NovelToon NovelToon
Tumbal Pasung Perjanjian Gaib

Tumbal Pasung Perjanjian Gaib

Status: sedang berlangsung
Genre:Horror Thriller-Horror / Suami Hantu / Iblis / Roh Supernatural / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / Tumbal
Popularitas:821
Nilai: 5
Nama Author: DityaR

Hal yang mengejutkan dialami oleh Nurhalina, gadis penjaga toko swalayan. Ia menjadi korban penculikan dan dijadikan tumbal untuk sebuah perjanjian dengan sebelas iblis. Namun ada satu iblis yang melanggar kesepakatan dan justru mencintai Nurhalina.

Hari demi hari berlalu dengan kasih sayang dan perhatian sang iblis, Nurhalina pun menaruh hati padanya dan membuatnya dilema. Karena iblis tidak boleh ada di dunia manusia, maka dia harus memiliki inang untuk dirasukinya.

Akankah cinta mereka bertahan selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Melanggar Perjanjian

Ritual macam apa ini?

Setahuku, di konten-konten yang pernah viral di medsos, ritual, penyembahan, memanggil setan atau apa lah itu namanya, belum ada yang sekeji ini.

Sesakit ini.

Apa mungkin karena aku tumbalnya?

Terus kenapa harus aku?

"Bisa diam gak? Kalau kamu gerak-gerak terus ini bakalan lama! Ngerti!" bentak Bahlil menghunuskan sebuah Kayu yang menyerupai buah pisang.

Sekuat tenaga aku masih berusaha menghindarinya, tampaknya si Bahlil bersikukuh menusuk keperawananku dengan bongkahan kayu itu.

Entah apa yang dipikirkan oleh mereka, sebuah tamparan mendarat di wajahku.

...Plakkk Plakkk...

Tangan Ndaru bersarang di pipiku yang semula kedinginan kini menjadi hangat. Terpaksa aku harus diam, merelakan ketiga pria bejat ini menghancurkan semuanya.

"Darah!" kejut Ndaru. "Pa, dia berdarah. Basah banget!"

"Ini pelajaran buat kamu, Nak. Itu tandanya wanita ini masih perawan. Dan kamu tahu arti cairan lainnya?"

"Apa itu, Pa?" timpal Ndaru penasaran. "Dia ngompol, kan Pa?"

"Bukan, itu tandanya dia menikmati permainan ini, Nak!" jawab Bahlil sambil melemparkan senyum genit ke arahku. "Iya, kan?"

Kain merah tempatku terbaring basah berlumuran darah dan cairan yang entah dari mana, aku pun baru pertama kali merasakan seperti ini.

Perih, sakit, seperti saat pertama kali haid. Atau ini lebih sakit.

Tampak Ndaru mengumpulkan darah di sebuah cawan dan membersihkan tubuhku yang telah kotor dengan kain basah. Tapi darah terus mengalir dari sana. Dari sebuah tempat di tubuhku yang harusnya kujaga, dan hanya kupersembahkan untuk suamiku kelak.

Untukmu calon suamiku, maaf.

Aku benar-benar minta maaf, aku telah gagal menjaganya.

Cukup.

Tolong, jangan lakukan itu lagi kepadaku.

Benar-benar menyakitkan.

"Jangan nangis, dong cantik!" ucap Ndaru mencoba menenangkanku. "Habis ini, kita bersenang-senang!"

Dia pergi dengan membawa cawan yang berisi dengan darahku. Sedangkan Muis mulai melepas genggamannya. Aku sedikit bisa bergerak, tapi semakin aku bergerak rasanya semakin perih dan nyeri di pinggang bagian dalam.

Sungguh ini sangat tidak nyaman.

"Bersihkan dia, terus jadikan satu sama yang lain!" pinta Bahlil kepada Ndaru.

Yang lain?

Ada wanita lain yang menjadi tumbal?

"Siap, Pa! Tapi Ndaru mau main-main dulu sama dia bentar. Boleh, kan?"

"Kamu atur aja sendiri, tapi jangan lupa mandikan dia setelah semuanya selesai!" Katanya dengan nada menyerah. "Ingat, jangan buang di dalam!"

"Tenang aja, Pa." sahut Ndaru terkesiap.

Kini aku beralih dari lantai tempat aku dipersembahkan untuk ritual, menuju deretan sofa yang menempel di dinding. Dengan gaun putih yang masih berlumuran darah dan tanpa dalaman apa pun aku diseretnya, dipaksa untuk membungkuk dan memegang kepala sofa.

Setiap inchi tubuhku tidak ada yang luput dari jajahan tanganya yang kekar dan kapalan.

Muis beranjak meninggalkan kami. Pintu besar kembali tertutup setelah punggungnya menghilang. Cahaya dari luar sekilas berkilau, membuatku sadar kalau pagi ini di luar sedang benar-benar cerah. Secerah gairah Ndaru kepadaku.

Aku pernah dengar, kalau hasrat lelaki itu makin liar di pagi hari. Seperti kuda yang kelaparan. Dan benar, itu sungguh-sungguh terjadi kepadaku.

Aku bisa merasakan tubuhnya yang mengejang, otot-ototnya yang mengeras dan gerakannya yang liar. Tapi tetap saja, apa pun yang dia perbuat kepadaku hanya akan membuatku membenci diriku sendiri.

"Cantik," pekiknya pelan. "Sekarang kamu yang di atas!"

Ndaru duduk di sofa dengan tangan telentang dan kaki terlempar ke depan. Tongkat bisbolnya yang berkedut-kedut dan mengacung keras membuatku sigap menutup mata.

Sebagai seorang wanita, dengan tinggi badan 157 cm, berat 45 kg. Tubuhku sangat kecil dibandingkan dengan Ndaru.

Aku masih sempat memperhatikan, warna kulitnya yang sawo matang dan kasar dibandingkan kulitku yang kuning langsat dan halus, membuatku sedikit banyak merasa jijik ketika memikirkan tubuhku dikerubuti olehnya, untuk kemudian dihajar tanpa ampun.

“Argh.. Uurgghhh.. aaaaaaagh…” Aku mengerang dan menjerit, keringatku membanjir deras bercampur air mata.

Selagi aku masih kebingungan merasakan sensasi aneh yang melanda tubuhku, Tiba-tiba Muis mendekatiku, menyumpal kain merah bekas ritual tadi pada mulutku, dan melumat tubuhku habis habisan, dari tengkuk hingga ujung kaki.

"Eh... Cantikku... belum apa-apa sudah keluar 2 kali, pake muncrat lagi. Sabar, dong, kenikmatan yang sesungguhnya akan segera kamu rasakan. Tapi ada bagusnya juga lho, punyamu pasti jadi lebih licin, nanti pasti lebih gampang ditembus, ya,” ejeknya sambil membuang senyum yang memuakkan. "Kamu.... Sungguh luar biasa, cantik!"

Milik Ndaru begitu besar, dan urat-urat yang berdenyut di dalamku, sungguh sesak dan perih rasanya. Sementara itu dia mulai meracau, “Oh sempitnya, cantik. Enaknya.... “ sambil terus memompa, sampai akhirnya amblas sepenuhnya, terasa menyentuh bagian paling dalam, mungkin itu rahimku.

Sementara Muis hanya diam menonton Bossnya dengan raut wajah memelas, "Bos, boleh aku pakai lubang satunya, toh nganggur ini."

"Monggo, waktu dan tempat dipersilahkan Muis." jawab Ndaru. "Tapi potong gaji!"

Aku masih tak tahu apa yang mereka katakan, tiba-tiba aku ditariknya lagi hingga kepalaku dan Ndaru saling bersentuhan dan menindih tubuhnya. Aku masih menahan perih akibat luka yang diciptakan Ndaru, tapi sekarang ada rasa sakit baru di belakang.

Ya tuhan, apa yang sedang Muis lakukan?

Iya, dia menghajarku dari belakang, di tempat yang seharusnya tidak diperkenankan. Sungguh, aku tak habis pikir, sekeji itu mereka kepadaku. Menghancurkanku luar dalam.

Muis segera menyergap dan menindihku, tanpa memberiku kesempatan bernafas, dengan penuh semangat Muis memompaku dari belakang. Aku kehabisan napas. Sedang milik Ndaru mulai terasa berkedut di dalam, dan rasanya panas sekali di dalam.

"Aarhh cantik, lega rasanya!" cicitnya menyerah. Dia mendorongku ke samping sofa, membuatku telentang di sebelahnya. "Muis, jangan lama-lama! Bersihkan dia kalau sudah selesai."

Dengan senyum puas Ndaru berdiri mengenakan celananya kembali dan menenteng kaos menuju pintu depan. Sedang muis dengan cekatan menindihku dari atas dan melumat habis tubuhku.

"Hey, Muis! 3 menit..." tunjuk Ndaru sambil memegang gagang pintu, sebelum dia menghilang.

"Ahh, hasiap b...bbos," jawab Muis terbata-bata.

Bibirnya tak sabaran, mengunyah setiap jengkal wajahku. Tangannya kekarnya yang mulai keriput, janggut tipisnya yang kasar membuat kulit halusku tersayat meninggalkan bekas luka yang samar. Dan ketika Ndaru menghilang, Muis dengan beraninya menyentuh liang yang tadinya di pakai oleh bosnya. Perih kembali harus kurasakan.

Meski tak sesakit apa yang dilakukan Ndaru kepadaku, namun tetap saja aku tak mengiginkan semua ini. Dia melakukannya dengan kasar, cepat, dan asal-asalan. Dia kerap tergelincir dan akhirnya aku harus menepis kepalanya yang nyaris bertabrakan dengan hidungku.

Belum sampai 3 menit, aku menoleh ke bawah. Kulihat begitu banyak cairan putih pekat berceceran di sana, entah apa yang telah dilakukan Muis, tapi dia tetap belum menyerah. Atau mungkin itu semua milik Ndaru tadi yang telah terdorong keluar.

Aku tak peduli.

Rasanya sudah hambar.

Aku telah mati rasa.

...Kreettttt Cekklekk...

Pintu terbuka, kulihat dari belakang bahu Muis, tapi Muis tak peduli. Dia tak menengok sama sekali, justru makin gencar memompaku.

Suara langkah kaki terdengar samar, tapi aku yakin suara itu kian mendekat.

"GOBLOK!!!" Nada suaranya terdengar tak asing.

...Plakkkk Jebbb Jebbbb...

...Plaakkk...

Beberapa pukulan mendarat di wajah Muis.

1
Ani
Sungguh wanita bodoh, sudah ada peluang utkmkabur, masih sja mau menuruti aturan. Rasakan, itu krn kebodohan mu, wanita bodoh.
Ani
Bodoh sekali wanita ini, jelas2 dia sudah mendengar tadi bahwa dia mau di jadikan tumbal, ada kesempatan utk. Lari, eh malah mikir nya berulang - ulang, berarti dia memang mau mati percuma, di jadikan tumbal. Dasar wanita bodoh.
Yuli a
loh kk,, disini lagi...
Yuli a: oh... sip lah... biar bisa baca lagi...🥰
Tya 🎀: iya balik lagi, di sebelah nge bug sistemnya
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!