"Kak Zavin kenapa menciumku?"
"Kamu lupa, kalau kamu bukan adik kandungku, Viola."
Zavin dan Viola dipertemukan dalam kasus penculikan saat Zavin berusia 9 tahun dan Viola berusia 5 tahun. Hingga akhirnya Viola menjadi adik angkat Zavin.
Setelah 15 tahun berlalu, tak disangka Zavin jatuh cinta pada Viola. Dia sangat posesif dan berusaha menjauhkan Viola dari pacar toxic-nya. Namun, hubungan keduanya semakin renggang setelah Viola menemukan ayah kandungnya.
Apakah akhirnya Zavin bisa mendapatkan cinta Viola dan mengubah status mereka dari kakak-adik menjadi suami-istri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13
"Sudah selesai. Ayo!" Zavin mengulurkan tangan, membantu Viola turun dari brankar dengan hati-hati. Langkah mereka beriringan menuju tempat parkir. Zavin merengkuh pinggang Viola.
Namun, Viola segera melepaskan tangan Zavin. Ia merasa canggung. "Kak Zavin, aku tidak apa-apa." Meskipun bibirnya mengucapkan kata-kata tenang, pikirannya bergejolak. Ada bagian dari dirinya yang merasa bingung, setelah apa yang dilakukan Zavin padanya.
Zavin meliriknya sejenak, kekhawatiran terpancar jelas di wajahnya. "Kamu benar-benar tidak merasakan apa-apa? Pusing atau lemas?" tanyanya sambil tetap menggandeng lengan Viola.
Viola menggeleng pelan. Ia mencoba mengabaikan perhatian yang diberikan Zavin. "Aku cuma bingung saja kenapa tiba-tiba pingsan," jawabnya sambil memikirkan alasan yang lebih rasional daripada perasaan yang mengganggunya.
Tanpa berkata lagi, Zavin membuka pintu mobil untuk Viola. Setelah Viola masuk, ia menutupnya, sebelum mengambil tempat di kursi pengemudi. Suasana dalam mobil sunyi, hanya diisi suara mesin dan denting hujan yang masih turun. Zavin menghela napas pelan dan mengemudikan mobil dengan hati-hati, matanya sesekali melirik Viola yang terus menatap kosong ke depan.
"Setelah sampai di rumah, kamu langsung mandi air hangat biar tidak masuk angin," kata Zavin memecah keheningan.
Viola hanya mengangguk tanpa banyak bicara. Pikirannya melayang jauh. Perkataan Zavin terus menggaung di telinganya. Jika ia bukan anak kandung dari orang tua yang membesarkannya, lalu siapa orang tuanya yang sebenarnya? Kira-kira dimana kedua orang tua kandungnya?
"Kamu memikirkan apa?" tanya Zavin lagi.
Viola menggeleng pelan, tapi kali ini ia menoleh dan memandangi Zavin. Pandangannya tertuju pada bibir Zavin yang masih tampak merah, bekas gigitan yang ia lakukan. Rasa malu dan bingung bercampur menjadi satu. Dua kali menggigit Zavin, entah karena ketakutan atau ...
Zavin menoleh sebentar, merasakan tatapan Viola. "Ada apa?" tanyanya lagi karena penasaran. Sejujurnya, ia juga ingin tahu apa yang sebenarnya Viola ingat. Apakah gadis itu benar-benar tidak mengingat apa yang telah terjadi sebelum pingsan?
Namun, Viola hanya menggeleng lagi. Dia mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Perjalanan itu berakhir dalam keheningan, dan begitu mereka tiba di rumah, Viola segera turun tanpa berkata apa-apa. Ia berjalan menuju pintu, mencoba melupakan segala kekhawatiran yang menggantung di kepalanya.
Sesampainya di dalam rumah, ia disambut oleh suara mamanya. "Vio, kenapa kamu basah semua?" tanyanya dengan nada penuh perhatian ketika melihat putrinya dengan rambut dan pakaian yang masih setengah basah.
Viola mencoba tersenyum. "Ma, tadi ban motor aku bocor di tengah jalan terus hujan. Untung ada Kak Zavin," jawabnya.
"Ya sudah, cepat mandi pakai air hangat terus makan. Jangan sampai sakit."
"Iya, Ma." Viola menaiki tangga menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, ia langsung mengunci pintu.
Dia berdiri di depan cermin, menatap bayangannya yang berantakan. Dengan perlahan, ia melepas satu per satu kancing kemejanya. Namun, saat jemarinya menyentuh kain, ingatan tentang Zavin kembali menghantamnya. Sentuhan lembut tangannya di dadanya, ciuman yang diberikan dengan penuh perasaan, semuanya kembali muncul dalam pikirannya.
Viola meraba bibirnya. Dia masih bisa merasakan kehangatan dari ciuman itu yang seolah-olah baru saja terjadi. Pagutan itu terasa begitu nyata, begitu lembut, dan anehnya ... begitu menyenangkan. "Kenapa aku terus memikirkan itu?" gumamnya.
...***...
Malam itu, Viola mengambil beberapa album di ruang baca rumahnya. Biasanya, album-album itu hanya teronggok rapi di rak, nyaris tak pernah disentuh. Tapi hari ini berbeda. Ada perasaan yang mengusik dan membuatnya ingin menyelami kembali masa lalunya, mencari sesuatu yang mungkin bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang semakin sering muncul di kepalanya akhir-akhir ini. Ia mencari fotonya saat masih kecil, foto-foto yang seharusnya ada, namun selama ini tak pernah dia lihat.
Ia membuka album pertama, jari-jarinya menyusuri foto-foto yang berjajar rapi. Di halaman-halaman awal, ia menemukan fotonya saat di taman kanak-kanak yang sedang bermain dengan teman-temannya. Namun, semakin dia membalik halaman, hanya foto-foto Zavin yang mendominasi, dari saat balita hingga masa kanak-kanaknya. Tidak ada satu pun foto dirinya saat bayi.
Ia menutup album dengan cepat, seakan takut jika ia terus membuka, kenyataan yang selama ini dihindari akan terungkap. "Berarti aku memang bukan anak kandung Mama," gumamnya pelan.
Saat dia masih terdiam, pintu ruang baca terbuka pelan. Zeva masuk dengan langkah tenang dan duduk di samping Viola.
"Vio, cari apa?" tanya Zeva lembut, matanya menatap album yang masih di atas meja.
Viola tersenyum tipis. "Aku cuma lihat foto-foto lama, Ma. Penasaran, dulu waktu aku bayi seperti apa?"
Zeva terdiam sejenak, senyumnya sedikit meredup. "Foto-foto kamu waktu balita hilang semua, Sayang. Tidak sengaja terselip di antara buku-buku bekas yang sudah nggak terpakai. Maaf ya, kamu jadi nggak punya banyak kenangan sewaktu masih balita."
Viola hanya mengangguk, meski di dalam hatinya ada rasa kosong yang tak bisa dia jelaskan. Selama ini, kedua orang tuanya begitu mencintainya, ia tak pernah merasa kurang perhatian atau kasih sayang. Namun, pertanyaan tentang siapa dirinya yang sebenarnya mulai menghantui pikirannya. "Tidak apa-apa, Ma. Pasti aku dulu mirip Mama, kan?"
Zeva tersenyum, meskipun matanya sedikit berkabut. Dia mengusap lembut rambut Viola. "Iya, kamu mirip sekali sama Mama dulu waktu kecil." Zeva lalu ikut membuka halaman album dan memperlihatkan foto-foto Zavin sewaktu kecil, sambil sesekali bercerita tentang kenangan masa lalu yang hangat.
Setelah beberapa waktu berlalu, Viola bangkit dari duduknya. Hatinya masih penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab. Ia meninggalkan ruang baca dan menaiki tangga menuju kamarnya. Langkahnya pelan, seperti tenggelam dalam pikirannya sendiri. Iia berpapasan dengan Zavin yang baru saja keluar dari kamarnya sendiri.
Mereka saling menatap sebentar, namun saat Zavin hendak melangkah pergi, Viola tiba-tiba meraih tangannya dan menariknya kuat masuk ke dalam kamarnya tanpa sepatah kata pun.
Zavin terkejut dengan tindakan Viola itu. "Vio, ada apa?" tanyanya bingung.
Viola melepaskan genggaman tangannya, lalu sedikit berjinjit dan mendekatkan wajahnya ke Zavin hingga mereka hanya berjarak beberapa sentimeter.
"Kak Zavin, jadi selama ini Kakak nggak pernah benar-benar anggap aku seperti adik? Meskipun kita nggak punya ikatan darah, kita sudah bersama sejak kecil ... lebih tepatnya, sejak aku umur lima tahun."
"Kamu ... jadi kamu sudah ingat semuanya?" tanya Zavin. Dia memegang kedua bahu Viola agar sedikit memundurkan tubuhnya.
Viola menggeleng pelan. "Aku nggak ingat semuanya. Hanya ingat kejadian di ruko tadi, sebelum aku pingsan. Barusan aku lihat album foto, dan aku sadar, ingatan masa kecilku hanya sebatas saat aku sudah TK. Kak Zavin, dimana orang tuaku yang sebenarnya? Dan bagaimana aku bisa berada di keluarga ini?"
💕💕💕💕
Tolong, butuh asupan komen biar semangat. 😂
Thanks Mbak Puput
Ditunggu karya selanjutnya ❤️
perjuangan cinta mereka berbuah manis...
Semoga cepat menghasilkan ya, Zavin
semoga cepat diberi momongan ya ..
udah hak Zavin...
😆😆😆
Siapa ya yang berniat jahat ke Viola?