"Tidak adakah pekerjaan yang bisa kamu lakukan selain mengganggu kesibukan orang lain?" Clive melirik dingin Berry yang duduk disebelahnya.
"Aku hanya ingin wanita itu menjadi ibuku. Bila menunggu Ayah, sampai sekarang tidak ada tanda-tanda kehidupan," Berry ikut melirik dingin pada ayahnya.
"Siapa yang mau menjadi Ibumu? Wanita itu?" Clive tersenyum sinis mendengar ucapan putranya.
"Aku saja tidak mau jadi Ayahmu. Terpaksa saja, karena kamu adalah anakku," Clive membuka sabuk pengamannya, lalu segera turun dari mobil. Ia membuka pintu, lalu meraih tubuh kecil Berry masuk dalam gendongannya dan menyerahkannya pada pengasuhnya.
"Pastikan pria kecil ini tidak membuntutiku lagi."
"Baik Tuan," David membungkuk hormat, lalu menggandeng tangan Berry yang segera ditepis anak itu lalu berlari memasuki rumah.
Ikuti kisah Berry, yang memilih sendiri siapa wanita yang dijadikan sebagai ibunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Minta Bantuan Clive
Kantor Kalimas Group.
Clive melintas didepan para pegawainya dengan wajah datar seperti biasanya, walau demikian, mereka tetap merunduk hormat hingga sang majikan berlalu.
Didalam lift, Clive masih kefikiran apa yang telah disampaikan Sizy saat dirinya mengantarkan isteri pilihan pria kecilnya itu kembali kekantor setelah makan siang tadi, ia memperhatikan satu persatu daftar nama dalam kartu keluarga yang baru saja masuk keponselnya.
Flashback On:
"Apa yang ingin kamu bicarakan?" Clive menoleh pada Sizy yang masih memperhatikan ayunan langkah kaki Fiona yang mendahuluinya masuk kekantor Laboratorium Pemerintah.
Mendengarnya, Sizy mengalihkan atensinya pada Clive, menemukan laki-laki itu tengah memandanginya.
"Oh God! Tatapannya," seperti biasa, Sizy berusaha bersikap setenang mungkin, ingin rasanya menghindar tapi tidak mungkin ia lakukan. Walau sudah terbiasa dalam situasi serupa itu selama hampir dua bulan pernikahan mereka, tetap saja rasa nervous itu selalu muncul saat pandangan matanya dan Clive saling bertemu.
"Katakan saja, jangan sungkan," Clive kembali berbicara saat isterinya itu masih menatapnya tanpa suara hingga beberapa detik telah berlalu.
"I-itu, itu--" Sizy tergagap, langsung tersadar dari lamunannya.
Clive masih menatap, menunggu dengan sabar apa yang ingin diucapkan oleh isterinya itu.
"M-maafkan aku sebelumnya. Bukan maksudku ikut campur dalam urusan pekerjaanmu, atau apapun itu namanya. Aku hanya ingin tahu, kemana para warga tepian sungai Mahakam yang rumahnya telah digusur itu dipindahkan? Aku sempat membaca surat kabar, kalau proyek pekerjaan tata taman kota ditepian sungai Mahakam pembangunannya dikelola oleh beberapa kontraktor dibawah naungan Kalimas Group," tanya Sizy akhirnya.
"Pihak perusahaan sudah menyediakan komplek perumahan dipinggiran kota. Karena didalam kota, lahan untuk perumahan sudah tidak ada lagi, kalaupun ada tidak bisa menampung semua warga yang rumahnya digusur itu."
"Bila memindahkan mereka secara acak, dikhawatirkan adanya kecemburuan sosial, ada yang merasa di-anak emas-kan, atau di-anak tiri-kan. Kecuali bila warga yang bersangkutan itu sendiri yang memilih tempat pindahnya, mereka akan diberi ganti-untung yang pantas, bukan ganti-rugi," jelas Clive.
"Dan aku yakin, tentu ada sesuatu sampai kamu menanyakan ini, jujurlah. Ini kali pertama kamu menanyakan pekerjaanku," selidik Clive dengan raut penuh tanya.
"Sebenarnya, salah satu rumah yang telah digusur itu adalah rumah orang tua Fiona, yang berada di jalan Gajah Mada, tepian sungai Mahakam telah digusur paksa tadi pagi. Mereka bahkan tidak sempat memindahkan barang-barang. Begitu pula masalah ganti-untung yang kamu maksud, itu belum mereka dapatkan dari pihak kontraktor."
"Beruntungnya, ada salah satu kenalan yang mau menampung mereka untuk sementara waktu sebelum mereka menemukan rumah kontrakan baru."
Clive tercenung sesaat, wajah datar itu memperlihatkan keningnya yang mengkerut karena memikirkan sesuatu.
"Tolong, kirimkan kartu keluarganya ke ponselku, aku akan memeriksanya nanti dikantor," pinta Clive kemudian.
"Baiklah, aku akan memintanya pada Fiona lalu mengirimkannya padamu. Aku harap masalah ini bisa terselesaikan dengan baik tanpa harus merugikan salah satu pihak," Sizy tersenyum tipis, merasa sedikit lega. Dirinya yakin, Clive akan membantu dan melakukan bagiannya.
Flashback off.
Ting!
Dengan langkah ringannya, Clive keluar dari dalam lift menuju ruangannya, setelah menekan salah satu kontak pegawainya yang ada diponselnya.
📞"Bawa keruanganku semua dokumen penting pembebasan lahan warga tepian sungai Mahakam yang ada di jalan Gajah Mada," ucap Clive sambil memasuki ruangannya.
📞"Baik Tuan," sahut suara seorang pria dari seberang sambungan telepon.
Kring! Kring! Kring!
Clive buru-buru menghampiri mejanya, mengangkat telepon yang meminta perhatiannya, sembari memasukan ponsel kedalam saku jasnya.
📞"Hallo."
📞"Tuan, saya sudah selesai menyeleksi empat calon sekretaris baru, dan saya telah memilih salah satu yang terbaik. Kapan Tuan ada waktu untuk meinterview?" tanya Yance.
📞"Persilahkan dia datang keruanganku sekarang."
📞"Baik Tuan."
Clive meletakan gagang telepon kembali pada tempatnya. Ia melangkah memutar menuju kursinya dibelakang meja.
Tok. Tok. Tok.
"Cepat sekali tibanya," monolog Clive, menoleh kearah pintu. Pasalnya, ia baru saja mendudukan diri pada kursi dan laptop-nya pun belum menyala secara sempurna.
"Masuk!" Clive menyaringkan suaranya.
Sosok wanita muda, masuk dengan langkah anggunnya yang bersahaja, tidak lupa mengulas senyumnya yang paling menawan, menatap tanpa bisa berkedip pada calon bos barunya yang duduk dibelakang meja.
"Selamat siang tuan Clive, saya Yessi Amalia. Manager Yance yang meminta saya datang kemari," ucap wanita itu memperkenalkan diri begitu berdiri didepan meja sang calon majikan.
"Setelah melalui test wawancara oleh manager Yance, kamu pastinya sudah tahu selanjutnya akan diwawancara oleh siapa? Kenapa berpakaian tidak selayaknya seorang sekretaris?" datar Clive dingin, setelah sekilas melihat penampilan Yessi.
"Saya punya alasan sendiri kenapa berpakaian seperti ini Tuan, tapi saya tidak bisa mengungkapkannya karena ini privacy." ungkap wanita itu tenang.
"Apapun yang menjadi alasanmu, saya tidak bisa menerimamu menjadi sekretaris," putus Clive.
Yessi terhenyak, namun berusaha menyembunyikannya dengan tetap bersikap tenang.
"Tuan memberi keputusan hanya dari penampilan saja, bahkan tidak sempat melihat CV saya?" tekan Yessi dengan nada tidak terima.
"Test wawancara ini diadakan untuk mencari sekretaris saya. Bagaimana kita bisa berkerjasama dengan baik kalau kesan saya tentangmu sudah tidak baik diawal. Sekarang, silahkan tinggalkan ruangan ini, saya tidak suka perdebatan."
"Sial!" umpat Yessi didalam hati. Ia membuang napasnya dengan perasaan kesal menahan amarah. Tanpa berpamitan, wanita itu berbalik lalu pergi.
Bersambung...✍️
Otw unboking kah…
🤭🤭
malu sangat diriku,, gak terlalu banyak tau tentang budaya sendiri🥲🥲🥲
iklan ku masih lengkap padahal udah malem.🤭