Lastri selalu di injak harga dirinya oleh keluarga sang suami. Lastri yang hanya seorang wanita kampung selalu menurut apa kata suami dan para saudaranya serta ibu mertuanya.
Wanita yang selalu melayani keluarga itu sudah seperti pembantu bagi mereka, dan di cerai ketika sang suami menemukan penggantinya yang jauh berbeda dari Lastri.
Namun suatu hari Lastri merasa tidak tahan lagi dan akhir mulai berontak setelah ia bercerai dengan sang suami.
Bagaimana cara Lastri membalas mereka?
Yuk simak kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Rencana Pulang
Bab 20. Rencana Pulang
POV Lastri
Matahari tidak begitu terang bersinar karena di tutupi awan mendung hari ini. Begitu juga dengan hatiku yang baru saja mendapat kabar dari Mbak Yuli yang membuat hatiku bimbang, dan sedih.
"Las, Mbak dengar dari si Dewi, katanya seminggu yang lalu, Hendra membawa seorang wanita ke rumah Bu Ida."
"Seorang wanita? Siapa Mbak?" Tanyaku bingung.
"Mbak tidak tahu Las. Dewi juga tidak bisa mendengar karena mereka berbicara dengan tenang di dalam rumah. Tapi kata Dewi, saat keluar dari rumah ibunya, Hendra dan wanita itu tampak senang. Bahkan si wanita sempat menggandeng lengan Hendra."
Deg, hatiku tiba-tiba merasa tidak nyaman dan gelisah. Ada rasa sakit mendengar kalimat terakhir yang di ucapkan oleh Mbak Yuli. Mas Hendra dengan seorang wanita? Siapa dia? Apa hubungannya dengan suamiku?
"Tapi Mas Hendra tidak ada bilang apa-apa padaku Mbak."
"Masa sih Las?! Apa jangan-jangan sengaja agar kamu tidak tahu?! Kalau begitu jangan-jangan...."
"Jangan-jangan apa Mbak?"
Mendadak hatiku begitu cemas memikirkan mendengar kalimat yang menggantung yang di ucapkan oleh Mbak Yuli. Aku begitu jadi penasaran karenanya.
"Anu Las, itu..."
Ada apa dengan Mbak Yuli? Ucapannya yang terdengar ragu-ragu disana membuat aku semakin khawatir.
"Ada apa Mbak, katakan saja." Desak ku.
"Itu..., tapi kamu jangan marah dulu ya Las. Mbak juga tidak tahu yang sebenarnya. Cuma waktu itu, Mbak pernah melihat Pak Hendra menjemput seorang perempuan pakai mobil. Mbak lupa di daerah mana."
Deg,
Apa yang baru saja di katakan Mbak Yuli membuat aku terkejut dengan perasaan yang semakin tidak nyaman dan berdebar-debar. Mas Hendra menjemput wanita? Apakah ini wanita yang sama? Dan dengan mobil? Jadi apa benar mobil yang sempat aku curigai itu benar-benar punya Mas Hendra? Aku harus segera mencari tahu.
"Terima kasih untuk informasi yang sudah Mbak katakan. Sepertinya aku harus bertanya langsung pada Mas Hendra."
"Bener Las, tanyakan saja langsung. Eh Las, sudah dulu ya. Mas Pur sudah pulang."
"Iya Mbak. Sekali lagi terima kasih atas kabarnya."
"Sama-sama Las. Mbak tutup ya, Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh..."
Aku tersandar pada dudukku, terpekur mengingat apa yang baru saja aku dengar dari Mbak Yuli. Apakah Mas Hendra benar-benar sudah selingkuh?
Banyak pertanyaan bergejolak dalam hati dan pikiranku dan semua itu membuat hatiku panas dengan rasa sakit hati yang menjalar ke seluruh tubuh.
Selagi waktu liburan ini masih ada, sebaiknya aku manfaatkan untuk mencari tahu ke tempat kerja Mas Hendra saja. Siapa tahu teman kerjanya ada yang tahu siapa wanita itu. Jika aku bertanya pada keluarga Mas Hendra, sudah pasti mereka menutupi kebusukan Mas Hendra.
"Assalamualaikum..."
"Ibu...!"
Teriakan Diah membuyarkan lamunan ku. Ku lihat anak ku itu setengah berlari mendatangiku setelah turun dari motor Fahri.
"Waalaikumsalam, loh Diah jalan-jalan lagi sama Om Fahri? Jangan setiap hari loh Nak. Om Fahri kan sibuk harus kerja. Nanti malah ngerepotin." Kataku menasehati anakku.
"Diah suka jalan-jalan sama Om, Bu. Om baik, Om sayang sama Iyah." Jawab anakku menyebut dirinya.
"Tidak apa-apa toh Las, aku senang membawa Diah dan Nunik jalan-jalan."
"Loh, tapi mana Nuniknya, Fahri?"
Aku memang menyebut teman ku dengan memanggil namanya karena kami seumuran dan hanya beda beberapa bulan saja.
Fahri adalah teman sekampung, satu sekolah waktu SD dan SMP. Setelah SMA, dia pindah ke kota, tinggal dengan Mbak Ayu nya disana dan menimba ilmu sampai ke jenjang yang lebih tinggi, sehingga bisa menjadi Kepala Desa saat ini. Kami bertemu lagi setelah Fahri kembali ke Desa dan mencalonkan diri menjadi Kepala Desa di kampung ini.
"Nunik sudah ku antar pulang duluan, setelah itu baru Diah. Biar saja, mereka sedang akrab bermain. Besok Nunik sudah harus pulang karena masa liburannya sudah selesai."
"Jadi besok Mbak Ayu pulang ke kota?"
"Iya Lastri. Ngomong-ngomong, kamu tidak mempersilahkan aku duduk Las?"
"Astagfirullahaladzim..., maaf Fahri aku sampai lupa. Ayo silahkan duduk. Sebentar aku buatkan minum.
"Tidak usah repot Las. Aku sebentar saja, habis mengantarkan Diah." Kata Fahri sambil duduk di kursi teras tidak jauh dari aku duduk.
"Tidak repot kok, sebentar saja."
Aku pun beranjak berdiri.
"Eh, ada Nak Fahri. Loh kok malah di tinggal Las?" Tanya ibuku yang tiba-tiba keluar dari dalam rumah.
"Tidak ditinggal kok Bu, cuma mau buatin minum."
"Oalah, Ibu kira mau di tinggal."
Fahri terkekeh. Aku pun menggelengkan kepala sambil tersenyum.
"Ibu mau minum? Sekalian Lastri buatkan."
"Ibu teh hangat aja. Udaranya agak dingin ya, mungkin karena mendung."
"Iya Bu." Jawab Fahri merespon ucapan Ibuku.
"Tinggal sebentar ya, Fahri?"
Fahri mengangguk merespon ucapanku.
Begitu minuman siap, aku segera membawa keluar beserta camilan yang kebetulan masih ada dalam toples.
Ku lihat Diah tampak asik bergelayut manja dengan Fahri. Dan Fahri pun tidak terlihat risih karenanya. Malah sesekali ia tersenyum dan terlihat mengusap lembut pucuk kepala Diah.
Entah obrolan apa yang sedang di bicarakan Ibu dan Fahri. Sampai-sampai kedua orang itu tampak terkekeh geli.
"Ngobrol apa sih, sampai senang gitu?" Tanya ku sambil meletakkan dua cangkir minuman ke hadapan Fahri dan Ibu juga toples kue di tengah-tengah.
"Ibu cerita sedikit ingat masa kecil kamu yang dulu jatuh di selokan sawah. Baju seragam mu habis kotor sampai-sampai kamu tidak sadar ada kodok yang masuk dalam saku baju mu. Begitu dia melompat keluar, kamu mu pun melompat ketakutan."
Kembali Ibu dan Fahri terkekeh geli menertawakan kejadian waktu aku kecil dulu. Kalau di ingat-ingat memang lucu. Tetapi saat ini di ceritakan pada Fahri, membuat aku malu dan merasa panas di wajah ini.
"Jadi Mbak Ayu pasti pulang besok ya Fahri?" Tanya ku menyambung obrolan sebelumnya.
"Iya, Mbak Ayu dan Nunik, berdua saja pakai mobilnya."
"Loh, Mas Dama tidak ikut pulang kampung?"
"Tidak Lastri. Mas Dama tahun depan baru pulang. Sekarang sedang di tugaskan di Papua." Jawab Fahri.
"Oh...."
Aku hanya bisa ber-oh saja karena baru tahu ternyata Mas Dama di tugaskan di Papua. Pasti berat hati Mbak Ayu melepas Mas Dama kesana. Apalagi di Papua sering terjadi konflik disana. Namun karena tugas negara, Mas Dama dan Mbak Ayu pun tentunya tidak bisa memilih. Hanya bisa berdoa, semuanya baik-baik saja dan selalu dalam lindungan-Nya.
Mendengar Mbak Ayu hanya pulang dengan Nunik saja, timbul ide ku untuk ikut serta Mbak Ayu untuk pulang ke kota. Berharap aku bisa mencari tahu tentang Mas Hendra dari teman-teman kerjanya. Lagi pula, aku dan Mbak Ayu punya rencana untuk membuka usaha bersama. Usaha rumah makan yang akan kami kelola bersama. Sepertinya ini saat yang tempat untuk mencari lokasi tempat usaha kami. Dan selesai urusan itu, aku bisa menjalankan rencanaku untuk bertanya tentang Mas Hendra. Diah pun pasti tidak apa-apa aku tinggal beberapa hari disini.
"Mmm...Fahri. Kira-kira, apa boleh aku ikut serta ke kota? Rencananya aku ingin mengajak Mbak Ayu mencari lokasi untuk usaha bersama kami disana." Tanyaku.
Fahri terkekeh, dan itu membuatku bingung.
"Kenapa malah tertawa?"
"Kamu sehati sama Mbak Ayu. Justru aku kesini juga ingin menyampaikan pesan Mbak Ayu. Mbak Ayu mengajak mu besok ke kota bersama dia, dan Nunik. Kamu di ajak menginap di rumahnya biar mudah kalian pergi mencari lokasi. Pulang kesini nanti kamu bisa bareng aku. Karena lusa, aku ada perlu ke kota di pagi hari. Dan siangnya aku sudah kembali lagi kesini."
Aku menghela napas lega. Rencana ku ternyata bisa berjalan dengan lancar.
"Kalau begitu, jam berapa aku mesti siap-siap?" Tanyaku antusias.
"Mbak Ayu berangkat jam 8 pagi. Kamu perkiraan saja waktunya. Nanti Mbak Ayu jemput kamu disini."
"Baik Fahri. Ibu tidak apa-apa kan Diah Lastri titip ke Ibu beberapa hari?"
"Kamu ini ngomong apa sih Las? Kayak dengan orang lain saja. Ibu dan Bapak mu dengan senang hati merawat Diah disini. Kamu tenang saja, dan selesaikan urusanmu."
Aku tersenyum. Alhamdulillah, sampai saat ini semua dimudahkan oleh Allah. Malam nanti aku akan mencoba menghubungi Mbak Yuli lagi. Untuk bertemu janji setelah urusanku selesai dengan Mbak Ayu.
Setidaknya aku memiliki seseorang tempat ku bertahan nanti jika aku menemukan sesuatu yang buruk dari Mas Hendra. Lagi pula, Mbak Yuli juga sudah terlanjur tahu masalah rumah tangga ku.
Bersambung...
tambah keluarga toxic,menjijikkan jadi lelaki..