Dijodohkan sejak bayi, Zean Andreatama terpaksa menjalani pernikahan bersama aktris seni peran yang kini masih di puncak karirnya, Nathalia Velova. Memiliki istri yang terlalu sibuk dengan dunianya, Zean lama-lama merasa jengah.
Hingga, semua berubah usai pertemuan Zean bersama sekretaris pribadinya di sebuah club malam yang kala itu terjebak keadaan, Ayyana Nasyila. Dia yang biasanya tidak suka ikut campur urusan orang lain, mendadak murka kala wanita itu hendak menjadi pelampiasan hasrat teman dekatnya
--------- ** ---------
"Gajimu kurang sampai harus jual diri?"
"Di luar jam kerja, Bapak tidak punya hak atas diri saya!!"
"Kalau begitu saya akan membuat kamu jadi hak saya seutuhnya."
-------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32 - Malaikat
Sedikit pembangkang, tepatnya menawar perintah Zean. Dia tidak punya pilihan lain, Zulia sedang membutuhkan dirinya. Nyayu pulang sebentar, kebetulan Syila tidak masuk kerja hingga dia memilih untuk menjaga sang ibu.
Jika sudah menikah, maka harus ikut kata suami. Syila sangat mengingat kata-kata sang ibu, dan kali ini untuk pertama kali dia melanggar suaminya. Zean tidak mengizinkan dia keluar hari ini, kalau kata Zean kaki Syila butuh istiarahat.
"Zean tahu kamu di sini, Syila?"
Syila mengangguk, dia terpaksa berbohong karena memang tidak sempat izin. Dia terlalu panik, hingga berlalu ke rumah sakit tanpa membawa ponselnya. Sifat teledor dan pelupa Syila tampaknya benar-bear melekat dalam situasi apapun, tidak heran jika sedang di kantor kerap kali menjadi bahan amukan Zean.
"Syukurlah ... kemanapun harus atas izin suami, selangkah saja kamu meninggalkan rumah tanpa izinnya bisa jadi dosa, Nak."
Dada Syila mendadak gugup, dia yang lupa pamit tadi mendadak merasa bersalah. Zulia memang kerap kali memberikan wejangan untuk putrinya. Sejak dulu, bahkan sedari Syila duduk di bangku SMP. Zulia tidak henti-hentinya memberikan nasihat terkait kehidupan pernikahan. Padahal, saat itu keinginan putrinya untuk berhubungan dengan lawan jenis saja belum ada.
"Iya, Bu ... Syila juga selalu izin kok, Ibu tenang saja."
Baiklah, dia sudah terlanjur berbohong dari awal. Alhasil kini dua dosa sekaligus Syila lakukan. Jika sudah di hadapan sang ibu, Syila memang kerap dibuat bungkam.
Beberapa hari ini, waktu Syila begitu sedikit untuk Zulia. Bukan karena dia tidak peduli sang ibu, akan tetapi kemarin memang keadaannya tidak memungkinkan untuk Zean dan Syila datang kemari.
Nasyila menghela napas panjang, kondisi Zulia kian membaik di matanya. Jika begini terus, harapannya untuk pulang tentu akan terwujud, pikir Syila.
Tidak ada yang lebih berharga, selain ibunya. Biarlah, segala resiko dan ketakutan terkait pernikahannya Syila tanggung sendiri. Zulia hanya perlu tahu bahagianya saja, titik.
"Bu, sehat-sehat ya ... Syila ingin lebih lama sama ibu," tutur Syila lembut usai meraih tangan keriput Zulia, sebuah fakta yang harus Syila terima bahwa ibunya memang sudah memasuki usia senja.
"Maaf, Syila banyak salahnya."
Syila bukanlah seorang anak yang terbiasa mengungkapkan rasa cintanya dengan kata-kata. Dia lebih memilih tindakan, sekalipun itu membahayakan nyawanya. Akan tetapi, untuk hari ini entah kenapa hatinya ingin sekali Zulia mendengar kesaksian secara langsung dari bibirnya.
"Aduh-aduh, anak perawan Ibu kenapa mendadak sedih begini."
Zulia terkekeh melihat putrinya yang mendadak semanis ini, tidak biasanya Syila sampai mengucapkan kata maaf seraya mengecup punggung tangannya sedalam itu.
"Ih Ibu, Syila sudah punya suami."
Putrinya memerah, mungkin ungkapan anak perawan itu melekat dalam dirinya. Jika membahas itu, pikiran Syila mendadak tertuju pada Zean, sang suami.
"Lupa, waktu begitu cepat, Syila. Rasanya baru kemarin Ibu antar kamu ke sekolah, sekarang sudah dewasa ... tidak ibu sangka, anak ibu bisa bawa menantu seperti malaikat sebelum ibu pergi," ujar Zulia memang sebahagia itu dengan kehadiran pangeran surga yang tiba-tiba masuk dalam kehidupan putrinya.
Malaikat pencabut nyawa mungkin, Bu.
Syila geli sendiri dengan ucapan sang ibu yang begitu membanggakan menantunya hingga menembus langit ke tujuh. Dia terbahak, lucu sekali sebenarnya jika mendengar julukan yang Zulia berikan pada Zean.
Meski memang tidak dapat dia pungkiri, kehadiran Zean membuat hidupnya berubah secepat itu. Layanan rumah sakit yang dulunya ogah-ogahan, kini begitu mengutamakan Zulia ketika Zean bertindak.
"Syila."
"kenapa, Bu? Apa ada yang sakit?" tanya Syila khawatir jika sang ibu merasa tidak nyaman dengan tubuhnya.
"Bukan, Nak ... Ibu tidak ingin menjadi beban Syila lagi, tapi boleh ya jika Ibu menginginkan cucu. Kalau Syila bersedia, kalau tidak Ibu juga tidak memaksa."
Terdengar seperti tidak memaksa, tapi sorot matanya berharap lebih dan Syila bingung hendak menjawab apa. Dalam pernikahan mereka, Zean memang tidak mengatakan ingin memiliki anak dari Syila secara gamblang. Akan tetapi, candaannya tadi pagi mengutarakan seolah ingin.
Tidak bisa dia menjawab pasti, dia hanya mengangguk pelan. Syila masih merasa Zean bukan miliknya seorang. Mereka juga menikah hanya mendapatkan restu sebelah pihak, Syila tidak mau gegabah dan berharap berlebihan.
.
.
Di tengah kehangatan kedua wanita ini, pintu tiba-tiba terbuka padahal Dokter baru saja memeriksa keadaan zulia. Syila menoleh dan mengerutkan dahi kala menyadari yang datang adalah Zean dengan napas yang terengah-engah.
"Ck, di sini ternyata."
Dia bergumam, pelan sekali. Syila tetap bisa menyadarinya, raut wajah Zean terlihat berbeda. Meski senyum hangat itu dia berikan pada Zulia tetap saja dia merasakan aura bencana dalam hidupnya sebentar lagi.
"Baru jam segini, kok pulang?" tanya Syila menepis kegugupannya, entah kenapa ada perasaan takut dalam benak Syila.
"Iya pulang, ada urusan tadi sedikit makanya pulang ... ternyata rumah dikunci, aku sampai tanya tetangga kanan kiri. Kamu kenapa tidak bilang kalau ke rumah sakit?"
Gleg
Memang bibirnya tercipta untuk mampu berbicara dalam sekali napas. Syila mendadak ciut dan melihat wajah bingung sang ibu. Susah payah dia berbohong, Zean justru membongkarnya.
"Syila, bisa bohong kamu ya? Bilangnya udah izin, taunya belum."
Zean menatap mertua dan sang istri bergantian. Tatapan mata Syila terlihat mengerikan. Padahal dimana salah dia? Zean berpikir keras bahkan sebenarnya dia ingin marah lantaran dibuat khawatir kala sang istri tidak ada di rumah usai dia mendatangi rumah kepala RT beberapa saat lalu.
"A-aku sudah izin kok, kamu saja yang lupa."
"Izin ap_"
Aaaarrgghh apa maunya wanita ini?!
Zean menggigit bibir lantaran Syila tiba-tiba menginjak kakinya. Dia yang mulai paham tujuan sang istri memutar balik pengakuannya secepat mungkin. "Benar sudah izin, Zean?"
"Su-sudah, Bu. Aku yang lupa ternyata."
"Aduh, Zean ... istrinya cuma satu kok bisa lupa, Nak?" tanya Zulia menggeleng pelan dan kembali percaya pada putrinya.
.
.
- To Be Continue