Kelanjutan Novel 'Sepucuk Surat'
Khusus menceritakan kisah kakak Ifa, putri pertama Farel dan Sinta. Namun, Alurnya akan Author ambil dari kisah nyata kehidupan seseorang dan di bumbui pandangan Author untuk menghiasi jalan cerita.
Semoga kalian suka ya🥰🥰
------------------------
"Haruskah aku mengutuk takdir yang tak pernah adil?"
Adiba Hanifa Khanza, Seorang gadis tomboy tapi penurut. Selalu mendengarkan setiap perkataan kedua orang tuanya. Tumbuh di lingkungan penuh kasih dan cinta. Namun, perjalanan kehidupan nya tak seindah yang di bayangkan.
"Aku pikir menikah dengannya adalah pilihan yang terbaik. Laki-laki Sholeh dengan pemahaman agama yang bagus tapi ..., dia adalah iblis berwujud manusia."
Mampu kan Ifa bertahan dalam siksa batin yang ia terima. Atau melepas semua belenggu kesakitan itu?
"Kenapa lagi, kau menguji ku Tuhan?"
Ikutin kisahnya yuk, jangan sampai ketinggalan.
Salam sapa Author di IG @Rahmaqolayuby dan Tiktok @Rahmaqolayuby0110
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahma qolayuby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 Tuan Farel
Ummah Sinta nampak cemas. Karena Ifa belum juga pulang. Bahkan tak ada kabar apapun dari Ifa. Padahal ini sudah lewat magrib. Tapi, Ifa belum sampai rumah.
Biasanya Ifa akan memberi kabar jika pulang telat agar hati kedua orang tuanya tidak khawatir. Tapi, sejak tadi ponsel Ifa bahkan tak aktif.
"Tenang ummah. Kakak pasti baik-baik saja."
"Tapi, sejak tadi tak ada kabar dari kakak, Abi. Nomornya juga gak aktif. Kalau pun akan lembur biasanya kakak akan memberi kabar. Ini tidak."
Tidak ada yang salah memang yang di katakan ummah Sinta. Karena memang ini kali pertama Ifa pulang telat dan tak ada kabar sama sekali.
Bagaimana tidak membuat ummah Sinta cemas. Abi Farel pun sebenarnya merasa cemas. Namun, sebagai laki-laki pantang menunjukannya.
"Coba ummah telepon Harfa. Siapa tahu Harfa sudah selesai operasinya. Suruh Harfa jemput ke kantor."
Ummah Sinta pun langsung melakukan apa yang di perintahkan Abi Farel. Namun, ponsel Harfa pun sama. Tak bisa di hubungi.
"Gak aktif Abi. Harfa pasti belum selesai operasi."
Cetus ummah Sinta. Membuat Abi Farel menghela nafas berat.
Abi Farel memijit pelipisnya. Ikut merasa pusing.
"Kamu dimana nak. Kenapa masih belum pulang."
Lilih ummah Sinta benar-benar khawatir akan keadaan Ifa.
....
Sedang, orang yang di khawatir kan sejak tadi baru saja selesai melaksanakan sholat magrib di sebuah masjid di jalan raya.
Mobil Ifa tiba-tiba mogok saat perjalanan pulang. Untung saja mobil Ifa mogok tak jauh dari masjid. Dan ada orang yang baik yang membantu Ifa membawa mobil Ifa ke bengkel.
Ifa memutuskan sholat magrib terlebih dahulu saja. Takut waktu magrib kehabisan.
Sudah selesai sholat, Ifa memeriksa ponselnya. Berniat memberitahu kedua orang tuanya agar tidak khawatir. Ifa yakin mereka pasti sedang khawatir saat ini.
Namun, Ifa tak seberuntung itu. Ponselnya ternyata mati. Ifa lupa belum mencharge nya.
"Ummah dan Abi pasti khawatir. Bagaimana ini?"
Gumam Ifa berusaha menghidupkan ponsel. Tapi, tetap saja mati.
Ifa jadi ikut gelisah karena tak bisa memberi kabar kedua orang tuanya.
"Bagaimana, ini?"
"Kenapa, mba? Ada yang bisa saya bantu?"
Terdengar suara bariton mengejutkan Ifa. Membuat Ifa hampir saja menjatuhkan ponselnya. Untung, refleks Ifa sangat sigap.
"Saya lihat mba nya seperti sedang gelisah. Butuh ini?"
Laki-laki itu menyodorkan ponselnya sendiri. Seolah paham jika Ifa sedang membutuhkan ponsel. Karena tadi sempat melihat Ifa mengutak-atik ponselnya yang mati.
Ifa menarik sebelah alisnya ke atas. Menatap sosok laki-laki yang mungkin usia jauh dari Ifa. Tapi, masih terlihat gagah.
"Pakai lah."
Ucap laki-laki itu lagi. Karena Ifa malah diam.
"Emang boleh?"
Dengan bodoh Ifa malah bertanya. Padahal sejak tadi sudah di tawari. Melihat pertanyaan Ifa membuat laki-laki matang itu tersenyum tipis.
"Silahkan."
Dengan semangat Ifa mengambil ponsel laki-laki matang itu. Lalu mengetik nomor sang ummah. Ifa berniat menelepon langsung karena jika chat takut gak ke baca.
Panggilan pertama tak di angkat. Panggilan kedua baru di angkat.
"Assalamualaikum, ummah."
Ucap Ifa langsung, agar sang ummah langsung mengenali suaranya.
"Astaghfirullôhal! Kakak. Kakak kemana saja. Sejak tadi ummah chat dan telepon tapi gak aktif. Kakak dimana? Ini ponsel siapa? Sama siapa?"
Ifa meringis mendengar nada khawatir sang ummah. Benar apa yang Ifa takutkan jika kedua orang tuanya pasti sedang khawatir saat ini.
"Maaf ummah. Sudah buat ummah dan Abi khawatir. Alhamdulillah kakak baik-baik saja. Kakak sedang berada di masjid baru selesai sholat magrib. Maaf, ponsel kakak mati dan mobil kakak tadi mogok."
Ifa menceritakan semuanya pada ummah Sinta yang tentu suaranya di loudspeaker. Agar Abi Farel mendengarnya juga. Ifa menceritakan semuanya tanpa di kurangi ataupun di lebihi.
"Sudah ya, ini kakak pakai ponsel orang. Gak enak lama-lama. Kakak akan segera pulang."
"Ya sudah, hati-hati di jalan."
"Baik ummah. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Ifa bernafas lega setelah memberitahu kedua orang tuanya. Setidaknya sekarang Ifa bisa tenang juga pulangnya.
"Terimakasih pak. Atas bantuannya."
Sopan Ifa menyerahkan kembali ponsel tersebut.
Laki-laki itu tersenyum di panggil 'pak' oleh Ifa. Ia merasa tak tersinggung karena memang dia sudah punya anak. Dan usinya juga terlihat di atas Ifa.
"Sama-sama."
"Kalau begitu, saya permisi. Assalamualaikum."
"Tunggu!"
Ifa tak jadi beranjak. Menatap laki-laki di depannya. Menunggu apa yang akan di bicarakan ya lagi. Apa meminta ganti pulsa maka Ifa akan menggantinya langsung.
"Saya akan mengantar kamu."
Mata Ifa membulat sempurna mendengar penuturan tadi karena itu bukan sebuah penawaran.
"Ayo, saya akan mengantar kamu pulang."
Ucap laki-laki itu lagi sambil menarik tas Ifa. Membuat Ifa tersentak.
"Maaf pak. Saya menolak. Saya bisa pulang sendiri."
Protes Ifa menjadi kesal akan sikap laki-laki itu. Kenapa berani padanya padahal meraka tak saling kenal.
"Di sini jarang ada angkot atau taxi. Jika kamu mau harus berjalan dulu ke depan sana. Itu jauh dan cape."
Ifa menatap sekeliling. Tadi Ifa memang pulang melewati jalan alternatif. Memang Ifa tak melihat angkot atau taxi lewat. Tapi Ifa bisa memesan ojek atau taxi online agar bisa ke sini.
"Saya bisa pesan taxi online nya ke sini, pak. Dan tolong lepaskan tas saya."
"Kamu mau nunggu kedua orang tua kamu semakin cemas. Jika kamu memesan taxi online pasti akan menunggu lagi. Dan kedua orang tua kamu akan semakin cemas. Anak gadisnya belum pulang."
Ifa terdiam. Apa yang di katakan laki-laki itu benar. Tapi, tak usah menyebut Ifa 'Anak gadis' juga. Karena Ifa merasa malu sendiri.
"Ayo."
Pada akhirnya Ifa terpaksa menyetujui. Karena tak mau membuat kedua orang tuanya semakin menunggu. Ifa tahu kedua orang tuanya semakin posesif akan dirinya.
Di lihat-lihat laki-laki itu nampak tulus menolong Ifa. Ifa tak berpikir aneh-aneh karena pikirannya cukup penat.
Laki-laki itu tersenyum simpul karena Ifa mau masuk kedalam mobilnya.
"Nama kamu siapa?"
Tanya laki-laki itu memecah keheningan yang sejak tadi mereka berdua memang diam di sepanjang jalan.
"Hanifa, panggil saja Ifa."
"Hm,"
Laki-laki itu tak bertanya lagi. Kembali fokus menyetir.
"Kalau mobil kamu selesai di perbaiki. Saya akan mengantarkannya langsung nanti ke rumah kamu."
Ifa yang tadi fokus menatap ke depan langsung melirik laki-laki di sebelahnya dengan kening mengerut.
"Bapak tahu mobil saya mogok! Jadi tadi ..,,"
"Ya, tadi supir saya yang membawa mobil kamu ke bengkel."
Ifa menelan ludahnya kasar. Baru tahu. Jika laki-laki yang menolongnya adalah orang yang sama.
Kenapa Ifa tak ingat. Jelas, Ifa tadi sedang buru-buru karena belum sholat magrib.
"Terimakasih banyak. Maaf saya lupa."
"Tak apa. Santai saja."
Ada rasa malu dan juga bersalah akan tindakan Ifa tadi. Ternyata laki-laki itu cukup baik menolong nya.
Di lihat-lihat, usinya cukup umur namun masih di bawah Abi Farel seperti nya. Ifa bisa lihat mungkin usianya sekitar empat puluhan lebih.
Laki-laki itu menghentikan mobilnya karena memang sudah sampai di kediaman Adam Hawa.
Abi Farel dan ummah Sinta sudah menunggu di depan rumah.
Ifa segera keluar di susul oleh laki-laki itu.
"Assalamualaikum Abi, ummah."
"Waalaikumsalam, nak. Ya Allah ummah sangat cemas tahu."
Ifa meringis mendengarnya. Dan merasa bersalah sudah membuat kedua orang tuanya sedih.
"Ummah, Abi. Maaf, dan tadi kakak di tolongin bapak ini."
Ucap Ifa memperkenalkan walau Ifa sendiri tak kenal dengan laki-laki itu.
Ummah Sinta tersenyum dan mengucap terimakasih banyak. Sedang Abi Farel malah diam dengan mata memicing seolah pernah melihat laki-laki itu tapi di mana.
"Senang bertemu dengan anda. Tuan Farel.
Deg!
Bersambung ..
Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ...
Datang untuk nya...