Alina tidak menyangka sahabat yang dia kira baik dan pengertian telah menghancurkan biduk rumah tangga yang telah di jalin Alina selama tiga tahun lamanya. Lenna adalah sahabat Alin. mereka berdua telah menjalin persahabatan sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. ternyata Lenna menyukai suami Alin sejak lama. Lenna merasa tidak adil kenapa Alin bisa mendapat seorang pria tampan dan kaya seperti Revan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dinni Iskandar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.31 Lenna Hamil
Tiga minggu telah berlalu, sejak pertengkaran dimalam itu, Alina selalu menaruh curiga terhadap suaminya. Jika dulu sang suami seperti tidak bisa jauh darinya, namun, sekarang suaminya seperti kehilangan gairah kepadanya.
Membuat Alina semakin yakin, bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Revan, hubungannya dengan sang sahabat masih sama seperti dulu, namun Alina juga tidak mudah untuk mempercayainya lagi.
Tiba-tiba, saat dirinya asyik menikmati perjalanannya ketoko butiknya, mobil melambat dan berhenti dipinggir jalan, membuat ia kebingungan
"Kenapa, Pak ? tanyanya kepada sang sopir mobilnya. Sang sopir pun juga terlihat bingung.
"Kurang tau, Bu. Saya cek dulu, Ibu tunggu sebentar ya?" jawabnya sambil keluar dari dalam mobil, membuka bagian kapnya.
Tidak lama, sang sopir pun, melongokan kepalanya melalui jendela depan, mencoba memberitahu masalah mobilnya
"Kayak bermasalah sama mesinnya bu".
Ucapan sang sopir membuat Alina kebingungan sendiri, "Terus, gimana dong Pak?" tanyanya menatap sang sopir
"Terpaksa Ibu naik taksi online sementara, saya mau telepon tukang bengkel Bu" jawab sang sopir
Alina menghembuskan nafasnya pelan, lalu ia keluar dari dalam mobil dan berdiri disamping mobilnya. "Yaudah deh, gak apa-apa. Aku naik taksi aja" katanya, ia merogoh ponselnya didalam tas.
Belum sempat memesan taksi online, sebuah mobil sedan mewah berhenti tepat dibelakang mobil milik Alina, membuat mata Alina memicing. Tidak lama Keluarlah seorang pria tampan, membuat Alina sedikit tersentak, "Kayzo" ucapnya lirih
Sang pria tampak tersenyum tipis menatap Alina, lalu menghampirinya. "Ada apa? apa ada masalah?" tanyanya beruntun, pertanyaan itu sontak menyadarkan Alina dari lamunan tentang sang pria di depannya
"Hah.. I-iya, Mas. Gak tau kenapa tiba-tiba macet" jawab Alina sedikit gugup. Ia memalingkan wajahnya saat tatapan mata keduanya beradu
"Oo.. Apa sudah menghubungi montir?"
"Sudah kok, Mas" Jawab Alina singkat, entah mengapa dadanya berdebar. Ada perasaan lain yang Alina rasakan.
Membuat Kayzo mengangguk pelan, lalu tatapannya beralih kewajah Ayu Alina. "Jika kamu mau, kamu bisa pergi bersama ku" ucap Kayzo.
Tawaran itu membuat Alina mendongakkan wajahnya menatap Kayzo, lalu pandangan beralih pada sang sopir, tanpa diduga sang sopir pun sedang melihat kearah Alina.
Sang sopir mengangguk, seakan mengiyakan ajakan pria didepan majikannya itu. Setelah terdiam beberapa detik, kepala Alina mengangguk. Alina membuang nafasnya pelan, lalu masuk kedalam mobil Kayzo.
Disepanjang perjalanan tidak ada percakapan apapun, keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Aku lihat toko butikmu selalu ramai dengan pembeli" ucap Kayzo memecah keheningan. Pertanyaan itu sontak membuat Alina melirik sekilas, senyumnya mengembang dibibirnya
"Iya. Aku juga gak nyangka akan seramai itu" ucapnya. Saat ini bukan hanya jantung Alina yang berdebar, rasa yang sama pun dirasakan oleh Kayzo, hatinya begitu bahagia saat berbicara dan duduk lebih dekat dengan wanita yang saat ia kagumi.
Tanpa mereka berdua sadari, mereka telah terlibat obrolan sepanjang perjalanan, terkadang tawa renyah terdengar dari dalam mobil. Tidak Kayzo sangka, pertemuan keduanya dengan Alina bisa selancar ini.
000
Ditempat Lain, disebuah apartement. beberapa jam sebelumnya
Huek.. Huek.. Huek..
Didepan kloset duduk, seorang gadis sexy sedang memuntahkan cairan bening dari mulutnya. Pagi ini, Lenna telah berulang kali keluar masuk kamar mandi.
Setelah dirasa tidak merasa mual kembali, ia segera berdiri dan menuju wastafel untuk berkumur-kumur. Wajahnya terlihat pucat pasi, ia merasakan tubuhnya lemah.
Ia keluar dari dalam kamar mandi, lalu meraih ponselnya yang berada diatas nakas, ia mencoba menyandarkan tubuhnya kebelakang.
"Uuhh.. Aku kenapa sih?" ucapnya dengan suara lirih, "Semalem juga masih sehat-sehat aja deh". Ia mencoba mengirim pesan kepada salah satu teman kerjanya, ia meminta izin untuk beberapa hari.
Entah mengapa ia menjadi ingin menghubungi Revan, namun ia takut jika Revan marah kepadanya. sebab, Revan pernah mengatakan kepadanya, bahwa jangan pernah menghubunginya saat berada dirumah dengan alasan apapun
Namun karena tak tahan, ia nekat mengirim pesan singkat, berharap Revan saat ini sudah berada diluar rumah, jam sudah menunjukkan pukul 06.30
[ Mas, aku gak enak badan nih, aku mual-mual terus ]
[ Badan aku lemes banget, Mas ]
Ia mengirim pesan beruntun untuk Revan, berharap Revan membacanya dan segera datang keapartemen yang sudah ia beli dan ditempati oleh Lenna.
Setelah mengirim pesan, ia meletakkan kembali ponselnya dengan sembarangan, ia menarik nafas dalam-dalam lalu merebahkan dirinya kembali diatas ranjang
Hampir tiga puluh menit kemudian, seorang pria tampan dengan setelan formal muncul didepan pintu kamar, membuat Lenna mengangkat kepalanya, seketika senyumnya mengembang senang
"Mas" panggilnya dengan suara manja, Revan melangkah mendekati Lenna, setelah sampai ia menempelkan telapak tangannya ke dahi Lenna.
"Kamu, sakit? badan kamu panas" ucap Revan masih menatap wajah sang kekasih yang terlihat pucat.
"Kayaknya iya deh, Mas" jawabnya manja, ia memeluk tubuh Revan, menghirup aroma parfum yang membuatnya merasa nyaman. Revan membalas pelukkan Lenna
"Kita ke dokter yuk" ajak Revan, mengusap pelan punggung Lenna
"Iya, sebentar lagi. Aku nyaman banget pas lagi peluk kamu kayak gini, Mas"
Tidak ada respon dari Revan, ia terus memeluk dan mengusap punggung Lenna.
Akhirnya, Revan mengantarkan Lenna kerumah sakit, tidak butuh lama, keduanya telah tiba disebuah rumah sakit yang tidak jauh dari apartementnya
Saat ini, Lenna tengah terbaring diranjang rumah sakit dan Revan dengan setia berdiri disamping ranjang.
Dokter wanita sedang memeriksanya, entah kenapa, tiba-tiba dokter cantik dihadapan mereka mengembangkan senyumnya, membuat Revan dan Lenna mengkerut dahinya heran, keduanya saling berpandangan.
"Ada apa, Dok?" tanya Revan, dengan penuh tanda tanya
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan kok, Bapak, Ibu" ucapan sang dokter membuat keduanya pasangan kekasih gelap itu semakin tidak mengerti, melihat pasiennya yang kebingungan sang dokter tersenyum lalu menjelaskan penyebab tubuh Lenna merasa demam.
"Ini hanya efek karena Istri Anda sedang mengadung, Pak?"
Kata-kata sang dokter membuat jantung Revan seakan ingin melompat dari tempatnya, Lenna pun tampak syok dengan fakta yang barusan ia dengar
"A-apa, a-aku Ha-hamil, Dok?" ucapnya dengan suara terbata-bata, jika ingin jujur, ia dilanda rasa bahagia. Namun disisi lain ia rundung dilema.
Tangan Revan tampak terkepal erat disamping tubuhnya, ia tidak tahu harus memberikan respon apa tentang kehamilan Lenna yang baru saja ia dengar
Lima menit kemudian, keduanya sudah berada didalam mobil, namun Revan belum menyalakan mesin mobilnya. Revan masih tampak syok dan tidak percaya. Sebab ia tahu betul, setiap penyatuannya dengan Lenna, ia selalu memakai pengaman.
"Dengan laki-laki mana saja kamu bercinta" ucap Revan bertanya wajah dinginnya. Pertayaan itu sontak membuat Lenna terkejut dan membulatkan matanya
"A-apa katamu, Mas?" jawab Lenna, tenggorokannya seakan tercekat. "Aku cuma bercinta dengan kamu, Mas? setiap kata ia tekankan
"Bisa-bisanya kamu nuduh aku main gila sama laki-laki lain!" suaranya mulai sedikit meninggi. Ia tidak terima jika Revan menuduhnya seperti itu, namun faktanya ucapan Revan tepat sasaran.
Lenna mulai terisak-isak, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia mulai bermain drama disini. Seolah-olah ia adalah korban yang sesungguhnya
Helaan nafas panjang Revan terdengar kasar, ia mencoba menenangkan perasaannya. Tidak ingin berlama-lama lagi, segera ia menjalankan mobilnya menuju apartemen dimana Lenna tinggal
Setelah sampai diapartemen, Lenna berjalan cepat menuju kamarnya, lalu merebahkan dirinya diatas ranjang. Ia menangis tersedu-sedu, ia tahu bahwa Revan berada tidak jauh darinya
"Kamu, jahat Mas!" katanya dengan penuh penekanan, wajahnya memerah dan penuh airmata. "Kalau kamu gak mau tanggung jawab, biar aku mati aja" Ia mencoba mengancam Revan
"Gak usah macem-macem, Len. Saat ini kepala pusing. Aku gak tau harus kayak gimana" Jawab Revan berjalan mondar-mandir didalam kamar. ia tampak gusar.
"Kamu tinggal nikahi aku aja ,Mas? apa sih susahnya?" jawabnya sengit, nafasnya menderu keras.
Jawaban Lenna membuat Revan tertawa frustasi, "Gak semudah itu, Lalu bagaiman dengan Alina?" kata Revan dengan nada beratnya. "Aku, gak bisa pisah dari Alina, Len. Gak bisa" dengan nada penuh penekanan
Membuat Lenna semakin marah, disaat dirinya hamil pun Revan tidak bisa melepaskan Alina.
"Yaudah, aku mati aja kalau gitu" ucapnya, ia beranjak dari duduknya, keluar dari kamar. Membuat Revan menoleh kearahnya lalu dengan cepat ia mengikuti Lenna
"Kamu mau ngapai? Jangan gila, Lenna!!" katanya dengan keras. Sebelum Lenna berniat menuju balkon apartemen, Revan lebih dulu menarik tangannya
Lenna mencoba meronta, namun tenaganya tidak sebanding dengan Revan membuatnya kalah tenaga. Revan mendorong pelan tubuhnya kebelakang, lalu memeluknya erat. Tentu saja Lenna tidak tinggal diam.
Dia menangis tersedu-sedu, mencoba meluluhkan hati Revan.
"Oke, baiklah. Aku akan tanggung jawab" ucap Revan akhirnya. Lenna tertawa puas didalam hatinya.
"Tapi, aku minta satu hal sama kamu?" kata Revan menangkup wajah Lenna yang sembab, "Rahasiakan kehamilan mu dari Alina. Aku akan menikahimu secara siri" Mata Revan begitu tajam menatap manik mata Lenna,
Mau tidak mau, Lenna menganggukkan kepalanya, "Okelah. Yang penting sekarang aku hamil dan nikah dengan Mas Revan urusan Alina nanti aja" ucapnya dalam hati