S 5
Tak hanya mengalah dan memendam perasaan, dia juga rela bertanggung jawab atas kesalahan fatal yang dilakukan adiknya hanya demi menjaga perasaan wanita yang dia cintai dalam diam.
(Mohon baca setiap kali update! Jangan menumpuk bab, jangan lompat baca apalagi boom like. Retensi bergantung dari konsisten pembaca.🙏🙏🙏)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30. HEY BABY BOY
"Gimana Kak, kandungan Alesha baik-baik saja, kan?" Tanya Raka cemas. Beberapa saat lalu, Alesha tiba-tiba saja mengeluhkan kram perut dan tak lama disusul adanya bercak darah. Walau hanya bercak tapi tetap saja membuatnya panik.
Kiara menghela nafas panjang, "Kakak sudah sering ingatkan, untuk menjaga kandungan Alesha baik-baik. Yang dialami Alesha sekarang itu karena faktor stress. Kenapa, apa kalian habis bertengkar?" Tanyanya.
Raka menggeleng lalu menundukkan kepalanya sejenak, beberapa hari ini mood Alesha memang sedang tak baik-baik saja. Itu semua karena istrinya itu melihatnya menatap Kinan dengan tersenyum, meski ia sudah meyakinkan tidak ada apapun diantara ia dan Kinan tapi Alesha tetap tak sepenuhnya percaya.
Meski Kinan dan Azka telah pindah, tetap saja Alesha masih memikirkan hal itu. Prasangka yang tidak-tidak selalu menggerayangi pikiran istrinya.
"Jika terus terjadi secara berulang, bukan hanya berdampak pada kandungan Alesha tapi bisa membahayakan nyawa Alesha juga. Kalau sudah begitu, tiada cara lain selain...
"Kak," Raka langsung memotong ucapan kakaknya sembari menggenggam erat tangannya. "Aku mohon, lakukan yang terbaik untuk Alesha." Pintanya penuh harap. Dia tahu apa yang ingin dikatakan kakaknya, bahkan untuk mendengar pun ia tidak sanggup apalagi jika benar-benar sampai terjadi.
Tidak, ia tidak ingin Alesha dan kandungannya kenapa-kenapa. Ia ingin keduanya tetap baik-baik saja. Alesha harus melahirkan bayinya dengan selamat. Bayi yang sangat ia idam-idamkan, untuk mendapatkannya pun sampai harus memaksa Alesha menghentikan penggunaan kontrasepsi.
"Kakak akan berusaha melakukan yang terbaik untuk Alesha, tapi semuanya kembali lagi pada kehendak Tuhan. Kamu berdoa saja, semoga kandungan Kinan bisa bertahan, jika tidak terpaksa harus digugurkan demi keselamatan nyawa Alesha sendiri."
Raka memejamkan matanya, hanya kalimat itu saja yang bisa dibilang belum tentu akan terjadi, tapi ia sudah merasa sangat terpuruk. Ia tidak bisa membayangkan jika kandungan Alesha benar-benar harus digugurkan.
Tanpa mengucapkan apapun lagi, Raka beranjak dari tempat duduknya. Keluar dari ruangan kakaknya, melangkah gontai menuju ruangan di mana Alesha berada.
Karena sedang melamun, ia tidak melihat dua orang yang berpapasan dengannya. Hingga sebuah tepukan di bahu membuatnya terkejut.
"Bang," ekspresinya sedikit terkejut melihat keberadaan Azka dan Kinan.
"Kenapa kamu ada di sini?" Tanya Azka. Dari ekspresinya terlihat cemas. Khawatir jika salah satu orangtuanya yang jatuh sakit, secara semenjak pindah mereka jarang berkomunikasi.
"Alesha Bang, dia mengeluhkan kram perut." Jawab Raka lirih, sekilas ia melirik perut Kinan.
Meski merasa lega karena orangtuanya baik-baik saja, namun Azka tetap merasa prihatin terhadap kondisi Alesha. "Semoga Alesha dan kandungannya baik-baik saja," dia menepuk pundak adiknya lalu pamit masuk ke ruangan Kiara. Kemarin, ia sudah membuat janji untuk memeriksakan kandungan Kinan.
Raka membalikkan badannya menatap langkah Azka dan Kinan. Sepasang suami-istri itu terlihat bahagia meski diawal pernikahan keduanya hanya terpaksa. Dan yang lebih tidak ia sangka, anak yang ingin digugurkannya justru tumbuh dengan baik di dalam perut Kinan, sementara anak yang ia nanti dari Alesha, keadaannya sedang tak baik-baik saja.
Raka membuang nafas berat seraya mengusap kasar wajahnya. Kenapa ia harus mengalami keadaan yang rumit ini. Ia melanjutkan kembali langkahnya menuju ruang rawat Alesha. Saat ia masuk, Alesha langsung mengubah posisi berbaringnya membelakangi pintu.
Dengan langkah pelan, Raka menghampiri istrinya. Memeluk wanita yang sangat dicintainya itu dari belakang, meski mendapat penolakan namun ia tetap berusaha memeluk sampai akhirnya Alesha pasrah dalam pelukannya.
"Sayang, please hilangnya semua pikiran burukmu itu tentang aku dan Kinan. Tidak ada apa-apa diantara kami berdua. Apa kamu tidak kasihan dengan calon anak kita?" Raka mengusap perut istrinya, "Kamu boleh hukum aku, tapi jangan anak kita." Lirihnya tepat dibelakang telinga istrinya.
Setetes air mata Alesha jatuh, ia sendiri juga tak mengerti kenapa menyiksa pikirannya sendiri dengan terus berburuk sangka, yang berimbas pada kandungannya yang memang sudah bermasalah sejak jatuh dari tangga.
Tapi, semakin ia mencoba mengalihkan pikirannya dalam hal positif, semakin pula dugaan dugaan tentang Kinan dan suaminya menggerayangi pikirannya.
"Bang, apa kata Kak Kia? Kandunganku akan baik-baik saja, kan?" Tanya Alesha akhirnya.
Raka tak langsung menjawab, rasanya tak sanggup menyampaikan kemungkinan yang akan terjadi jika kondisi kandungan istrinya kian memburuk. "Kata Kak Kia, kamu gak boleh stres karena itu berdampak pada kehamilan kamu, si jabang bayi bisa merasakan apa yang dirasakan ibunya. Maka itu, aku sangat mohon tolong buang semua pikiran burukmu. Percayalah, hanya kamu yang aku cintai dan selamanya akan selalu ada di hatiku."
Alesha tak mengucapkan apapun, namun ia membalikkan badannya. Menatap suaminya dalam beberapa saat kemudian membalas pelukannya dengan erat. "Maafin aku, Bang." Ucapnya lirih.
Raka membalas dengan mengecup seluruh bagian wajahnya istrinya, ia senang akhirnya Alesha sudah bisa berdamai dengan prasangka buruknya. Semoga kedepannya tak terjadi lagi hal yang buruk dan kondisi kandungan Alesha semakin membaik.
.
.
.
"Tepat sekali, dugaan Kakak benar. Kinan mengandung anak laki-laki." Ucap Kiara yang sedang melakukan USG pada Kinan.
Kiara tersenyum memperhatikan layar, yang memperlihatkan calon keponakannya tumbuh dengan sehat dalam kandungan Kinan. Namun, disisi lain ia merasa sedih karena kondisi kandungan Alesha yang justru sebaliknya dengan kandungan Kinan.
Azka langsung saja mengecup dahi Kinan. Dia merasa sangat bahagia mengetahui anak yang akan memanggilnya papa nanti berjenis kelamin laki-laki. Persis dengan keinginannya selama ini yang menginginkan anak pertamanya nanti adalah laki-laki, walau yang dikandung Kinan bukan darah dagingnya tapi tetap saja ia merasa bahagia. Tak sabar rasanya menunggu anak itu lahir.
Melihat respon adiknya, Kiara tersenyum haru. Walau bukan anak kandungnya tapi Azka terlihat begitu bahagia. Apalagi kalau anak kandung sendiri nanti bersama Kinan. Dan ia berharap, walau telah memiliki anak kandung sendiri, Azka tetap menyayangi anak yang tidak diinginkan kehadirannya oleh Raka.
"Selamat ya, calon anggota keluarga kita yang baru adalah laki-laki." Kata Kiara sambil membersihkan sisa gel di perut Kinan. Setelahnya ia melepas sarung tangannya.
Kinan tak dapat berkata-kata, ia hanya dapat menunjukkan rasa bahagianya melalui ekspresi wajah. Kedua matanya berkaca-kaca menatap Azka yang tiada henti tersenyum padanya.
"Sepulang dari sini, kita langsung belanja buat si jagoan kecil Papa." Azka menunduk mengecup perut Kinan. "Hey Baby Boy," ujarnya sembari menempelkan telinganya diatas perut buncit istrinya.
karyamu yg baru sepertinya jg seruuu pas baca sinopsinya 😍😍😍
author maaf batu bisa baca lagi