Petualangan seorang putri dengan kekuatan membuat portal sinar ungu yang berakhir dengan tanggung jawab sebagai pengguna batu bintang bersama kawan-kawan barunya.
Nama dan Tempat adalah fiksi belaka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tenth_Soldier, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta Pandangan Pertama
Bahri Masiak sedang sibuk merapikan keranjang-keranjang besar berisi rempah-rempah di lapaknya.
Pamannya, Mangkuto sedang duduk sambil menghitung laba menggunakan sempoa, sesekali dia melihat keponakannya yang sedang sibuk itu.
Pasar Gungca yang berada dekat pelabuhan Gungca itu sangat ramai hari ini.
Pasar atau masyarakat Waja menyebutnya pekan di Gungca itu terdiri dari berbagai jenis lapak yang menjual berbagai jenis kebutuhan banyak orang.
Ada lapak yang menjual sayur dan buah-buahan, menjual kain, menjual berbagai jenis kerajinan gerabah, ada lapak yang menjual daging dan ikan.
Di pasar itu juga ada beberapa kedai makan dan penginapan. Interaksi antara pedagang dan pembeli, pedagang dengan sesama pedagang atau pembeli dengan pembeli terkadang membawa dan menggiring pembicaraan yang tidak berkaitan dengan transaksi mereka.
Kabar tentang penyerangan yang akan dilakukan negeri atas angin ( negeri di luar Nasutaran) , kasak- kusuk skandal bangsawan, atau hal-hal tak masuk akal terkadang di dengarnya.
Seperti pagi tadi dia sempat mendengar dua orang prajurit istana yang hendak membeli cengkeh dan kayu manis.
Mereka bercakap-cakap tentang seekor ular sebesar batang pohon kayu medang yang memangsa dan meresahkan penduduk di lereng gunung Rembuba.
Bahri yang tahu betul ukuran pohon Medang membayangkan betapa mengerikannya ular yang mereka bicarakan, tapi apakah yang mereka bicarakan itu memang nyata?
Bahri merasa itu tak masuk akal meskipun dia pernah melihat ular dengan ukuran sebesar batang pohon kelapa tapi jika di bandingkan dengan ukuran pohon kayu medang tentulah sangat berbeda jauh ukurannya.
Selain desas-desus ular besar itu dia juga mendengar tentang kesaksian seseorang yang melihat buaya raksasa di Lamakintan, yang dia dengar katanya buaya itu sebesar seekor gajah.
" Ah entahlah apa semua itu hanya karangan seseorang yang hanya membual dan ingin meresahkan banyak orang ? " batinnya.
Tak lama kemudian seorang pembeli datang dan melihat-lihat cengkeh di lapaknya.
" Mari nona silahkan dilihat-lihat itu cengkeh terbaik asli daerah Maga di pulau Maresuta wilayah barat... " Bahri mencoba menawarkan dan mempromosikan dagangannya.
Bahri memperhatikan gadis itu dengan seksama , dan melihatnya menggenggam cengkeh di keranjang dan menghidunya untuk mengetahui keharuman cengkeh itu.
" Hemm harum sekali," komentar gadis itu.
Bahri melihat penampilan gadis itu lain dari penampilan gadis Waja pada umumnya, atau bisa jadi dia bukan dari Waja pikirnya lagi setelah melihat pakaian yang dikenakan gadis itu.
Dan ketika pandangan mata mereka beradu...
Ada desir dalam sanubari Bahri, dia ingin mengenal lebih dalam dengan nya.
" Cantik sekali.. " batin Bahri mendahului mulutnya yang masih melongo.
" Permisi berapa harga satu batok untuk cengkeh ini? " Tanya gadis itu malu-malu, kedua pipinya bersemu merah oleh karena tatapan pedagang muda nan tampan itu.
Batok kelapa adalah satuan ukuran berat di masa itu.
Bahri masih belum merespon pertanyaan itu ketika... Andiek berseru padanya, " Hey! Jangan melamun saja melihat gadis cantik! "
Bahri melihat bocil menyembul di balik punggung gadis cantik yang memakai jubah dan seraung berhiaskan bulu burung enggang.
" Eh...emmm..ummm iya ada apa tadi? " Bahri gelagapan dibuatnya pipinya pun ikut merona.
" Aku bilang berapa harga cengkeh ini satu batoknya?" tanya Mawinei kembali. Dalam hatinya Mawinei juga terpesona pedagang muda di depannya itu.
"Tinggi, besar, tampan dan masih muda tapi sudah pandai berniaga di lapak yang besar seperti ini dan sorot pandangannya yang begitu menentramkan itu, pasti dia pekerja keras yang tangguh ah.... andaikan," ternyata pandangan pertama mereka saling bersambut,
Mawinei tersenyum riang di hatinya. Dia belum pernah merasakan hal seperti yang dirasakan hatinya bagaikan terkena kejutan kecil namun kuat seketika.
" Oh, iya, satu batok cengkeh jenis yang ini kami beri harga tiga ketip," jawab Bahri Masiak kikuk.
" Kalau begitu berikan dua batok cengkeh ya," pinta Mawinei.
" Ada lagi yang nona inginkan," tanya Bahri sambil mengambil dua batok cengkeh dan dimasukkannya dalam tas kecil terbuat dari anyaman daun pandan.
" Sebentar, boleh lihat lihat dulu kan? " jawab Mawinei serba salah. Pesanan neneknya harus dicarinya lagi dia malu untuk bertanya pada Bahri dan sebenarnya dia ingin berlama sebentar di lapak itu sambil menunggu putri Tihu yang sedang berbelanja di lapak samping dan juga dia ingin lebih dekat dengan pemuda yang mulai menarik hatinya itu.
Sambil melihat-lihat berbagai keranjang besar kecil yang berisi aneka rempah-rempah itu dia berjalan dan disertai Bahri Masiak di sampingnya.
" Eh, jangan dekat-dekat!" Andiek yang melihat bahasa tubuh mereka menggoda dan menyeruak di antara Bahri dan Mawinei.
" Eh ini adik kamu ya? " Bahri membuka obrolan.
" Anggap saja iya ." Mawinei menjawab tenang meski hatinya tersenyum melihat kepolosan hati Andiek yang sepertinya tahu perasaan mereka berdua.
" Kok, dianggap? Maksudnya? " tanya Bahri lagi sambil melihat Andiek dan baju yang dikenakannya tampak seperti kontras dengan pakaian Mawinei.
" Nemu dia di jalan ya? " kembali bertanya sekaligus meledek Andiek.
" Hihihi...iya betul," Mawinei tak tahan tersenyum mendengarnya.
" Ah kak Mawinei bisa saja, yuk! sudahan belanjanya lalu pulang," Andiek kesal dikerjain muda mudi yang umurnya jauh di atasnya itu.
" Mmm... ada buah pinang tidak?!" Mawinei mencari pesanan neneknya yang suka memakai pinang dalam sirihnya.
" Ada mari sini!" Bahri mendahului Mawinei dan Andiek sambil menunjuk satu keranjang yg berada sedikit di ujung ruangan lapak itu.
" Berapa harga pinang ini per batoknya? " tanya Mawinei
" Hanya satu ketip satu batoknya," jawab Bahri. Sekedar informasi tentang pinang, Pohon ini merupakan salah satu tanaman dengan nilai ekonomi dan potensi yang cukup tinggi.
Tanaman yang memiliki batang lurus dan ramping ini memiliki banyak sekali manfaat dan umum dikenal sebagai tanaman obat.
Pemanfaatan tanaman pinang selain untuk dijual keluar negeri Nasutaran seperti ke Kok Tiong ( nama lain negeri Cani) dan beberapa negeri Atas Angin lainnya, di beberapa daerah Maresuta dan Lamakintan dimanfaatkan untuk acara seremonial seperti ramuan sirih pinang untuk upacara adat.
" Tolong dua batok pinangnya," Mawinei
" Maaf boleh aku bertanya? " akhirnya Bahri mencoba memberanikan diri
" Ya, tentu saja," jawab Mawinei sedikit menengadah karena tinggi badan Bahri Masiak yang bediri terlalu dekat dengannya, mengharuskan dia mengangkat wajahnya.
Kemudian Bahri berpikir sejenak dan...
" Bawa kurma di punggung unta, Kurma setumpuk tidaklah ringan; Jumpa pertama langsung cinta, Semoga tak bertepuk sebelah tangan." Dia meyakinkan perasaan dirinya dengan berpantun.
Mawinei tersenyum malu tapi dia juga kagum masih ada pemuda yang pandai berpantun, mengingatkannya pada neneknya yang sering mengajari adiknya berpantun saat menggunakan batu bintang hijau lumut nya.
Padahal tanpa berpantun pun kekuatan batu bintang neneknya itu tetap bisa menumbuhkan tanaman atau pohon yang dia inginkan.
Tentu saja Mawinei juga bisa berpantun dia pun menjawab Bahri.
" Pucuk di awan melambai mesra, Akar berjumpa di perut bumi; Bertemu kita tanpa suara, Adakah cinta mulai bersemi?"
Sambil menunduk Mawinei menjawab dengan malu-malu. Mereka berdua tidak menyadari di belakang mereka ada Andiek yang menggandeng tangan Mangkuto.
Dan pantun baru terdengar :
"Ehem-ehem... "
" Rembulan malam terlihat cerah, Sampan tersesat kehilangan arah
Tetap semangat jangan menyerah, Kerjakan tugas dengan gairah."
Mangkuto membuyarkan suasana yang romantis itu sambil tersenyum sementara Andiek tergelak-gelak.
Bahri dan Mawinei tersadar dari dunia yang serasa milik mereka berdua saja.
Bahri buru-buru mengambil tas anyaman pandan yang telah diisi dua batok pinang. dan memberikan pada Mawinei.
Ayo Thor ini request aku pengen novel ini jangan di tamatin dulu