NovelToon NovelToon
Kamboja

Kamboja

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: Rinarient 2

Kisah haru seorang gadis yang dilahirkan dari sebuah keluarga miskin. Perjuangan tak kenal lelah mencari bapaknya yang pergi ke luar negeri sebagai TKI, dimulai setelah ibunya meninggal dunia.
Sepeninggal ibunya, Lily kecil diasuh oleh tetangga yang trenyuh melihat nasibnya. Namun ternyata hal itu tidak serta merta merubah nasib Lily. Karena tak lama kemudian bunda Sekar yang mengasuhnya juga berpulang.
Di rumah keluarga bunda Sekar, Lily diperlakukan seperti pembantu. Bahkan Lily mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh suami almarhumah. Lelaki yang sangat dihormati oleh Lily dan dianggap seperti pengganti bapaknya yang hilang entah kemana.
Ditambah perlakuan kasar dari Seruni, anak semata wayang bunda Sekar, membuat Lily akhirnya memutuskan untuk pergi.
Kemana Lily pergi dan tinggal bersama siapa? Yuk, ikuti terus ceritanya sampai tamat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rinarient 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31 Selalu ada rejeki

"Ibu udah makan?" tanya Lily setelah membaringkan Gendis.

"Belum, Ly. Kamu udah makan?" Gendis balik bertanya.

Lily menunduk. Dia merasa berdosa pada ibunya.

Sementara tadi di kantin sekolah, dia makan kue-kue enak. Sedangkan ibunya masih menahan lapar.

"Ibu mau Lily belikan makanan?" tanya Lily.

Lily ingat kalau dia masih menyimpan uang lima ribuan. Jatahnya naik angkot ke sekolah tadi pagi.

"Enggak usah, Ly," jawab Gendis perlahan.

Bagaimana Gendis mengiyakan, sedangkan dia tak punya uang lagi sepeserpun.

Uangnya sudah habis untuk membayar SPP dan ongkos Lily ke sekolah.

Oh, apa ibu sudah tak punya uang lagi? Lily semakin merasa bersalah.

"Lily masih ada uang, Bu. Tadi Lily...menumpang mobil Lavender."

Terpaksa Lily berbohong. Karena kalau dia mengatakan yang sebenarnya, ibunya pasti bakal marah.

Gendis tak rela kalau Lily berjalan kaki ke sekolahnya. Karena jaraknya cukup jauh untuk anak sekecil Lily.

"Kenapa enggak naik angkot aja? Kan kamu jadi merepotkan temanmu?"

Begitulah Gendis yang paling tak suka kalau sampai merepotkan orang lain.

"Tadi pas berangkat, Lily ketemu Doni, Bu. Dia menawari naik ke mobilnya. Dan..pulangnya naik mobilnya Lavender karena mereka mau main ke sini." Lily kembali berbohong.

Lily tak berani menatap wajah ibunya. Takut kalau ketahuan berbohong.

Gendis menghela nafasnya.

"Tapi Ly, uang ongkosmu mana cukup untuk membeli makanan?"

Gendis sadar kalau tadi hanya memberikan satu lembar lima ribuan saja.

"Cukup, Bu. Sebentar, ya."

Lily langsung beranjak dan keluar rumah.

Sampai di depan rumah, dia kebingungan dengan uang yang dipegangnya.

Benar kata ibunya tadi. Uang lima ribu mana cukup untuk membeli makanan.

Lily berdiri mematung. Tak tahu lagi harus melakukan apa.

Dalam hatinya berdoa, semoga tiba-tiba...

"Ly! Lily!"

Seorang tetangga Lily memanggilnya dari ujung gang.

Lily menoleh.

"Bunda Sekar. Ada apa dia memanggilku?" gumam Lily.

Sekar adalah tetangga Lily yang rumahnya paling bagus di gang itu. Rumah pribadi, bukan rumah kontrakan petak.

Orangnya juga sangat baik dan ramah pada siapapun.

"Sini! Tolong bantu Bunda!" Sekar melambaikan tangannya.

Lily mengangguk. Lalu berlari mendekat.

"Ada apa, Bunda?" tanya Lily. Dia memperhatikan tangan Sekar yang membawa banyak kantong plastik.

"Bantu Bunda bawa ini ke rumah, ya?" pinta Sekar.

Lily mengangguk.

"Iya, Bun. Sini Lily bantu."

Dengan sigap Lily meraih beberapa kantong plastik yang dipegang Sekar.

"Ini aja yang tak terlalu berat." Sekar memberikan beberapa kantong plastik yang kecil.

Lily pun menurut. Karena kantong plastik yang lainnya terlalu besar untuk badannya yang kecil.

"Bunda habis belanja?" tanya Lily.

"Iya. Belanja bulanan. Dan kebetulan besok malam di rumah Bunda mau ada pengajian. Jadi sekalian aja belanjanya," jawab Sekar.

Lily mengangguk. Lalu berjalan beriringan dengan Sekar.

"Kamu baru pulang sekolah, Ly?" tanya Sekar. Dia melihat Lily masih mengenakan seragamnya.

"Udah dari tadi, Bun," jawab Lily.

"Udah dari tadi kok belum ganti baju?" tanya Sekar lagi.

"Oh. Tadi..ada teman main ke rumah. Jadi Lily belum sempat ganti baju, Bun," jawab Lily.

"Baguslah kalau kamu punya teman. Bunda liat kamu jarang sekali bergaul. Di sini kan banyak juga anak-anak seusiamu," ucap Sekar.

Sejak pindah ke daerah itu, Lily hampir tak pernah bergaul. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam rumah.

Dan seringnya dia membantu ibunya menyetrika pakaian tetangga yang memakai jasa mereka.

"Iya, Bun." Lily mengiyakan. Meski dia tak mengatakan alasannya.

"Anak Bunda juga seumuran kamu, loh. Coba kamu main dengan Seruni. Dia anak Bunda satu-satunya. Cuma memang jarang ada di rumah. Dia banyak kegiatan di sekolahnya," ucap Sekar.

"Iya, Bun," sahut Lily.

Padahal dalam hatinya menolak.

Lily tahu tentang Seruni. Anak bunda Sekar yang sombong. Sangat berlawanan dengan sikap bunda Sekar yang ramah dan baik hati.

Bukan cuma sekali dua kali Lily berpapasan dengan Seruni. Dan tak sekalipun Seruni menyapanya. Melirik pun tak pernah.

Mungkin di mata Seruni, Lily hanya sebutir debu yang lalu hilang bersama angin.

"Sayangnya kamu enggak satu sekolah dengan Seruni. Kalau satu sekolahkan kalian bisa berangkat bareng," ucap Sekar.

Lily diam saja.

Dalam hatinya menjawab, mana mau Seruni berangkat bareng dengannya. Mengenalnya saja sepertinya tak mau.

Sekar membuka pintu rumahnya yang terkunci rapat.

Di rumah itu hanya ada tiga orang penghuninya. Sekar, suaminya dan Seruni.

Dan di siang hari seperti ini, suami dan anaknya belum pulang.

"Ayo, Ly. Masuk," ajak Sekar.

Lily mengangguk.

Baru kali ini dia masuk ke rumah Sekar. Rumah yang terlihat bagus dari luarnya, dan ternyata di dalamnya lebih bagus lagi.

Selama ini Lily hanya tahu dari cerita ibunya yang sering disuruh bantu-bantu di rumah itu.

Lily sampai terpesona melihatnya.

Rumah itu ditata dengan rapi. Semua barang-barangnya terlihat mewah.

"Bagus sekali rumah Bunda," puji Lily.

"Masa sih?" tanya Sekar.

"Iya. Bunda pasti rajin sekali menatanya," puji Lily lagi.

"Ibumu yang sering membantu Bunda, Ly," ucap Sekar.

Ya, Lily ingat kalau ibunya sering membantu di rumah ini.

"Akhir-akhir ini memang Bunda tak lagi menyuruh ibumu. Karena keponakan Bunda sering datang ke sini dan bantu-bantu Bunda," ujar Sekar.

Sekar meletakan belanjaannya di meja dapur. Lily pun mengikutinya.

"Bagaimana kabar ibumu, Ly?" tanya Sekar.

Lily menghela nafasnya lalu menunduk. Lily bingung mesti menjawab apa.

"Kenapa, Ly?" tanya Sekar lagi.

Lily menggeleng.

"Jawab pertanyaan Bunda, Ly," paksa Sekar.

Sekar paling tak suka kalau pertanyaannya tak mendapat jawaban. Dan dia akan terus mencari jawabannya.

"Ibu...Ibu lagi kurang enak badan, Bun," jawab Lily masih menyembunyikan keadaan Gendis yang sebenarnya.

"Masuk angin?" tanya Sekar.

Lily mengangguk.

Menurut Lily itu lebih baik daripada orang lain mengetahui kondisi ibunya yang sebenarnya.

"Oh. Kalau begitu...sebentar."

Sekar membuka lemari yang ada di dapur.

"Ini ada obat buat masuk angin. Kasih ke ibumu. Siapa tau cocok."

Sekar memberikan dua sachet obat masuk angin yang selalu ada di lemari dapurnya.

"Iya, terima kasih, Bun." Lily menerimanya agar Sekar tak banyak bertanya lagi tentang ibunya.

"Sama ini, Ly. Tadi Bunda beli kue banyak. Kamu bawa ya. Lumayan buat cemilan."

Tanpa menunggu persetujuan Lily, Sekar langsung memasukan beberapa kue ke kotak kecil.

Sebenarnya Lily ingin menolaknya. Tapi mengingat ibunya yang sedang lapar, Lily hanya bisa pasrah.

Biarlah, yang penting aku enggak minta. Begitu pikir Lily.

"Terima kasih, Bun," ucap Lily setelah menerima pemberian Sekar.

"Iya, Ly. Sama-sama. Kamu kan juga tadi udah bantu Bunda," sahut Sekar.

Lily mengangguk.

"Lily pamit dulu, Bun. Mau menemani ibu di rumah," ucap Lily dengan sopan.

"Iya, Ly. Sampaikan salam Bunda buat ibumu. Jangan lupa berikan obat itu. Semoga ibumu cepet sembuh," sahut Sekar.

"Iya, Bun. Lily pulang dulu."

Lalu Lily menyalami tangan Sekar dengan sopan.

Alhamdulillah, masih ada rejeki untuk ibu. Ucap Lily dalam hati sambil melihat kotak kecil yang dibawanya.

1
Shuhairi Nafsir
Mohon Thor jadikan Lily anak yang tegas . jenius lagi bisa bela diri
Anita Jenius
Baca sampai sini dulu. 5 like mendarat buatmu thor. semangat ya.
Rina Rient: Siap..Terima kasih like-nya 🙏
total 1 replies
Fatta ...
lanjut Thor..,
Rina Rient: Siap..tunggu episode-episode selanjutnya, ya 🙏
total 1 replies
Anto D Cotto
lanjut thor
Rina Rient: Siap..tunggu yaa 🙏
total 1 replies
Anto D Cotto
lanjutkan, crazy up thor
Anto D Cotto
menarik
Rina Rient: Terima kasih 🙏
total 1 replies
Anita Jenius
Salam kenal kak. 3 like mendarat buatmu thor. semangat ya
Rina Rient: Terima kasih 🤗
total 1 replies
Irsalina Lina
kapan ep ke 2 nya di tanyangkan thoor?......, GK sabar ni mau baca. soalnya cerita nya bagus dan menarik
Rina Rient: Sabar ya..step by step 😊
total 1 replies
Mamimi Samejima
Bikin happy setiap kali baca. Gak bisa berhenti bacanya.
Rina Rient
terima kasih🥰.. tunggu episode2 selanjutnya ya 🙏
Jing Mingzhu5290
Saya merasa terinspirasi oleh perjuangan tokoh-tokoh dalam cerita.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!