Kimberly alias Kimi, seorang perempuan ber-niqab, menjalani hari tak terduga yang tiba-tiba mengharuskannya mengalami "petualangan absurd" dari Kemang ke Bantar Gebang, demi bertanggungjawab membantu seorang CEO, tetangga barunya, mencari sepatu berharga yang ia hilangkan. Habis itu Kimi kembali seraya membawa perubahan-perubahan besar bagi dirinya dan sekelilingnya. Bagaimana kisah selengkapnya? Selamat membaca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andi Budiman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengemudi Excavator
Waktu semakin sempit. Kini hampir jam empat sore. Setelah rapat selesai, Adi, Kimi, serta dua vlogger yang terus mengikuti mereka melanjutkan perjalanan ke sektor 3C di TPST Bantar Gebang.
Perjalanan itu terasa surreal—dari suasana formal bersama klien beralih ke gunungan sampah di kiri dan kanan. Dengan menggunakan bajaj dan sepeda motor, mereka menempuh perjalanan ke tempat yang mereka tuju.
Ketika sampai di sektor 3C, papan besar bertuliskan angka itu terlihat jelas, menjadi penanda di mana mereka harus melakukan pencarian. Sejumlah pemulung dengan keranjang besar di punggung terlihat sibuk memilah-milah sampah, seolah tak terganggu dengan kedatangan rombongan kecil itu.
Adi menghentikan langkahnya dan memandang tumpukan sampah yang begitu banyak. Kepalanya mulai pening memikirkan bagaimana dia akan menemukan sepatunya di tempat ini.
Saat itu sebuah truk datang, membuang muatan barunya ke tumpukan yang sudah menggunung. Dalam hatinya, Adi yakin bahwa bukan hanya satu atau dua truk yang membuang sampah di area ini—melainkan banyak truk dalam satu hari. Bayangan menemukan sepatu Berluti kesayangannya di sini pun terasa seperti misi yang mustahil.
Namun, Adi tak mau menyerah. Dengan cepat, ide muncul di benaknya. Dia menghampiri salah satu pemulung dan memanggil semua yang ada di sekitar.
"Saya akan membayar seratus ribu rupiah untuk siapa saja yang mau membantu mencari sepatu saya," katanya tegas, meski ada keraguan yang ia sembunyikan. "Dan satu juta rupiah bagi siapa saja yang berhasil menemukannya."
Para pemulung yang mendengar tawaran itu segera berkumpul, wajah mereka penuh harapan. Adi meminjam ponsel salah satu vlogger untuk browsing gambar sepatu yang mirip dengan sepatunya.
Setelah menemukannya, dia memperlihatkan gambar itu kepada para pemulung, yang dengan cepat berbaris di depan Kimi untuk mendaftar dan menerima bayaran di muka.
Kimi, meski merasa aneh dengan situasi ini, tetap menjalankan tugasnya dengan rapi. Satu per satu pemulung mendekat, menyerahkan data diri seadanya, dan menerima uang seratus ribu rupiah dari Kimi.
Ada hampir tiga puluh orang yang mendaftar, dan setelah menerima bayaran, mereka segera menyebar ke seluruh area sektor 3C untuk memulai pencarian.
Sementara itu, dua vlogger terus merekam setiap momen. Si laki-laki menjadi pembawa acara, menceritakan kejadian ini dengan nada serius bercampur keheranan, sementara si perempuan memegang kamera, merekam Adi yang terlihat semakin cemas.
Adi tahu, kegiatan para vlogger ini mungkin akan menjadi bahan tontonan publik, tetapi dia sudah pasrah. "Biar saja," gumamnya pada dirinya sendiri, "Sekalian saja tragedi ini menjadi berita besar."
Adi berdiri di tengah-tengah tumpukan sampah, mengamati para pemulung yang sibuk mencari. Setiap kali truk baru datang, rasa cemasnya semakin meningkat. Dia tak henti-hentinya berpikir.
“Apakah sepatu itu benar-benar bisa ditemukan?” Namun, tekadnya tetap kuat. Ia tak akan pulang sebelum sepatunya ditemukan, apapun yang terjadi.
Waktu berlalu, dan meski pencarian terus berlangsung, belum ada tanda-tanda sepatunya ditemukan. Langit tampak semakin teduh, dan angin sore menghembuskan aroma tajam dari sampah yang terurai.
Adi merasa seluruh dunia sedang menguji kesabarannya, tetapi dia menolak untuk mundur.
Dengan rasa tertekan yang mulai menjalar di hatinya, Adi tetap berdiri di sana, berharap keajaiban akan datang.
Sementara Kimi, dengan tenang namun penuh perhatian, meski berjarak, terus berada tak terlalu jauh dari Adi, memastikan bahwa semua berjalan lancar.
Di dalam hatinya Kimi berharap bahwa sepatu itu benar-benar bisa ditemukan, bukan hanya untuk Adi, tetapi juga untuk menjaga martabat dan keberhasilan misi ini.
Sejumlah pemulung mulai mendekat, membawa sepatu-sepatu yang mereka temukan. Adi menyambut mereka dengan harapan, tetapi setiap kali dia memeriksa sepatu yang ditawarkan, kekecewaan menyapu wajahnya.
Sepatu-sepatu itu memang mirip, tapi ketika didekati tidak ada satu pun yang benar-benar sesuai dengan sepatunya yang hilang. Kimi memperhatikan dengan cemas, sementara kedua vlogger, meskipun penasaran, mulai ikut merasakan tekanan emosional yang semakin berat.
“Ini bukan, ini juga bukan,” gumam Adi pelan, hampir tak terdengar. Dia memeriksa sepatu demi sepatu, tangan gemetar karena kelelahan dan tekanan mental. “Apa semua usaha ini sia-sia?” bisiknya.
Tiba-tiba, suara keras menggelegar terdengar dari mesin di kejauhan. Sebuah excavator besar mendekati mereka, roda rantainya menggerus tumpukan sampah dengan bunyi gemuruh yang menggema. Pengemudinya, seorang pria tinggi besar dengan wajah penuh debu, turun dari kabin.
"Ada apa di sini?" tanyanya dengan suara berat, matanya menatap tajam ke arah Adi dan kelompoknya.
Adi, yang merasa terpojok, menjawab dengan suara serak, “Saya… saya sedang mencari sepatu saya yang hilang. Saya yakin sepatu itu terbuang ke dalam truk tadi pagi dari Kemang.”
Pengemudi itu menatap Adi sejenak, lalu menghela napas panjang. “Jam berapa truk itu dari sana?”
“Tadi pagi, sekitar jam tujuh,” jawab Adi, sedikit gemetar.
“Penuh?” tanya pengemudi itu, tegas.
“Penuh Pak, dan sepertinya langsung kesini,” jawab Adi, lelah.
Pengemudi itu menggelengkan kepala dengan ekspresi serius. “Jika truk itu tadi pagi langsung ke sini, dan membuang sampahnya di sektor 3C, maka hampir pasti sampah itu sudah terkeruk oleh excavator saya. Sampah-sampah dari sektor ini sudah dipindahkan ke perbukitan sampah di sana.”
Pengemudi excavator itu menunjuk ke arah pegunungan sampah yang menjulang tersusun dalam terasering di kejauhan. Puncaknya tampak begitu luas hingga tampak seperti hamparan tak berujung. Melihat itu, tubuh Adi terasa lemas kehilangan tenaga. Harapannya seketika runtuh.
“Tidak mungkin… tidak mungkin,” bisik Adi, matanya menatap kosong ke arah gunungan sampah yang jauh. Kakinya gemetar, tubuhnya benar-benar kehilangan kekuatan, dan dia hampir jatuh berlutut, namun si vlogger laki-laki dengan sigap menopangnya.
“Aku… aku tidak bisa percaya ini. Sepatuku… sepatuku ada di sana?” Suara Adi semakin lirih, hampir tenggelam dalam debu dan suara mesin di sekeliling mereka.
Kimi menahan tangis, mencoba tetap kuat untuk Adi. “Kita pasti bisa menemukannya… mungkin masih ada cara lain,” katanya, meskipun hatinya juga penuh keraguan.
Kedua vlogger awalnya semangat meliput, namun sekarang merasa larut dalam suasana yang mendadak berubah menjadi sangat emosional. Mereka mengarahkan kamera dengan lebih hati-hati, berusaha menangkap momen dramatis ini, meski mereka sendiri ikut merasakan beban berat dari situasi tersebut.
Sang pengemudi excavator menatap Adi dengan simpati. “Aku tahu ini sulit, tapi gunungan sampah itu begitu luas. Sekali sesuatu terkubur di sana, maka untuk menemukannya lagi, itu… seperti mencari jarum di tumpukan jerami.”
Adi tidak bisa lagi menahan diri. Ia membiarkan tubuhnya merosot perlahan, berlutut di atas tanah yang kotor. Matanya berkaca-kaca, menatap tanah di bawahnya tanpa melihat apa-apa.
Kimi berusaha mencari kata-kata, mencoba memberi semangat. “Kita belum selesai, Di. Kita akan mencari jalan lain. Mungkin ada cara lain…” katanya lembut, meski dirinya sendiri merasakan ketidakberdayaan yang sama.
Namun, Adi hanya menggelengkan kepala. “Aku tidak tahu lagi, Kimi… aku tidak tahu.”
Matahari semakin condong, bayang-bayang panjang tercipta di atas tumpukan sampah, menambah suasana kelam yang menyelimuti mereka.
Debu dan asap tipis dari sampah yang terbakar di kejauhan mempertebal suasana putus asa. Hanya bunyi mesin yang terus berdentum, seolah menjadi saksi bisu dari keputusasaan Adi yang semakin mendalam.
“Oh tidak… Ayah, Ibu, Alessandro… maafkan kebodohanku,” ucapnya dalam gumaman.
Terima kasih memberikan cerita tentang keteguhan seseorang dalam mempertahankan keyakinannya.
Bravo selamat berkarya, kuharap setiap hari up.