“Jadi kapan internet saya aktif kembali? Saya tidak akan menutup teleponnya jika internet saya belum aktif!” hardik Peter.
“Mohon maaf Pak, belum ada kepastian jaringan normal kembali. Namun, sedang diusahakan secepatnya,” tutur Disra.
“Saya tidak mau tahu, harus sekarang aktifnya!” ucap Peter masih dengan nada tinggi.
Disra berniat menekan tombol AUX karena ingin memaki Peter. Namun, jarinya tidak sepenuhnya menekan tombol tersebut. “Terserah loe! Sampe bulu hidung loe memanjang, gue ladenin!” tantang Disra.
“Apa kamu bilang? Bisa-bisanya memaki pelanggan! Siapa nama kamu?” tanya Peter emosi.
Disra panik, wajahnya langsung pucat, dia melihat ke PABX-nya, benar saja tombol AUX tidak tertanam kebawah. Sehingga, pelanggan bisa mendengar umpatannya.
Gawat, pelanggan denger makian gue!
***
Novel pengembangan dari cerpen Call Center Cinta 🥰
Ikuti kisah seru Disra, yang terlibat dengan beberapa pria 😁
Happy Reading All 😍
IG : Age_Nairie
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon age nairie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31 Makan Malam
Melvin hanya menatap jengah Disra. “Ayo kita cari tempat makan!” serunya tak ingin membahas masalah pria berotot nan gemulai. Namun, tak membuatnya melepas gengaman tangannya pada Disra.
Bahunya bergedik mengingat masa lalu tentang seorang pria berotot nan gemulai. Dirinya pernah mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari para pria seperti itu. Itu semua terjadi saat dirinya masih remaja dan tentu, pemicu itu semua adalah wajah tampan Melvin.
Disra hanya menaikan alisnya sebelah dan berjalan berdampingan dengan Melvin.
“Kita makan di sana saja,” tunjuk Disra pada sebuah restoran.
“Tidak, jangan di sana. Kita ke tempat lain saja,” ujar Melvin.
Mereka terus berjalan hingga melewati beberapa restoran, Disra mulai kesal. “Sebenarnya kita mau makan di mana?”
“Cari tempat makan yang bisa kita makan dengan bebas, tanpa memikirkan apakah makanan itu boleh di makan atau tidak,” jelas Melvin.
Disra hanya mengulum bibirnya. Bagaimana bisa dia tak memikirkan hal itu. Ya, ada beberapa jenis makanan yang memang tidak boleh dimakan oleh ajaran agamanya.
Disra mengikuti Melvin, ternyata pria itu memikirkan hal itu. Hotel yang mereka tempati juga merupakan hotel khas timur tengah. Sekarang dia tahu alasan Melvin memberi fasilitas hotel itu. Sebagai pemimpin, dia memikirkan sedetil itu. Ya, meskipun, itu adalah hak dari individunya ingin melanggar atau mematuhi aturan keyakinannya. Bahkan, saat di jamu pada ulang tahun perusahaan klien, Melvin menunjukan mana yang boleh dan tak boleh di makan.
Dirinya menjadi teringat akan Felix. Mereka berteman sejak muda, dan tak sekalipun mereka berselisih tentang perbedaan keyakinan mereka dalam bersahabat. Mereka saling menghargai pada perbedaan itu. Bahkan Felix terkadang mengingatkan Disra untuk beribadah begitupula sebaliknya.
Melvin masuk ke dalam sebuah restoran, dia menggandeng erat tangan Disra. Hatinya menghangat karena gadis itu tak menolak genggaman tangannya. Dia melirik Disra yang tersenyum.
Apa dia mulai menyukaiku? Aku harus memberikan reward pada Bagas karena telah memberikan petuah dalam mengejar wanita.
Melvin ikut tersenyum, pikiran tentang Disra yang mulai menyukainya sudah membuat hatinya senang. Dia melepas tautan tangan mereka, menarik kursi agar Disra bisa duduk.
Sang gadis duduk di depan Melvin masih dalam senyum yang terukir. Mereka memesan makanan. Melvin memesan beberapa makanan dan Disra pun ikut andil dalam pemesanan makanan itu.
“Apa kau sedang bahagia?” tanya Melvin.
“Ha?” tanya Disra bingung.
“Dari tadi kau tersenyum,” ujar Melvin.
“Oh itu, aku teringat Felix,” ujar Disra jujur.
“Apa? Kau teringat pria lain saat bersamaku?” tanya Melvin jengah. Tak menyangka senyum Disra bukan karenanya, melainkan karena pria lain.
“Kenapa kau marah? Kita tak ada hubungan apapun. Otakku ada di kepalaku. Jadi, itu hak aku mau berpikir apapun!” dengus Disra memicingkan matanya.
Melvin hanya menggigit bibir dalamnya pelan. Dia harus bersabar. “Ya kau benar. Ayo kita makan,” ujar Melvin bertepatan seorang pelayan mengantarkan makanan pada mereka.
Disra mencoba berbagai macam masakan yang tersedia. Dia tak segan memakannya, tak perlu tampak elegan. Baginya, makanan ya untuk dinikmati. “Lezat,” pujinya.
“Makan yang banyak jika suka,” ujar Melvin.
Dia mengambil satu suap dan memasukan ke dalam mulutnya. Tak bisa menikmati makanan itu karena hatinya terganggu karena Disra memikirkan pria lain.
“Kau sudah lama berteman dengan Felix?” tanyanya.
“Ya, sejak masih sekolah dasar,” ujar Disra.
“Terlihat sangat akrab. Apa kalian pacaran?”
“Mana mungkin! Kami itu sudah seperti saudara. Meskipun, kami berbeda keyakinan. Namun, kami sangat akrab. Dia sering ke rumahku begitupula dengan diriku yang suka ke rumahnya. Dia konyol, apa saja diributkan! Dan satu hal lagi dia makannya banyak. Kadang, dia menghabikan bekalku tanpa menyisakan sedikitpun,” tutur Disra panjang lebar.
Melvin semakin kesal karena Disra begitu bersemangat bercerita tentang temannya. "Aku lihat kalian selalu bersama!”
“Kalau ada kesempatan kami memang selalu bersama. Tapi, semenjak kuliah dan bekerja. Kami jadi jarang bersama karena waktu yang tak memungkinkan. Namun, terkadang saat weekend, kami akan pergi bersama ke mall untuk bermain di area permainan. Battle dance!” seru Disra bersemangat seraya menaikan alisnya.
“Battle dance?”
“Iya, permainan yang di mall itu! Mengikuti gerak di layar.”
“Lalu, apa lagi yang kalian lakukan di mall?”
Disra mengambil minum dan menenggaknya. “Kalau lelah, kami akan mencari boba. Kadang kami akan nonton bioskop bersama. Marvel, tontonan wajib kami. Semua keluaran marvel harus kami tonton! Oh ya, aku dan Felix pernah tidak bayar bioskop loh! Pada saat pintu teater dibuka, tidak ada penjaga. Kebetulan kami belum beli tiket. Hal hasil, kami masuk ke dalam teater itu,” kekeh Disra mengingat kelakuan konyolnya bersama Felix saat masih sekolah.
“Bagaimana bisa? Bukannya setiap kursinya sudah ada yang punya?” tanya Melvin.
“Itu kami nonton saat mid night. Jadi, tidak terlalu banyak pengunjung. Iya sih pas kita duduk ternyata itu punya orang lain. Kita tinggal minta maaf dan duduk di kursi yang kosong,” jelas Disra.
“Kau nonton mid night?” tanya Melvin mengerutkan dahinya.
“Iya, waktu itu sehabis ujian sekolah. Karena kalau nonton weekend itu lebih mahal, jadi kami nonton di hari biasa. Siangnya kami menghabiskan waktu untuk main di area permainan setelah itu baru nonton, kebetulan besoknya tanggal merah. Jadi bisa pulang malam.”
“Jadi, masih sekolah pas nonton mid night-nya? Artinya kau pulang malam?” geram Melvin.
“Iya,” jelas Disra.
“Kau pulang malam bersama pria disaat dirimu masih seorang pelajar. Apa itu baik?” tanya Melvin dengan suara tinggi.
Disra tersedak melihat kemarahan Melvin. Dirinya seperti sedang dipojokan oleh ayahnya saja.
“Ya, orang tuaku mengizinkan aku pergi dengan Felix kapanpun itu. Mungkin, jika aku menginap di rumahnya pun tak akan jadi masalah untuk keluargaku!” hardik Disra.
“Apa kau punya otak menginap bersama seorang pria?” tanya Melvin meninggikan suara.
Dia bertingkah seolah dirinya adalah kekasih Disra. Membayangkan kekasihnya berkeliaran tengah malam bersama pria lain bahkan menginap. Membuatnya hilang kesabaran. Sudah berusaha untuk tidak terlalu agresif. Namun, setelah mendengar penuturan Disra yang begitu dekat dengan Felix, membuatnya kesal.
Tak pernah percaya persahabatan antar pria dan wanita bisa berjalan langgeng. Melvin selalu berpikir bahwa Felix menyukai Disra. Ya, tidak mungkin pria dan wanita bisa bersahabat tanpa melibatkan perasaan. Meskipun, dia bisa melihat Disra tak memiliki perasaan wanita kepada pria dan lebih ke perasaan persaudaraan. Namun, siapa yang tahu akan hati lelaki itu?
Melvin seorang pria, meskipun dirinya termasuk tipe introvert. Namun, dirinya merupakan pria tulen yang tahu apa yang ada di pikiran laki-laki.
“Ya, aku tidak punya otak. Aku tidak akan takut pergi malam bersama Felix bahkan aku tidak takut tidur bersamanya. Karena apa? Karena aku yakin dia tak akan macam-macam padaku! Yang perlu dikhawatirkan jika pria itu adalah dirimu! Pria m*sum tak tahu malu!” ujar Disra penuh kemarahan.
Dia tak perlu membatasi bicaranya karena dia yakin pengunjung lain tak mengerti bahasanya.
dandan yg cantik, pake baju kosidahan buat Dateng kondangan Marvin /Facepalm/