London, sebuah tempat yang menyisakan kenangan termanis dalam hidup Orion Brox. Dalam satu hari di musim panas, ia menghabiskan waktu bersama gadis cantik yang tak ia ketahui namanya. Namun, rupa dan tutur sapanya melekat kuat dalam ingatan Orion, menjelma rindu yang tak luntur dalam beberapa tahun berlalu.
Akan tetapi, dunia seakan mengajak bercanda. Jalan dan langkah yang digariskan takdir mempertemukan mereka dalam titik yang berseberangan. Taraliza Morvion, gadis musim panas yang menjadi tambatan hati Orion, hadir kembali sebagai sosok yang nyaris tak bisa dimiliki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
One Day In London 3
Kepulangan Orion dari London mengejutkan semua penghuni rumah. Mulai dari orang tuanya—Riu dan Vale, saudara kembarnya—Olliver, sampai beberapa pelayan yang bekerja di rumah tersebut.
Bagaimana tidak, tuan muda yang biasa cuek, datar tanpa ekspresi, dan tidak peduli dengan hal lain selain pekerjaan, hari itu pulang sambil membawa sepasang kucing warna abu-abu. Orion tak hanya menggendong hewan itu, tetapi juga mengajaknya bicara dan tertawa, seolah-olah dia terlahir sebagai manusia pecinta kucing.
"Heh, kamu nggak salah makan? Mau ngobrol dan ketawa sama kucing? Nemu di mana kamu hewan itu?"
Olliver yang pertama kali menegur Orion. Sebagai saudara yang lahirnya hanya selisih empat menit, Olliver hafal benar seperti apa Orion. Jangankan mengobrol dan bercanda dengan kucing, memanggil sekilas saja dia tidak akan mau. Entah angin apa yang sekarang mengubah jalan pikiran Orion.
"Sembarangan aja nemu, ini aku beli. Mulai sekarang aku akan memelihara kucing. Awas kalau kamu sakiti!" ancam Orion sambil melotot tajam.
Alih-alih takut, Olliver justru makin mendekat dan menyentuh kening Orion.
"Nggak panas, tapi kok kayak kumat. Habis kesambet setan London ya?" ucapnya sambil tertawa renyah.
Vale hanya menggeleng-geleng melihat tingkah mereka yang kekanak-kanakan, padahal usia tak lagi muda. Namun, di balik itu semua Vale juga heran, apa gerangan yang membuat Orion tiba-tiba ingin memelihara kucing. Apakah ada sesuatu yang terjadi di London?
"Kelihatannya ... kamu sangat senang, Nak," ujar Vale sambil ikut mengelus-elus kucing yang dibawa Orion.
"Mama tahu aja."
"Ada apa? Ketemu calon menantu Mama kah di sana?" tebak Vale, sangat tepat sasaran.
Orang cuek kalau sedang jatuh cinta memang jelas sekali tanda-tandanya, dan Vale juga pernah muda, makanya tak sulit menebak ke arah sana.
"Ah, Mama sembarangan deh. Orang kayak kulkas macam dia mana bisa jatuh cinta. Melihat perempuan aja bawaannya langsung kabur. Nggak tahu deh, jangan-jangan tertariknya malah sama laki." Sebelum Orion menjawab, Olliver lebih dulu menyela, dan tentu saja sambil tertawa. Dia tak peduli meski Orion memelototinya lebih tajam.
"Kamu jangan meledek kakakmu seperti itu, Olliver. Asal kamu tahu, orang cuek dan dingin seperti Orion, sekali jatuh cinta tidak main-main." Kali ini Riu yang bicara. Teorinya tidak datang dari artikel mana pun, tetapi berkaca dari diri sendiri. Dulu dia juga dingin dan cuek, dan sekalinya jatuh cinta dengan Vale, jangan ditanyakan lagi sebesar apa cintanya.
Merasa mendapat pembelaan, Orion tersenyum seketika. Lantas dengan cepat menatap Olliver dan bicara keras padanya, "Dengar tuh apa kata Papa! Awas kalau lain kali sembarangan bicara, aku doain kamu nggak laku sampai tua!"
Olliver tertawa terbahak-bahak. Lalu menyahut dengan keras pula, "Seorang Olliver mustahil nggak laku, Bro! Para gadis udah antri di belakang. Kalau mau nikah tinggal pilih salah satu, beres!"
Meski sudah menaiki anak tangga, tetapi Orion masih bisa mendengar jawaban Olliver, dan dalam hati juga membenarkan pernyataan itu.
Olliver jauh berbeda dengan dirinya yang cuek. Laki-laki itu lebih ramah, hangat, dan pintar bergaul. Meski katanya hanya sebatas teman, tetapi nyatanya cukup banyak wanita di sekitar Olliver. Banyak pula di antara mereka yang memuji Olliver sebagai lelaki yang manis dan romantis.
Sementara Orion sendiri, ah entah bagaimana tanggapan wanita-wanita yang pernah mengejarnya. Sama sekali tidak dipedulikan, mungkin mereka akan menilai Orion sebagai lelaki yang menyebalkan.
Bahkan, meski dibandingkan dengan Reyver, adik bungsu mereka yang kini tinggal di Singapura, Orion juga kalah hangat. Tempo hari Reyver sudah mengenalkan kekasihnya pada Riu dan Vale. Walau hanya lewat panggilan video, tetapi setidaknya cukup untuk membuktikan bahwa Reyver bisa berhubungan dengan wanita, tidak seperti Orion yang hidupnya tanpa wanita.
"Tunggu aja nanti, aku akan mengenalkan Sunny pada Mama dan Papa. Aku yakin mereka akan kagum denganku karena bisa memenangkan hati gadis secantik Sunny," batin Orion sambil berjalan menuju kamarnya. Dua kucing yang sejak tadi masih digendong, sekarang pun masih dibawa serta.
Barulah ketika tiba di kamar, Orion melepasnya dan membiarkan mereka bermain di lantai. Pekerjaan baru untuk pelayan, yang pasti akan lebih sering membersihkan kamar sang tuan.
Selain memandangi kucing yang berlarian ke sana kemari, Orion mengeluarkan gantungan kunci berbentuk daun maple yang ia bawa dari London. Senyuman lebar kembali tercetak di bibir Orion. Bayangan tentang Sunny lagi-lagi menari dalam ingatannya, menciptakan rindu yang makin lama makin menggebu. Ahh, andai waktu bisa diulang dan dihentikan dalam menit yang diinginkan.
"Sunny, aku merindukanmu."
Bersambung...
semoga happy ending