Bertransmigrasi kedalam tubuh Tuan Muda di dalam novel.
Sebuah Novel Fantasy terbaik yang pernah ada di dalam sejarah.
Namun kasus terbaik disini hanyalah jika menjadi pembaca, akan menjadi sebaliknya jika harus terjebak di dalam novel tersebut.
Ini adalah kisah tentang seseorang yang terjebak di dalam novel terbaik, tetapi terburuk bagi dirinya karena harus terjebak di dalam novel tersebut.
Yang mau liat ilustrasi bisa ke IG : n1.merena
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ronan Darius Nightshade.
Salah satu bangsawan yang berada di barisan depan tiba-tiba memekik setelah melihat simbol di jubahku. "Nightshade! Itu adalah simbol keluarga Nightshade!" teriakannya menggema di aula, menarik perhatian semua orang.
"Nightshade?" seorang bangsawan lainnya berseru, wajahnya menunjukkan keterkejutan. "Bagaimana bisa orang dari keluarga Nightshade berada di sini?" Seorang bangsawan lain menambahkan, suaranya bercampur dengan kebencian yang dalam.
Aku tersenyum penuh arti, sudah menantikan kata-kata itu. Dengan penuh kepercayaan diri, aku merentangkan tanganku, mengarahkan tatapan lurus ke Kaisar Alaric di singgasananya yang menjulang megah. Lalu, aku memandang para bangsawan yang mulai terlibat dalam keributan kecil. "Salam kenal semuanya. Dengan darahku yang mendidih karena kemarahan dan kebencian, aku berdiri di sini dengan bangga menyebutkan namaku: Ronan Darius Nightshade," kataku dengan nada penuh kebanggaan, suaraku bergema di seluruh ruangan.
Aku menundukkan kepala sedikit, memberi hormat kepada Kaisar. "Dengan segala hormat, hubungan kita adalah hubungan biologis kakek dan cucu. Saya menyatakan dengan bangga bahwa ayah saya adalah Damian Vesper Nightshade, dan ibu saya adalah Aurelia Darius Deluna," ucapku dengan penuh penekanan, mataku terus tertuju pada Kaisar Alaric.
"Sebagai seorang Darius, pada dasarnya aku juga seorang pangeran di sini." Senyumku melebar, menantang mereka untuk mengabaikanku.
Sejenak, keheningan menyelimuti aula sebelum suara raungan para bangsawan kembali terdengar.
"Anak tak jelas yang entah dari mana datangnya!" teriak seorang bangsawan, tangannya terkepal seakan ingin melempar sesuatu ke arahku. "Berani-beraninya menyebut dirinya cucu Kaisar!" Bangsawan lainnya menambahkan, amarah mereka semakin membara.
Aku memandang mereka dengan senyum merendahkan, tatapanku penuh penghinaan. "Diamlah, sampah-sampah tidak berguna. Pendapat kalian tidak diterima di sini, yang menentukan hanyalah Kaisar," kataku dengan dingin, suaraku memotong suara gaduh mereka seperti pisau tajam yang mengoyak tenangnya malam.
Provokasiku hanya membuat mereka semakin marah. Wajah-wajah yang memerah kini tampak dipenuhi oleh amarah yang nyaris meledak. "Eksekusi!" salah satu dari mereka berteriak dengan penuh rasa permusuhan. "Eksekusi orang ini di tempat!" seru yang lainnya, bergema di aula yang besar.
Namun, aku tak menggubris mereka. Perhatianku sepenuhnya tertuju pada Kaisar Alaric, yang masih duduk di singgasananya, diam seperti patung batu. Mata kaisar terlihat kosong, seakan jauh dari hiruk-pikuk yang terjadi di sekelilingnya, namun wibawanya tetap menghantui setiap sudut ruangan.
Di sudut mataku, aku melihat ibuku, Aurelia. Matanya berkaca-kaca, air mata hampir jatuh di pipinya. Ini adalah pertama kalinya dia melihatku, putranya, berdiri dewasa di tengah situasi yang menegangkan. Namun, dia menahan diri, seakan tidak ingin merusak momen ini dengan emosi yang berlebihan, meskipun hatinya pasti bergetar hebat.
Di saat ketegangan mencapai puncaknya, bukan Kaisar Alaric yang akhirnya berbicara, melainkan seorang pria tua dengan rambut perak yang beruban. Meski usianya sudah lanjut, tubuhnya tetap berdiri tegap, dan auranya menunjukkan pengalaman serta kekuasaan yang besar. Dengan langkah mantap, dia maju dari barisan bangsawan. "Permisi," katanya, suaranya penuh hormat. "Jika Anda memang seorang Darius, maka pelantikan putra mahkota hari ini harus kita tunda terlebih dahulu."
Aku mengalihkan tatapanku padanya dan menyipitkan mata, memperhatikan sosoknya. "Dan kau siapa?" tanyaku, suaraku masih tenang namun mengandung nada mengintimidasi.
"Nama saya Gerard Borion. Saya adalah tangan kanan Kaisar Alaric," jawabnya, membungkuk hormat sebelum melanjutkan, "Bisa dibilang, saya adalah juru bicara Kaisar. Hari ini sebenarnya direncanakan untuk pelantikan antara Pangeran Lysander dan Pangeran Bram, jadi Kaisar seharusnya hanya tinggal mengangkat jarinya untuk memilih salah satu dari mereka," katanya dengan tenang, suaranya mantap dan penuh keyakinan.
"Tetapi," lanjutnya, "kemunculan Anda telah membawa masalah baru yang harus diselesaikan dengan saksama. Maka, saya menyarankan agar pelantikan hari ini ditunda."
Sebelum aku sempat merespons, Lysander, yang dari tadi tetap tenang, angkat bicara terlebih dahulu. "Tidak masalah," katanya dengan senyuman licik yang menghiasi wajahnya, seakan menikmati perubahan situasi ini.
Aku pun ikut tersenyum, meskipun lebih dingin. "Aku juga tidak masalah," jawabku santai. Rencana awalku hanyalah untuk memperkenalkan namaku kepada mereka semua, dan itu telah tercapai.
Gerard kemudian menoleh ke arah Bram, yang tampak kebingungan sejak tadi. Matanya terus bergerak ke sana ke mari, jelas tidak memahami sepenuhnya situasi yang terjadi. "Pangeran Bram," Gerard berbicara dengan nada sopan namun tegas, "pelantikan akan ditunda. Apakah Anda setuju atau tidak?"
Bram, yang terlihat linglung, akhirnya tersadar. "Eh... ya, tidak masalah," jawabnya terbata-bata, mengangguk cepat.
Gerard kembali berdiri tegap, suaranya terdengar lebih keras ketika ia mengumumkan, "Kalau begitu, atas persetujuan para pangeran, pelantikan hari ini akan dibubarkan terlebih dahulu dan dilanjutkan pada waktu yang akan ditentukan."
Keluhan samar terdengar dari para bangsawan yang mulai bubar, wajah-wajah mereka dipenuhi dengan ketidakpuasan. Beberapa di antaranya masih memelototiku, tapi mereka tak punya pilihan selain pergi. Aula yang tadinya dipenuhi oleh keributan perlahan-lahan mulai lengang.
Aku tetap berdiri tegak di tempatku, senyum dingin masih terlukis di wajahku.
the darkest mana
shadow mana
masih ada lagi tapi 2 itu aja cukup