"Papa tidak setuju jika kamu menikah dengannya Lea! Usianya saja berbeda jauh denganmu, lagipula, orang macam apa dia tidak jelas bobot bebetnya."
"Lea dan paman Saga saling mencintai Pa... Dia yang selama ini ada untuk Lea, sedangkan Papa dan Mama, kemana selama ini?."
Jatuh cinta berbeda usia? Siapa takut!!!
Tidak ada yang tau tentang siapa yang akan menjadi jodoh seseorang, dimana akan bertemu, dalam situasi apa dan bagaimanapun caranya.
Semua sudah di tentukan oleh sang pemilik takdir yang sudah di gariskan jauh sebelum manusia di lahirkan.
Ikuti ceritanya yuk di novel yang berjudul,
I Love You, Paman
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 31 - Hujan
Setelah Saga membersihkan diri, ia melihat Nadia masih menunggu dengan setia di ruang tamu. Namun, melihat wajahnya yang tampak cerah, Nadia sepertinya lebih ingin mengobrol di tempat yang lebih santai.
"Nadia, bagaimana kalau kita ke pinggir sungai? Tempat yang waktu itu, lebih nyaman untuk ngobrol," usul Saga.
Nadia mengangguk setuju, dan mereka pun beranjak pergi ke pinggir sungai yang jaraknya tidak jauh dari rumah Saga.
Suasana disana begitu tenang dengan suara gemericik air yang mengalir. Beberapa pedagang kaki lima terlihat menjajakan dagangannya di sepanjang jalan kecil yang mengapit sungai tersebut.
Saga dan Nadia memilih duduk di salah satu bangku kayu yang menghadap ke arah air yang berkilauan karena terkena sinar senja.
"Sebenarnya, aku ke sini juga karena ada sesuatu yang ingin kubahas soal proyek di perusahaan," kata Nadia membuka pembicaraan.
"Kita sedang ada rencana ekspansi dan butuh orang yang bisa diandalkan. Aku tahu kamu sibuk, tapi aku yakin kamu punya potensi besar untuk membantu," lanjutnya.
Saga mendengarkan, sementara pikirannya berputar memikirkan tawaran yang diberikan Nadia.
"Terima kasih sudah percaya padaku, Nadia. Tapi kamu tahu, pekerjaan ini memang sudah menyita banyak waktuku. Kalau ditambah lagi, aku khawatir tidak bisa membagi waktu dengan baik."
Nadia tersenyum dan menepuk bahu Saga dengan lembut. "Aku paham. Tapi kamu juga harus ingat, ada kesempatan yang tidak selalu datang dua kali. Mungkin ini saatnya kamu mempertimbangkan sesuatu yang lebih besar."
Mereka berdua terdiam sejenak. Sambil memakan camilan yang dibeli dari pedagang kaki lima, mereka pun melanjutkan pembicaraan tentang banyak hal.
Waktu terus berlalu, tanpa mereka sadari hari pun sudah malam. Hingga akhirnya tiba-tiba hujan turun tanpa di duga dan mereka pun segera berlari pulang ke rumah Saga dengan basah kuyup.
**
Hujan deras mengguyur kota sejak senja, membasahi jalanan dan membuat suasana menjadi dingin.
Di dalam kafe yang kini hampir kosong, Lea duduk sendirian di dekat jendela, menatap tetesan air yang terus turun tanpa henti.
Ia melirik jam di dinding, melihat waktu yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam, namun hujan belum juga mereda.
Kafe tempat Lea bekerja tutup lebih awal malam ini. Para pegawai lainnya sudah pulang dan menyisakan Lea dan dua teman kerjanya yang masih harus menunggu hujan reda sebelum bisa meninggalkan tempat itu.
Glekk...
Lea meneguk secangkir teh hangat yang disajikan oleh rekannya sebelum pulang tadi, untuk mengusir rasa dingin karena cuaca.
"Hujannya belum reda," gumam Lea pelan, dengan sorot mata yang masih terpaku pada jendela.
Di benaknya, sempat terlintas bayangan Saka yang mungkin sedang dalam perjalanan untuk menjemputnya. Namun, Lea segera menggelengkan kepala dan menepis pikiran itu.
Apalagi, mengingat semalam Saga sudah bersikap kasar padanya. Lagipula, selama ini Lea tidak pernah mengharapkan Saka untuk mengantarnya pulang.
Lea tidak ingin menambah masalah, terutama dengan Saga yang begitu protektif terhadapnya. "Aku bisa pulang sendiri, biasanya juga, aku pulang sendiri kok!," bisiknya.
Namun, kenyataan berkata lain. Hujan deras membuatnya sulit untuk pulang. Bahkan, menggunakan transportasi online pun bukan pilihan karena banyak kendaraan yang memilih menepi karena menunggu hujan reda.
Dengan terpaksa, Lea pun menunggu di kafe yang sudah mulai gelap karena lampu-lampu sebagian telah dimatikan.
Suara pintu kafe yang tertutup dengan berat menambah kesan sepi di tempat itu. Lea merapatkan jaketnya, karena rasa dingin semakin menusuk kulitnya.
Sementara itu, di suatu tempat yang tidak jauh dari kafe, Saka sedang berteduh di sebuah kedai kecil dengan motornya yang diparkir di depan.
Ia sudah siap untuk menjemput Lea seperti biasa, tetapi hujan yang turun mendadak membuatnya harus menunda perjalanan.
Saka duduk di kursi dekat pintu, matanya sesekali menatap keluar, berharap hujan segera reda. "Aku akan menjemputnya, apapun yang terjadi," batin Saka.
Setelah menunggu cukup lama di dalam kafe, akhirnya hujan mulai mereda. Tetesan air yang tadinya deras kini berkurang, hanya menyisakan gerimis tipis yang membasahi jalanan.
Lea memanfaatkan momen ini dan segera memesan ojek online sebelum hujan kembali turun.
Dia berdiri dari kursi, merapikan jaketnya, dan tanpa pikir panjang, langsung bergegas menuju pintu keluar.
Karena terburu-buru untuk segera pulang, Lea tidak menyadari bahwa tas yang berisi seragam sekolahnya masih tergeletak di kursi depan kafe.
Saat ojek sudah tiba, Lea langsung melompat ke atas motor ojek yang sudah menunggu di depan kafe. "Cepat, Mas, sebelum hujan turun lagi," pintanya kepada sang pengemudi.
Motor pun melaju membelah jalanan yang masih basah. Lea terus-menerus melihat ke langit karena khawatir hujan akan kembali turun dengan deras.
Dalam perjalanan pulang, Lea was-was. Ia tidak ingin sampai kehujanan dan jatuh sakit, terutama setelah hari yang begitu melelahkan.
Jalanan yang licin membuatnya khawatir, tetapi Lea hanya bisa berharap ojek yang ditumpanginya itu bisa mengantarnya dengan cepat dan selamat sampai di rumah.
Tak lama setelah Lea berangkat, Saka akhirnya tiba di kafe. Namun, yang ia dapati hanyalah kafe yang sudah hampir sepenuhnya tutup, dengan lampu-lampu yang sebagian besar telah dipadamkan.
Saka memarkir motornya di depan kafe, lalu segera turun dengan tergesa-gesa, berharap masih bisa menemui Lea.
Namun, ia tidak menemukan Lea di sana. Saat hendak pergi, Saka melihat salah satu pegawai kafe yang baru saja keluar dan bersiap untuk pulang.
"Apa Lea sudah pulang?," tanya Saka.
"Sudah, baru saja. Dia naik gojek."
Saka berjalan kembali ke motornya dengan langkah pelan. Saat menghidupkan mesin motor, sempat terlintas di benaknya untuk menyusul Lea ke rumahnya, ingin memastikan bahwa dia benar-benar pulang dengan selamat.
Namun, bayangan Saga yang dingin dan tidak bersahabat saat kemarin malam membuat Saka berpikir dua kali.
"Aku tidak ingin membuat Lea kesulitan, Paman nya terlihat galak," pikirnya.
Saka akhirnya membalikkan motornya dan memilih untuk pulang ke rumahnya. Berharap Lea benar-benar sampai di rumah dengan selamat dan tidak ada hal buruk yang menimpanya.
**
Lea turun dari gojek dengan perasaan lega. Hujan yang sempat membuatnya takut saat perjalanannya pun menghilang, menyisakan aroma segar di udara.
"Syukurlah... Akhirnya sampai rumah," gumamnya sambil mengeluarkan dompet untuk membayar ongkos.
Saat itulah, Lea tiba-tiba tersadar bahwa seragam sekolahnya tertinggal di kafe. "Ya ampun! Seragamku... Untung masih ada seragam yang lain," gumamnya, lalu melangkah cepat menuju pintu rumah.
Begitu Lea membuka pintu, sebuah pemandangan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya menyambutnya.
Ia melihat Nadia keluar dari kamar Saga dengan mengenakan baju yang jelas bukan miliknya melainkan milik Saga.
Mata Lea membelalak, dan dadanya terasa sesak. Rasa terkejutnya semakin bertambah ketika Saga ikut muncul dari kamarnya sambil memegang baju Nadia di tangannya.
Lea terdiam, tubuhnya membeku sejenak di ambang pintu. Pikirannya berputar cepat dan menerka-nerka.
"Paman, apa yang terjadi? Kenapa kalian berdua..." Lea mencoba bertanya, tapi suaranya terhenti seakan tercekik oleh perasaannya.
Air mata yang ia coba tahan akhirnya pecah dan mengalir tanpa bisa dihentikan. Karena ia berpikir jika Saga dan Nadia sudah tidur bersama.
Saga dan Nadia saling bertukar pandang, mereka tahu situasi ini bisa disalahartikan oleh Lea dan mereka pun mencoba menjelaskan.
"Lea, tidak terjadi apapun tadi..." jelas Saga dengan tenang, tapi Lea tidak mau mendengar lebih jauh.
"Paman jahat!."