Di usianya yang sudah sangat matang ini, Khalif Elyas Hermawan belum juga menemukan pasangan yang cocok untuk dijadikan pendamping hidup. Orang tuanya sudah lelah menjodohkan Khalif dengan anak rekan bisnis mereka, tapi tetap saja Khalif menolak dengan alasan tidak ada yang cocok.
Mahreen Shafana Almahyra gadis cantik berumur 25 tahun, tidak dapat menolak permintaan sang bibi untuk menikah dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal sama sekali.
Ya, gadis yang akrab di sapa Alma itu tinggal bersama paman dan bibinya, karena sejak umur 15 tahun, kedua orang tuanya sudah meninggal.
Bagaimana kisah Khalif dan Salma? Ikuti terus kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fana01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
..."Kecemburuan selalu ada, tetapi kamu dapat menghindarinya jika kamu memiliki banyak kepercayaan dan cinta. Ingatlah selalu bahwa ada hal-hal yang lebih indah yang ditawarkan kehidupan kepada kita daripada semua hal negatif dalam hidup ini."...
...🌹🌹🌹...
"Maaf den Alex, mbak Zalfa nya udah samapi" mbok Nim yang melihat majikannya masih memijat keningnya, merasa salah tingkah.
"Ah, iya mbok. Suruh masuk aja mbok" pinta Alex yang langsung di laksanakan oleh mbok Nim.
"Mari mbak Zalfa, den Alex sudah nunggu di dalam" ucap mbok Nim ramah, Zalfa pun membalas dengan senyuman yang tak kalah ramah.
Mbok Nim yang sudah lama bekerja dengan keluarga Alex tentu mengenal Zalfa, gadis cantik yang sangat di manjakan oleh tuannya Alex sewaktu kecil.
Gadis itu tidak banyak berubah, tetap cantik dan ramah.
"Makasih ya mbok, mbok masih ingat dengan Zalfa?" tanya Zalfa.
"Masih mbak, siapa yang bisa lupa sama mbak Zalfa yang cantik dan baik ini" puji mbok Nim yang menciptakan semburat merah di pipi Zalfa.
"Ah mbok Nim bisa saja" Zalfa tersipu malu.
Mbok Nim berlalu ke belakang meninggalkan Alex dan Zalfa berdua di ruang tengah.
"Ada apa? Kenapa kakak nyuruh aku kesini?" langsung saja Zalfa menanyakan maksud kakaknya itu.
Alex menegakkan tubuhnya yang bersandar ke punggung sofa.
"Bisa nggak kamu tinggal disini untuk beberapa hari?" tanya Alex to the point.
Alis Zalfa terangkat ke atas, kenapa dia di minta tinggal di sini? Kalau pemilik rumahnya saja tidak suka ada orang lain tinggal di rumahnya meskipun itu sepupunya sendiri.
"Kenapa aku harus tinggal disini, lagian kakak tau kan kalau mbak Chaterine itu nggak suka ada orang nginap disini?"
"Iya kakak tau, tapi sekarang Chaterine lagi butuh teman. Dia butuh seseorang untuk menjaganya"
"Apa terjadi sesuatu dengan mbak Chate?" tebak Zalfa.
'Ya, dan itu membuatku sangat mengkhawatirkannya" lalu Alex pun menceritakan apa yang terjadi pada Chaterine tadi.
Zalfa jelas tidak menyangka bahwa Chaterine bisa bersikap seperti itu.
"Sekarang mbak Chate dimana?"
"Di kamar sedang tidur"
"Aku mau lihat keadaan mbak Chate dulu" Zalfa bergegas ke lantai atas, tempat dimana kamar Chaterine berada.
Zalfa membuka pintu dengan perlahan agar tidak menggangu Chaterine yang sedang tidur, dia mendekati Chaterine meneliti dengan seksama wajah Chaterine.
Tidak sengaja kaki Zalfa menginjak sebuah kertas yang terletak di bawah ranjang. Tangannya terulur untuk mengambil kertas tersebut.
Dari logo yang tertera dalam surat itu dia tau bahwa itu dari rumah sakit, tapi tunggu.
Matanya membola sempurna, jantungnya berdetak dengan kencang, dan tangannya gemetar membaca isi surat itu, tidak mungkin. Dia pasti salah baca, Zalfa menggosok matanya dan membaca kembali surat itu.
Dan keterangannya tetap sama, isi surat itu mengatakan bahwa Chaterine sedang hamil, dan kandungannya sudah berumur empat Minggu.
Tubuh Zalfa terasa lemas, lututnya tidak sanggup menopang bobot tubuhnya lagi. Kini Zalfa duduk dengan lemas. kenapa bisa mbak Chaterine hamil? Dan siapa ayah dari kandungan Chaterine?.
Dengan dengan sekuat tenaga Zalfa berdiri, berjalan menuju lantai bawah, dia masih memegang surat Chaterine.
Alex yang melihat Zalfa berjalan sedikit terhuyung, segera memegang lengan Zalfa agar tidak terjatuh.
"Kamu kenapa? kamu sakit? kenapa wajahmu pucat?".
"Kak Alex bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan?" suara tangis Zalfa akhirnya pecah juga.
"Apa yang kamu katakan Zalfa?" Alex tidak mengerti dengan pertanyaan Zalfa. Lalu Zalfa menyerahkan surat keterangan kehamilan Chaterine pada Alex.
Walaupun Alex tidak tau surat apa itu tapi dia tetap menerimanya.
*****
Dia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi sekarang. Sungguh ini rasanya seperti mimpi, sedangkan Zalfa sudah bisa menenangkan diri. sudah dua puluh menit berlalu mereka berdua hanya diam saja. tanpa ada yang memulai pembicaraan.
Dua-duanya sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Apa kakak tidak tau siapa yang dekat dengan mbak Chaterine akhir-akhir ini?" Zalfa memutus keheningan di antara mereka.
"Tidak, kakak tidak tau sama sekali. Kamu tau sendiri Chaterine selalu tertutup jika itu menyangkut masalah pribadinya.
Zalfa mengangguk setuju, meskipun dia dan Chaterine tidak terlalu akur setelah mereka dewasa karena Chaterine merasa Zalfa mengambil semua perhatian Alex.
Tapi dia tau betul kepribadian Chaterine bagaimana, dia tidak suka mengumbar hubungan kecuali dengan Khalif dulu. Berbeda waktu dengan Khalif, semua orang tau tentang hubungan mereka.
Semenjak Chaterine memtuskan pindah ke Singapura, dari yang Zalfa dengar Chaterine memang sempat menjalin hubungan dengan seseorang tapi dia tidak tau siapa. Dan Chaterine pun tidak pernah membahas soal pria yang dekat dengannya meskipun itu dengan keluarganya sendiri.
"Jadi kita harus bagaimana? Nggak mungkin kita diam saja tanpa memberitahu bunda dan ayah kan?" Zalfa memanggil kedua orang tua Alex dengan sebutan bunda dan ayah karena mereka memang sedekat itu.
"Kakak tau, kita tunggu sampai Chaterine cerita dulu, baru kita kasih tau mama dan papa" ucap Alex. Kepalanya sudah berdenyut sakit dari tadi.
"Kakak sedang tidak enak badan?" tanya Zalfa yang melihat Alex memijat kepala dari tadi.
"Hmm hanya sakit kepala"
"Kakak istirahat saja dulu, biar Zalfa yang urus mbak Chaterine" suruh Zalfa, yang tidak di tolak Alex, dia memang butuh istirahat sekarang, kalau di paksakan dia akan jatuh sakit. Alex pun berlalu ke kamarnya.
Untungnya hari ini dia tidak ada jadwal kuliah, dosen yang jadwal kuliah hari ini, tiba-tiba tidak bisa hadir. Dan di ganti di hari yang lain.
"Haaah, bosen juga sendirian disini" keluh Zalfa, setidaknya kalau dirumah dia bisa nonton Drakor kesukaannya.
Zalfa sedang asik dengan ponselnya, memutar beberapa video untuk menghilangkan kebosanan. Sesekali dia tertawa ketika ada yang lucu.
"Liat apa? Kelihatannya kamu senang banget?" suara Alex yang tiba-tiba terdengar di telinga Zalfa, membuat dia kaget dan hampir menjatuhkan ponselnya yang untungnya bisa di tangkap Alex, sehingga benda persegi empat tersebut tidak pecah.
Gimana tidak kaget, suaranya begitu dekat dengan telinganya dan wajah Alex sedikit bersentuhan dengan pipinya.
Dan itu sukses membuat pipi dan telinganya terasa panas.
"Kak Alex ngagetin aja" sewot Zalfa menutupi dadanya yang sedang berdebar. Alex terlihat lebih segar, dan pakaiannya sudah diganti dengan baju santai rumahan. Sepertinya Alex baru selesai mandi.
"Kenapa nggak istirahat?"
"Tidak bisa, mau di bawa tidur tapi nggak bisa" mendudukkan dirinya di samping Zalfa, lalu menyerahkan ponsel itu kembali pada Zalfa.
"Makasih"
"Hmm"
"kakak udah makan?" tanya Zalfa. Meskipun cintanya bertepuk sebelah tangan. Tapi dia merasa senang karena hubungannya dengan Alex masih seperti biasa, pria disampingnya ini tidak menjauhinya karena rasa cinta yang dia miliki.
"Belum, tadi tidak sempat makan di kantor"
Alex menoleh ke arah Zalfa, gadis cantik itu menatapnya dengan dalam.
"Hei kenapa bengong?" Alex melambaikan tangannya di depan muka Zalfa.
"A-ah bukan apa-apa" jawab Zalfa gugup, dia selalu terpesona melihat paras Alex.
"Mau Zalfa buatin makanan?"
"Kalau kamu tidak kebera-" belom sempat Alex melanjutkan ucapan nya ponselnya berdering.
Zalfa melirik ponsel Alex yang terletak di atas meja, dia jelas melihat nama siapa yang tertera di layar ponselnya Alex.
*****