dan matanya dibuat membulat sempurna kala menyadari pemandangan di depannya. Pria yang hendak ia temui tengah melayangkan tatapan penuh permusuhan padanya, masih dengan wanita seksi yang tadi pagi Valenzia lihat.
“Sayang, hari ini kita makan apa?” tanya wanita itu bergelayut manja di lengan Mikhail, pria itu tidak menjawab sama sekali. Matanya justru tertuju pada Valenzia yang kini membuang pandangan dan tengah bingung hendak melakukan apa.
“Kamu mau menemuiku? Keputusanmu sudah bulatkah?”
Suara itu terdengar biasa, tapi bagi Valenzia berhasil membuat bulu kuduknya meremang seketika. Tatapan Mikhail saat bertanya masih sama dan Valenzia tidak mengerti maknanya.
“I-iya, Pak … saya minta waktu sebentar saja.” Memberanikan diri untuk mendekat meski wanita di sisi pria itu terlihat ingin menelan Valenzia bulat-bulat.
“3 menit, katakan di sini saja.”
Valenzia mendongak dan sudah siap dengan air mata buaya yang ingin dia perlihatkan, mungkin tadi pagi dia memohon tanpa air mata hingga membuat Mikhail tidak tersentuh. Hanya saja, 3 menit rasanya tidak cukup untuk mengutarakan semua penderitaannya.
“Tentang ganti rugi yang Bapak minta, apa tidak bisa kita negosiasi sekali lagi, Pak?"
"Nego?" Mikhail mengerutkan dahi, berani juga Valenzia menemuinya padahal belum membawa keputusan apa-apa.
"Iya, Pak. Seperti yang Anda ketahui saya bukan kalangan atas yang bisa mengeluarkan uang sebanyak itu, tapi Anda juga perlu tahu bahwa saya juga bukan wanita rendahan yang bisa memberikan diri saya begitu saja … Anda bayangkan jika suatu saat adik perempuan Anda mengalami hal yang sama, apa Anda bisa menerimanya?”
Semua berjalan dengan baik, air matanya nyata dan Mikhail mendengarkan perkataannya dengan seksama. Kemampuan Valenzia bicara di depan umum sepertinya tidak perlu diragukan, namun sayang sekali saat ini Mikhail tidak sedang berbaik hati.
“Adikku laki-laki, jadi jangan memintaku membayangkan banyak hal,” pungkas Mikhail memasukkan tangan ke saku celananya.
“Hah?” Valenzia salah besar sepertinya, harusnya dia tidak mengutarakan hal-hal yang terkesan membela diri dan membuatnya semakin terlihat berani menentang.
“Ck, buang waktu saja … keputusanku sama seperti tadi pagi, temui aku jika kamu sudah menentukan pilihan.”
Pria itu berlalu begitu saja dan meninggalkan Valenzia yang kini terpaku dengan mulutnya yang masih menganga. Berharap dapat solusi nyatanya dia semakin frustasi, ingin rasanya dia berteriak dan mengutarakan kebenciannya pada pria itu.
“Aaarrrggghhhh!! Kenapa harus aku yang ketemu dia, Tuhan.” Valenzia memukul angin dan mengacak rambutnya tanpa peduli tatapan aneh dari beberapa orang di sana.
TBC ✨