Kejadian yang tidak terduga, seorang agen rahasia yang baru menyelesaikan misi nya.
Namun dia dijebak oleh rekannya sendiri yang memang ingin menyingkirkan dirinya. Sehingga dia harus tidur bersama seorang pria asing.
Olivia namanya, sebagai agen rahasia yang selalu sukses dalam menjalankan misinya. Namun hal itu menimbulkan kecemburuan pada rekannya sendiri.
Sehingga Olivia harus melahirkan tiga anak kembar yang super jenius. Dan mereka pun mengasingkan diri di sebuah desa. Delapan tahun kemudian, mereka kembali ke kota.
Bagaimana kisah selanjutnya? Jika penasaran baca yuk!
Cerita ini hanyalah fiksi semata. Tidak ada hubungannya dengan dunia nyata. Seluruh cerita di dalamnya hanya imajinasi penulisnya semata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 24
"Kalian mau apa? Ini sekolah, bukan ring tinju," ujar Archer.
"Kami tidak perduli," kata salah satu dari mereka.
"Aduh nih anak pada sok jago," kata Arjun.
Mereka tidak perduli dan semakin mendekat. Arden pun menendang salah satu dari mereka hingga jatuh terduduk di tanah.
Keempat anak yang lainnya pun melongo melihat temannya yang meringis kesakitan.
"Akh...! Kalian preman ya?" ujarnya sambil memegangi perutnya yang sakit.
"Kalian yang mulai, jadi jangan salahkan kami," kata Archer.
"Tangkap mereka dan hajar!" perintahnya.
Empat anak itu pun kembali mendekat, namun mereka juga ragu. Mengingat temannya yang terduduk setelah di tendang.
"Tunggu! Jika benar ingin berkelahi, kita berkelahi satu lawan satu," kata Arden.
Mereka saling pandang. Sebenarnya mereka juga takut, tapi mereka berani karena mereka berlima. Dan juga mereka ada yang mendukung dibelakang mereka.
Anehnya tidak ada yang meleraikan mereka. Bahkan para guru dan kepala sekolah juga diam saja. Mereka tidak tahu ingin membela siapa?
Karena mereka tahu, triple A juga bukan anak orang sembarangan. Menyinggung mereka, para guru juga takut di pecat. Bahkan yang lebih parahnya di penjara.
Walaupun kepala sekolah sudah mendapatkan izin dari Dewa. Namun kepala sekolah tetap tidak berani.
Keempat anak itu saling dorong. Mereka tidak mau maju duluan untuk melawan triple A. Karena triple A sudah memasang kuda-kuda dan siap berkelahi.
"Kamu duluan," kata salah satu dari mereka.
"Kamu duluan lah," balasnya dengan kembali mendorong tubuh temannya.
"Ayo maju. Bukannya kalian jago berkelahi dan suka membully ya?" ujar Arjun.
Anak yang tadi di tendang oleh Arden pun bangkit. Ia melihat ada sebuah batu bata yang tergeletak di dekat tanaman bunga.
Anak itu pun segera mengambilnya. Lalu mengangkatnya dan mengayunkan nya kepada Arden.
Arden dengan cepat meninju batu itu hingga pecah menjadi dua bagian. Satu bagian terlempar mengenai kening anak itu hingga terluka.
Yang satunya jatuh menimpa kakinya yang juga membuatnya kesakitan. Anak itu berjingkrak-jingkrak kesakitan lalu terduduk di tanah.
Karena keningnya berdarah, anak itu pun menangis sambil terduduk di tanah. Sementara keempat temannya kembali melongo melihatnya.
Murid-murid yang lain dan juga para guru ikut melongo melihat Arden yang berhasil memecahkan batu bata itu.
"Berhenti!" Bapak kepala sekolah pun segera menghentikan mereka. Padahal triple A belum menghajar mereka.
Kepala sekolah dan para guru pun segera menghampiri mereka. Ada yang mengamankan empat orang teman anak itu.
Sedangkan kepala sekolah dan dua orang guru lainnya menggotong tubuh anak itu dan membawanya ke ruang kesehatan.
Sementara Bu Susi langsung menghampiri triple A. "Kalian tidak apa-apa?" tanyanya.
"Ibu guru tidak usah khawatirkan kami, Kami tidak selemah itu kok," jawab Arjun.
"Tanganmu terluka, ayo Ibu obati," kata Bu Susi kepada Arden.
Mereka sudah terbiasa latihan keras untuk menjadi kuat. Kalau hanya sekedar batu bata tidak mempengaruhi mereka.
Tapi Bu Susi yang mengkhawatirkan Arden pun segera memeriksa tangan Arden yang memerah bekas meninju batu bata.
Akhirnya orang tua mereka pun dipanggil untuk datang ke sekolah. Mereka pun di bawa ke sebuah ruangan oleh kepala sekolah.
"Sebentar lagi orang tua kalian akan datang," kata bapak kepala sekolah.
Triple A menghela nafas. Sebenarnya mereka tidak ingin melibatkan orang tua mereka. Tapi karena kepala sekolah sudah memanggilnya, mereka pun pasrah saja.
Setengah jam kemudian, para orang tua anak-anak itu pun datang. Bahkan mereka sudah melaporkan masalah ini ke polisi.
"Anakku. Bagaimana dengan keadaan anakku?" tanya Mira yang langsung masuk ke dalam ruangan kesehatan.
"Tenang Bu, anak ibu hanya luka ringan dan sudah ditangani," kata perawat yang bertugas di UKS.
"Sayang kamu terluka?" tanyanya. Lalu memeluk anaknya.
"Mereka membully ku Ma. Mereka harus di berikan pelajaran," kata anak itu mengadu.
Mira mengangguk dan mengatakan jika polisi sudah dalam perjalanan kemari. Dan suaminya juga sudah dalam perjalanan kemari.
Anak itu pun di bawa keruangan di mana yang lain juga ada di situ. Ternyata orang tua yang lain juga sudah berkumpul. Hanya Dewa yang belum datang.
"Bagaimana sih Pak? Kok ada preman di sekolah ini?" tanya George.
"Maaf Tuan Geo, untuk masalah ini kita tunggu saja Tuan Dewa," jawab bapak kepala sekolah.
"Tidak perlu Pak, anak itu sudah mencelakai anak kami. Kami mau anak itu di hukum," kata Mira.
"Maaf Tante, anak Tante yang duluan. Kami hanya membela diri," sahut Arden.
"Kalian anak-anak nakal memang perlu diberikan pelajaran," kata George. Lalu mencekal baju Arden dan mengangkatnya.
Karena tubuh George yang besar. Arden pun terangkat ke atas. Archer hendak bangkit dari duduknya, namun Arjun segera mencegahnya.
"Kita punya banyak cara untuk memberikan pelajaran kepada orang sombong," bisik Arjun.
Archer pun tersenyum miring. Namun tidak disadari oleh mereka yang ada di ruangan itu.
"Lepaskan anakku!" Suara bariton terdengar bersamaan dengan pintu terbuka. Semua orang menoleh ke arah pintu, termasuk George dan Arden.
"Anak-anakku tidak akan berbuat seperti itu kalau tidak ada yang memulainya," kata Dewa.
Arden mengayunkan kakinya menendang perut George. Akhirnya George melepaskan Arden. Tapi dia langsung terduduk di lantai.
"Sial, tendangan anak itu kuat sekali," batin George.
"Dewa, kamu?" George segera bangkit walau perutnya masih terasa sakit.
"Kenapa? Anakmu yang mengusik anak-anak ku," kata Dewa.
"Kupikir bapak kepala sekolah bercanda. Ternyata mereka benar-benar anaknya Dewa. Tapi sejak kapan Dewa memiliki anak?" batin George.
Tidak berapa lama beberapa orang polisi datang. Polisi tidak berani bertindak karena di dalam ruangan ini ada orang-orang yang cukup disegani.
"Tangkap mereka Pak," kata Mira.
"Tunggu dulu. Untuk kebenarannya, sebaiknya kita lihat rekaman cctv," kata Arden.
Bapak kepala sekolah memerintahkan petugas untuk membawa rekaman cctv. Namun ternyata Arjun sudah lebih dulu meretas cctv.
"Tidak perlu Pak, di sini juga ada rekaman cctv," kata Arjun menyerahkan laptopnya.
Mereka pun menonton rekaman cctv. Mereka tidak sadar kalau Arjun diam-diam meretas cctv.
"Begitu kah anak hasil didikan kalian?" tanya Dewa kepada George dan Mira.
"Tipu. Rekaman itu sudah pasti dimanipulasi," sangkal Mira.
"Rekaman yang asli juga ada. Jika tidak cukup, kami bisa menjadi saksi," kata Bu Susi buka suara.
Rekaman cctv yang asli pun di bawa. Karena yang tadi mereka tonton dianggap sudah dipalsukan.
Mereka kembali menonton rekaman cctv yang asli. Dan rekamannya sama dengan yang mereka tonton di laptop milik Arjun.
"Bagaimana GEO? Masih mau bilang anak-anakku yang salah?" tanya Dewa.
George terdiam. Mira pun tertunduk. Tuduhannya untuk membela anaknya tidak berlaku. Biasanya selalu dia yang menang. Walaupun anaknya salah, tapi tetap dibelanya.