Kehidupan Nazela begitu terasa sesak. Iya,dia bisa menajali hidup sesuai keinginan nya namun,tak ada hari tanpa berdebat dengan sang mamah yang ingin anaknya menjadi dokter. Keputusan Nazela menjadi seniman membuat sang mamah murka setiap harinya,hingga membuat Nazela sesak setiap kali melihat mamahnya.
Namun kehidupannya mulai berubah ketika sang sahabat mengenal kan nya pada Islam. Nazela memang seorang muslim namun ia cukup jauh dari kata taat karna background keluarga nya. Pola pandang Nazela mulai berubah ketika Sabrina mengenalkan nya pada tempat bernama pesantren. Ia mulai belajar mengenal Islam lebih dalam hingga ia merasa nyaman dengan hijab dan baju baju panjang yang tak membentuk lekuk tubuh nya. Ia akhirnya ia harus menghadapi berbagi macam ujian hidup termasuk ujian percintaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ell lestari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Perasaan
Malik mengunci mobilnya, ia kembali ke pesantren setelah mengantar Nazela ke restoran. Langkahnya yang menuju rumah bu dek nya itu mendadak berhenti ketika berpapasan dengan Sabrina yang berjalan dengan ummi nya.
"Assalamualaikum pak"
"Waalaikumussalam. Sab. Kamu mau kemana?"
"Aku nek ambil berkas skripsi nang kos an "
"Kamu mau berangkat kuliah?"
"Enggih pak"
"Kalo gitu bareng aja"
"Oh ndak usah pak, aku kan nek ke kos an dulu. Nanti ngerepotin bapak"
"Kos an kamu searah sama jalan kampus kan?"
"Iyo pak, tapi ndak usah lah pak!"
"Ibu kamu masih di sini kan?"
Jawab Sabrina dengan menganggukkan kepalanya.
"Jadi kamu bakal balik lagi ke sini kan?"
Jawab Sabrina lagi dengan anggukan kepala nya.
"Ok kalo gitu, kamu tunggu saya di mobil! Saya ganti baju sebentar!"
"Tapi pak......!!"
Malik tak menghiraukan ucapan Sabrina, ia terus berjalan sambil menoleh ke arah Sabrina, Malik mengangkat jari telunjuknya dan di taruh nya di depan mulutnya, memberi tanda bahwa tidak ada penolakan untuk Sabrina. Sabrina yang memahami itu langsung terdiam pasrah dan berjalan ke arah tempat Malik memarkirkan mobilnya.
"Kamu kenapa Sab?"
Tanya Malik melihat Sabrina yang terlihat tak nyaman duduk di dalam mobilnya.
"Ndak popo pak"
Jawab Sabrina dengan senyum singkatnya.
"Kamu kepanasan atau kedinginan?"
Tanya Malik khawatir sambil memeriksa kontrol AC mobilnya.
"Oh ndak pak, aku cuman ndak biasa aye pergi berdua sama laki laki"
Jawab Sabrina sedikit kaku. Mendengar jawaban Sabrina, Malik langsung terdiam seribu bahasa, ia tak tahu harus berkata apa. Malik terlihat gugup, seketika ia hilang konsentrasi kemudi nya.
"Maaf Sab, terus. Kamu. Mau gimana?"
Tanya Malik dengan susunan kata yang terbata bata.
"Ndak kenopo nopo pak, aku cuman ndak biasa aja. Pak Malik ndak usah merasa bersalah gitu tok! Aku sing jadi ndak enak"
Ujar Sabrina mencoba mengembalikan suasana di dalam mobil itu menjadi seperti sebelum mereka berada di dalam mobil.
"Oh iyo pak, aku denger dari bu dek. Katanya pak Malik sing ngajak Nazela sarapan pagi tadi?"
"Iya, Nazela kenapa ya Sab? Kok tadi pagi kaya banyak ngelamun gitu? Terus kenapa dia gak sarapan bareng? Bukannya tadi pagi mamah nya yang masak?"
Tanya Malik tanpa henti setelah merasa Sabrina jauh lebih nyaman dengan nya. Mendengar pertanyaan Malik yang tak putus putus itu, Sabrina menahan senyumnya. Ia sedikit kaget dengan sikap cerewet Malik yang selama ini terlihat tegas dan berwibawa.
"Loh kamu kenapa senyum senyum gitu Sab?"
Tanya Malik karena Sabrina tak kunjung menjawab pertanyaannya, melainkan diam dengan bibir yang menahan senyumannya.
"Lucu aye pak, ternyata pak Malik iki bawel juga yok? Koyo ibu ibu sing lagi arisan"
Ujar Sabrina sedikit terkekeh membuat Malik juga ikut terbawa suasana
"Kamu jangan salah loh! buktinya Nazela jadi senyum lagi kan waktu saya ajak makan. Lagian dia itu kenapa sih tadi pagi?"
Tanya Malik lagi yang masih penasaran
"Nazela itu emang lagi ada sedikit masalah sama mamahnya, waktu dia tau aku ajak mamahnya ke pesantren juga dia marah banget, di tambah tadi pagi mamahnya bikinin sarapan di rumah bu dek, dan Nazela pikir kalo itu rencana mamahnya buat rusak impian Nazela lagi"
Dengan hati hati Sabrina menjelaskan pada Malik apa yang terjadi pada Nazela
"Masalah awalnya apa?"
"Jurusan kuliah, mamahnya itu ndak mau kalo Nazela ambil seni. Soale mamah nya itu nek Nazela ambil kedokteran. Yo pokok e gitu lah pak. Oh iyo, bapak bilang pergi karo Nazela? saiki ndi tok Nazela e?"
"Udah saya anter ke resto"
"Owalah"
Obrolan keduanya berakhir, suasana di dalam mobil terlihat tenang namun lebih nyaman dari sebelum nya.
*****
Nazela berlari memasuki pintu rumah sakit yang juga diikuti Afkar di belakangan nya, wajah nya yang nampak cemas seakan menampakkan sosok Nazela yang berbeda. Nazela memang menganggap dirinya sangat membenci ibunya, namun jauh di dalam kalbunya, rasa kasih dan sayangnya masih begitu besar.
"Sus, pasien atas nama Farah Anindya di mana?"
Tanya Nazela panik pada perawat rumah sakit yang petugas admisi itu.
"Sebentar ya mba!"
Ucap sang perawat
"Wali ibu Farah?"
Tiba tiba seorang suster yang sedang berjalan di iringan Nazela dan Afkar melontarkan pertanyaan
"Iya sus, saya anaknya"
Jawab Nazela cepat
"Mari ikut saya mba!"
Tuntun sang perawat pada Nazela dan juga di ikuti Afkar di belakangnya, tak lupa Afkar mengucapkan terimakasih kepada petugas admisi yang sedang mencari data, ia mewakilkan Nazela yang tak sempat mengucapkan terimakasih karena rasa khawatir nya yang begitu besar.
Suster yang mengarahkan Nazela berhenti di depan tirai ruang pemeriksaan, tak banyak bicara dan tanpa keraguan sang suster langsung membuka tirai tersebut. Dengan perasaan cemas nya, Nazela mendapati sang mamah yang sedang meringis kesakitan sambil memegang lengannya yang sudah berbalut perban, Perban juga terlihat di area dahi dan rahangnya. Dengan tatapan marahnya Nazela juga mendapati balutan perban pada pergelangan kaki mamahnya.
"Kok bisa gini mah?"
Tanya Nazela dengan binaran matanya yang terlihat memiliki dua arti, sambil berjalan ke arah mamahnya Nazela terus memperhatikan satu persatu perban yang ada di tubuh sang mamah
"Mamah saya udah bisa pulang sus?"
"Bisa mba, untuk administrasi nya sudah di urus oleh dokter Camila. Jadi nanti ibu Farah bisa langsung pulang dan ambil obatnya, kalo gitu saya permisi dulu ya mba, mas, bu Farah''
"Makasih sus"
"Mamah tuh sengaja kan ngelakuin kaya gini? mamah sengaja ngelukain diri mamah sendiri biar aku kena marah kak Mila? oh, atau mamah mau cari perhatian setelah sekarang mamah bisa kenal sama orang orang terdekat aku?"
Tanya Nazela mencecar setelah sang suster meninggalkan mereka.
"Mamah gak ada niatan seperti itu nak"
Ujar mamah nya dengan suara yang bergetar, mamahnya menahan tangis nya setelah mendengar kalimat yang Nazela lontarkan
"Kalo gitu kenapa mamah gak suruh aja orang yang udah kak Mila bayar buat bantu mamah ke pasar? kalo kaya gini, yang repot siapa? aku juga kan? terus mamah udah lapor polisi? buat nangkap pelaku nya?"
Tanya Nazela lagi penuh emosi, ia terus melontarkan pertanyaan tanpa memberi jeda mamahnya untuk menjawab. Mata mamahnya yang sudah berlinang air mata tak mampu menjawab semua yang Nazela tanyakan.
"Wis tok Zel! mamah mu iki masih kaget, mendingan kita bawa pulang mamah mu dulu. Mamah mu harus istirahat"
Ujar Afkar yang tak tega melihat raut sedih mamah Nazela, ia memotong tatapan tajam Nazela pada mamahnya.
"Ini siapa ya?"
Tanya mamah yang baru menyadari kehadiran Afkar.
"Permisi bu, maaf saya Afkar atasan e Nazela nang restoran"
Jawab Afkar memperkenalkan dirinya.
"Oh jadi ini anak nya bu Zulfa?"
Ucap kaget mamah pada Afkar sambil tersenyum manis
"Enggih bu"
"Udah deh mah, gak usah sok manis! mamah seneng kan ketemu sama orang yang berhubungan sama aku karena kerjaan? mamah punya rencana apa?"
Tanya sinis Nazela lagi menyirnahkan senyum manis mamahnya dan Afkar
"Wis tok Zel! mendingan saiki kamu pergi ambil tebus obat e! biar mamah mu aku bawa nang mobil"
"Udah deh Af! lo gak usah ngurusin gue sama nyokap! mending lo balik lagi aja ke resto"
"Ndak iso Zel, mamah mu iki masih koyo ngene. Kamu ndak iso bawa mamah mu pulang naik kendaraan umum"
"Gue bisa pesen taxi online kok, jadi lo gak usah khawatir"
"Tapi aku ndak mau"
Cetus Afkar yang sudah membantu mamah Nazela turun dari hospital bed.
"Udah lah Af, gak usah!"
Paksa Nazela lagi, namun tak Afkar hiraukan
"Af!!!!"
Bentak Nazela yang kesal karena Afkar tak mendengarkan nya
"Zel!!"
Afkar balik membentak namun tidak terdengar sangar karena jenis suara Afkar yang tegas di dengar namun lembut di rasa. Nazela menuruti perkataan Afkar yang menatapnya tajam, dengan langkah dan raut wajah malas nya, Nazela berjalan keluar ruang pemeriksaan untuk menebus obat yang sudah Camila tangani administrasi nya.
Rumah sakit itu bukan rumah sakit tempat Camila bekerja, namun perawat yang mengarahkan Nazela tadi adalah seorang kepala perawat di sana dan dulu dia merupakan suster yang bekerja dengan Camila. Dia juga sudah mengenal ibu Farah, jadi dia bisa langsung mengenali siapa ibu ibu yang datang seorang diri ke rumah sakit dengan luka di setiap bagian tubuhnya, dia pun segera menghubungi Camela.