NovelToon NovelToon
Prajurit Perang Di Dunia Sihir

Prajurit Perang Di Dunia Sihir

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Anak Genius / Perperangan / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Sapoi arts

Letnan Hiroshi Takeda, seorang prajurit terampil dari Kekaisaran Jepang selama Perang Dunia II, tewas dalam sebuah pertempuran sengit. Dalam kegelapan yang mendalam, dia merasakan akhir dari semua perjuangannya. Namun, ketika dia membuka matanya, Hiroshi tidak lagi berada di medan perang yang penuh darah. Dia terbangun di dalam sebuah gua yang megah di dunia baru yang penuh dengan keajaiban.

Gua tersebut adalah pintu masuk menuju Arcanis, sebuah dunia fantasi yang dipenuhi dengan sihir, makhluk fantastis, dan kerajaan yang bersaing. Hiroshi segera menyadari bahwa keterampilan tempur dan kepemimpinannya masih sangat dibutuhkan di dunia ini. Namun, dia harus berhadapan dengan tantangan yang belum pernah dia alami sebelumnya: sihir yang misterius dan makhluk-makhluk legendaris yang mengisi dunia Arcanis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sapoi arts, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di balik dinding istana

Elysia mengajak Hiroshi berjalan mengelilingi istana setelah para pelayan membawa minuman untuk mereka.

Malam itu, istana bersinar dengan kemegahan, lampu-lampu kristal yang menggantung tinggi menciptakan cahaya lembut yang menerangi ruangan-ruangan luas dan lorong-lorong yang berliku.

Suara langkah mereka yang tenang menggema di sepanjang lantai marmer yang dingin. Istana Eldabara benar-benar mencerminkan kekuatan dan kemewahan kerajaan ini, tetapi ada sesuatu yang lebih dalam di balik dinding-dinding megah itu.

Mereka berhenti di sebuah balkon yang menghadap taman istana. Angin malam yang sejuk menyentuh wajah Hiroshi saat ia berdiri di samping Elysia, melihat pemandangan di bawah mereka.

"Indah, bukan?" Elysia bertanya pelan, suaranya lembut, tapi jelas memendam banyak pikiran.

Hiroshi menanggapi dengan anggukan. "Ya, tapi kurasa pemandangan ini tak sepenuhnya menggambarkan apa yang terjadi di luar sana."

Elysia menghela napas panjang. "Kau benar." Dia berbalik menatap Hiroshi, dan ada sesuatu di matanya yang membuat suasana berubah lebih serius.

"Hiroshi, aku ingin meminta tolong kepadamu."

"Meminta tolong?" Hiroshi menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu. "Apa yang bisa kulakukan?"

Elysia menunduk sejenak sebelum memutuskan untuk berbicara lebih jujur.

"Kerajaanku... Eldabara sedang dalam masa krisis. Bukan hanya karena masalah luar, tapi juga dari dalam."

Hiroshi menyimak dengan seksama, tak ingin melewatkan satu pun detail. "Apa maksudmu?"

"Ada kelompok revolusioner yang mulai mengumpulkan kekuatan," jawab Elysia, suaranya semakin pelan namun tegas.

"Mereka mengklaim ingin membawa kesejahteraan bagi rakyat kecil, mereka menuntut seluruh harta kerajaan untuk dibagikan kepada rakyat miskin, yang katanya menderita kelaparan dan ketidakadilan. Alasan mereka terdengar mulia, tapi ada yang mencurigakan."

Hiroshi mengernyit. "Apa yang mencurigakan dari itu?"

Elysia menatap ke kejauhan. "Korupsi. Penggelapan uang. Tindakan mereka di balik layar. Kami mendapat informasi bahwa kelompok ini lebih kejam daripada yang terlihat di permukaan. Mereka menggunakan rakyat kecil sebagai kedok, tapi mereka sendiri hidup dalam kemewahan yang mencurigakan. Masalahnya, semua ini hanya dugaan. Kami belum memiliki bukti kuat untuk menuduh mereka secara resmi."

Hiroshi menyilangkan tangan di dadanya, berpikir keras.

"Jadi, kau curiga bahwa kelompok revolusioner ini tidak benar-benar peduli pada rakyat kecil?"

Elysia mengangguk. "Ya. Dua hari lagi, aku harus bertemu dengan mereka. Mereka ingin meminta hak untuk menguasai harta kerajaan, dan jika kami tidak memberikannya, mereka mungkin akan memulai pemberontakan. Masalahnya adalah, situasinya sangat rumit. Jika aku menolak tuntutan mereka tanpa bukti nyata korupsi, aku akan terlihat sebagai bangsawan yang tamak dan kejam."

Hiroshi menatapnya, menyadari betapa beratnya beban yang harus dipikul oleh seorang putri dalam situasi seperti ini.

"Jadi, apa yang bisa kulakukan?"

Elysia menghela napas lagi, kali ini lebih dalam. "Aku ingin kau menjadi penjagaku, Hiroshi. Kau memiliki kemampuan yang luar biasa. Aku butuh seseorang yang bisa kupercaya, seseorang yang tidak terikat oleh politik kerajaan atau revolusi ini. Kau... orang luar, tapi kau telah membuktikan dirimu sebagai sekutu yang dapat diandalkan. Kelompok ini sangat berbahaya, mereka bukan hanya ahli dalam menggunakan kekuatan pedang dan sihir, tapi juga dalam permainan politik."

Hiroshi menatap mata Elysia, melihat kepedihan dan kekhawatiran yang tersembunyi di sana.

"Kau berpikir mereka akan mencoba sesuatu saat pertemuan?"

Elysia mengangguk perlahan. "Mungkin. Atau setidaknya mereka akan mencoba memaksaku secara psikologis. Mereka tahu kelemahan kami. Dan yang membuatku lebih khawatir adalah... ada orang dalam istana yang tampaknya mendukung mereka, secara rahasia. Beberapa bangsawan dan pejabat mungkin sudah berada di pihak mereka."

Hiroshi menghela napas dalam-dalam, pikirannya mulai berputar mencari solusi.

Situasi ini jauh lebih kompleks daripada sekadar melindungi seorang putri. Ini adalah perang bayangan, di mana tidak semua musuh terlihat jelas.

"Dan bagaimana dengan keluargamu?" tanya Hiroshi. "Apakah Raja mengetahui hal ini?"

Elysia menggelengkan kepala.

"Ayahku terlalu sakit untuk terlibat langsung dalam politik saat ini. Ibu... dia memiliki kekuatannya sendiri, tapi aku tidak bisa memintanya untuk menanggung semua ini sendirian. Aku harus bertindak."

Hiroshi merasa beban di bahunya bertambah berat, tapi dia juga tahu bahwa dia tidak bisa meninggalkan Elysia sendirian dalam situasi ini.

"Baiklah, aku akan membantu. Tapi kita harus berhati-hati. Ini bukan hanya tentang pertarungan fisik, kita juga harus waspada terhadap jebakan politik."

Elysia tersenyum tipis. "Aku tahu. Itulah mengapa aku butuh bantuanmu. Kau memiliki cara berpikir yang berbeda. Sesuatu yang segar, yang tidak terjebak dalam kebiasaan politik kerajaan."

Hiroshi berdiri dari duduknya, melihat pemandangan malam yang terbentang di hadapannya.

"Baiklah. Dua hari lagi kita akan bertemu dengan mereka. Sampai saat itu, kita perlu mempersiapkan segalanya."

Elysia mengangguk penuh keyakinan. "Aku yakin kau adalah orang yang tepat untuk ini, Hiroshi. Terima kasih."

Mereka berdua melanjutkan berkeliling istana, dengan suasana yang semakin tegang, penuh pertimbangan.

Setiap langkah yang mereka ambil kini terasa berat oleh rencana-rencana yang harus dipikirkan matang-matang. Masa depan Eldabara tergantung pada pertemuan yang akan datang, dan Hiroshi tahu bahwa tantangan terbesar belumlah tiba.

____

Pagi hari itu, sinar matahari mulai menembus celah-celah jendela istana yang megah, menyebarkan kehangatan ke seluruh ruangan.

Elysia, dengan gaun tidurnya yang elegan namun sederhana, berjalan pelan menyusuri lorong menuju kamar tamunya—kamar Hiroshi. Ia mengetuk pintu dengan hati-hati, menunggu respons, tapi tidak ada jawaban. Dia mencoba mengetuk lagi, lebih keras kali ini, tapi tetap sunyi.

Dengan sedikit rasa penasaran bercampur khawatir, Elysia melangkah mundur dan menoleh ke arah taman istana yang tenang, berharap menemukan tanda-tanda keberadaan Hiroshi.

Dan di sanalah dia, di tengah taman, duduk bersila di bangku kayu. Cahaya matahari pagi menyinari tubuhnya yang berotot dan penuh bekas luka tembakan, beberapa masih terlihat segar meski samar.

Baju Hiroshi terbuka, memperlihatkan torso yang jelas hasil dari latihan bertahun-tahun. Di hadapannya, katana tergeletak rapi, dan Hiroshi tampak tenggelam dalam meditasi.

Elysia berhenti sejenak, memperhatikan dari kejauhan. Ada sesuatu yang menarik tentang sosok Hiroshi yang tenang, meski dari luar dia terlihat keras dan tangguh.

Bekas luka-luka di tubuhnya bercerita banyak—tentang peperangan, penderitaan, dan mungkin juga kehilangan. Pandangan Elysia teralihkan ke wajah Hiroshi, yang meskipun terlihat kasar dan dingin, ada ketenangan yang jarang terlihat pada seorang prajurit.

Saat itulah, entah bagaimana, Elysia merasakan sesuatu yang lebih dalam di hatinya. Perasaan yang selama ini jarang ia rasakan.

Tanpa sadar, dia mengambil langkah mendekat.

“Hiroshi?” panggilnya pelan. Suara lembutnya memecah keheningan taman pagi itu.

Hiroshi membuka matanya perlahan, menoleh ke arah Elysia. Ekspresinya tidak berubah, masih tenang, tapi ada kesan bahwa dia sudah sadar sejak Elysia datang.

"Selamat pagi, Putri," kata Hiroshi dengan suara beratnya yang rendah, tapi sopan.

Elysia mengangguk, kemudian mendekat. "Aku mencarimu di kamarmu, tapi rupanya kau sudah di sini... meditasikah?"

Hiroshi mengangguk ringan, memegang katana di depannya. "Hanya menenangkan pikiran sebelum hari dimulai. Dunia kita penuh dengan kekacauan, dan aku perlu menjaga pikiranku tetap jernih."

Elysia tersenyum tipis. "Itu cara yang bijak, kupikir." Dia melirik katana yang tergeletak, lalu menatap bekas luka di tubuh Hiroshi. "Luka-lukamu... mereka... tampak banyak."

Hiroshi hanya tersenyum samar, tangannya mengusap salah satu bekas tembakan di bahunya.

"Harga dari pertempuran panjang. Tapi ini bukan sesuatu yang harus dikhawatirkan."

Elysia duduk di bangku yang berhadapan dengan Hiroshi, menatapnya dengan ekspresi yang lebih serius.

"Kau banyak bertempur, kan? Aku bisa melihatnya dari bekas lukamu. Setiap luka, setiap goresan, pasti menyimpan cerita."

Hiroshi mengangguk pelan, namun pandangannya tetap pada katana di tangannya.

"Ya. Banyak pertempuran. Banyak musuh yang harus dihadapi. Tapi yang terpenting, tetap bertahan hidup."

Hening sejenak. Angin pagi yang sejuk berhembus lembut, membuat rambut Elysia berayun pelan.

"Aku tidak bisa membayangkan seperti apa hidupmu, Hiroshi," lanjut Elysia, suaranya lebih lembut sekarang. "Aku hanya bisa melihat kemewahan istana dan kerajaanku, tapi kau... kau menjalani sesuatu yang jauh berbeda. Kau hidup di medan perang. Itu... membuatku bertanya-tanya bagaimana kau tetap tegar."

Hiroshi menatapnya, kali ini lebih dalam, ada kilatan di matanya yang menunjukkan bahwa dia mengerti lebih dari yang dia tunjukkan.

"Kau juga, Putri. Kehidupan di istana tidak selalu semudah yang terlihat. Setiap tempat punya perangnya masing-masing."

Elysia terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Kau benar. Tidak semua pertempuran dilakukan dengan pedang." Matanya menelusuri tubuh Hiroshi lagi, penuh bekas luka yang memberi kesan kekuatan dan ketangguhan. Namun ada sesuatu yang berbeda dalam pandangannya kali ini—bukan hanya rasa penasaran, tapi juga rasa kagum yang perlahan muncul.

"Aku penasaran," Elysia berkata pelan, "dari semua pertempuran yang pernah kau lalui, apakah ada yang paling berat bagimu?"

Hiroshi merenung sejenak, tatapannya menerawang jauh.

"Yang paling berat bukanlah pertempuran fisik, tapi pertempuran di dalam pikiran. Pertempuran untuk tetap berpegang pada sesuatu yang berarti. Di dunia yang penuh dengan kekacauan, mudah kehilangan arah."

Elysia menatapnya dalam-dalam. Ada sesuatu tentang Hiroshi yang membuatnya merasa lebih dekat, meskipun mereka berasal dari dunia yang berbeda.

"Dan... apakah kau sudah menemukan sesuatu yang berarti bagimu?" tanyanya hati-hati.

Hiroshi menoleh ke arah Elysia, mata mereka bertemu. Sesaat, ada kesan bahwa dia ingin mengatakan sesuatu, namun dia menahannya.

"Mungkin," jawab Hiroshi akhirnya, tersenyum kecil. "Tapi itu masih terlalu dini untuk dikatakan."

Elysia tersenyum kembali, kali ini dengan lebih lembut. Dia merasa ada sesuatu yang lebih dalam di antara mereka, sesuatu yang belum sepenuhnya terungkap. Dia bangkit dari duduknya, lalu berkata,

"Ayo, kita kembali ke istana. Aku punya banyak hal untuk dibicarakan denganmu."

Hiroshi berdiri, memungut katananya dan mengenakan bajunya kembali. Elysia sempat memperhatikan sekali lagi tubuh tegap Hiroshi sebelum akhirnya mereka berjalan beriringan kembali ke dalam istana.

Di sepanjang jalan, perasaan yang muncul dalam hati Elysia semakin jelas. Ada sesuatu tentang Hiroshi yang membuatnya merasa aman, namun juga penasaran.

Dia bukan hanya seorang prajurit yang tangguh, tapi juga seseorang yang penuh misteri—dan itu membuat Elysia ingin mengenalnya lebih dalam.

Mereka masuk kembali ke dalam istana, siap untuk melanjutkan perbincangan panjang tentang tugas berat yang menanti. Namun, di balik semua itu, ada ketertarikan yang mulai tumbuh, sesuatu yang tidak dapat disangkal oleh keduanya.

1
Yurika23
mampir ya thor
Yurika23: siap kak
Sapoi arts: Tentu @Yurika23 , terima kasih atas support-nya! Akan mampir juga 😊
total 2 replies
si Rajin
keren, penulisannya juga rapih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!